Saturday, May 8, 2010

Mengintip Proses Pengeringan Tokek di Probolinggo

Siapa yang tak kenal dengan tokek Probolinggo. Bahkan, penjualan tokek asal Probolinggo itu menjadi salah satu komoditi ekspor, ke Jepang, Taiwan, Singapura, China, dan beberapa negara di Asia Tenggara.

Tak heran, jika para pengrajin tokek bisa meraup untung hingga puluhan juta rupiah. Salah seorang pengrajin tokek, Sugiyanto (38), asal Desa Tegalsiwalan, Kecamatan Tegalsiwalan, Kabupaten Probolinggo menuturkan, jika dalam setiap bulannya bisa menghasilkan sebanyak 3.000 tokek yang dikeringkan.

"Omset setiap bulannya rata-rata sampai 3000 tokek," ungkapnya saat ditemui detiksurabaya.com di rumahnya, Sabtu (8/5/2010).

Tokek tersebut, dia dapat dari para penjual yang nyetor kepadanya. "Penjualnya sudah ada. Mereka nyetor kesini seharga Rp 1.600 sampai Rp 1750 per-ekor dengan panjang 13 cm sampai 30 cm," cerita Sugiyanto.

Tokek hidup itu kemudian dibelah jadi dua. Kemudian didiamkan dalam alat pengopenan selama sehari semalam. Sebelum diopen, tokek yang sudah mati dibelah menjadi dua itu lalu dijepit dengan sebuah kawat penjepit. "Semua isi dalam perut tokek dibuang. Jadi tinggal badannya saja," terang dia.

Setelah badan tokek itu kering, lalu dijual seharga Rp 3.500 sampai Rp 4.000 sepasang. "Jadi kita jual sepasang, bukan perekor lagi," tambahnya lagi.

Dia menceritakan, para pengrajin tokek lokal itu menyetornya kepada salah seorang pengepul yang juga berada di Probolinggo. Setelah itu, dendeng tokek (kering,red) itu dipasarkan ke luar negeri.

Untuk menjadi pengrajin tokek, Sugiyanto harus mengeluarkan modal sebesar Rp 20 juta. "Semakin besar modal yang kita keluarkan, semakin besar pula omset yang kita dapat," katanya.

Berburu Tokek Hingga Keluar Daerah

Berburu hewan tokek rata-rata memang berasal dari warga Desa Tegalsiwalan, Kecamatan Tegalsiwalan, Kabupaten Probolinggo. Berburu tokek bagi warga setempat, seolah sudah menjadi mata pencaharian untuk menghidupi keluarganya.

"Mereka berburu tokek bahkan sampai keluar daerah, seperti Madura, Banyuwangi, Jember dan lain sebagainya," ujar Sugiyanto.

Para pemburu tokek itu, menurut dia, dibiaya oleh para pengrajin atau pengusaha tokek sendiri. Mereka dikirim keluar daerah untuk melakukan perburuan. "Mereka perginya diantar, begitu hasil buruannya dapat banyak mereka pulangnya dijemput," katanya. http://surabaya.detik.com/read/2010/05/08/113721/1353462/475/mengintip-proses-pengeringan-tokek-di-probolinggo?y991102465

Cirebon, Korban Miras Jadi 8 Tewas 25 masuk rumah sakit

Korban yang tewas akibat mengonsumsi minuman keras oplosan di Kecamatan Klangenan, Kabupaten Cirebon, bertambah satu orang, menjadi delapan orang. Sebelumnya, korban tewas sampai Jumat (7/5/2010) siang hanya tujuh orang. Mereka berasal dari desa berbeda.

Korban tewas terakhir adalah Sudrajat (25), warga Desa Selangit. Ia mengembuskan napas terakhir sekitar pukul 17.15 di ruang instalasi gawat darurat RSUD Arjawinangun. Kondisi korban sudah kritis sejak pertama kali datang di rumah sakit, sekitar pukul 10.30. Dia tak sadarkan diri, sering mengigau, dan pernapasannya sudah menggunakan alat bantu.

Herri, Wakil Kepala Ruangan IGD RSUD Arjawinangun, membenarkan, Sudrajat meninggal pada Jumat sore. Meski sudah mendapat perawatan, nyawanya tak bisa diselamatkan. "Jumlah pasien juga bertambah banyak. Total pasien yang masuk ke rumah sakit ada 25 orang," tambah Herri.

Sampai saat ini korban diduga keracunan miras oplosan. Meski tidak mengonsumsi pada hari yang bersamaan dan di tempat yang sama, Kepala Kepolisian Resor Kabupaten Cirebon AKBP Sufyan Syarif mengatakan, korban membeli miras dari tempat yang sama. Dua kios tempat korban membeli miras adalah kios di Desa Selangit dan Jemaras Kidul.

Sufyan mengatakan, Polres Cirebon telah menangkap dan meminta keterangan pemilik kios. Selanjutnya, kasus ini akan diselidiki untuk mencari penyebab sesungguhnya. "Belum tahu apakah miras yang diminum kedaluwarsa, beracun, atau palsu. Harus diuji laboratorium dulu," ujar Sufyan
http://regional.kompas.com/read/2010/05/07/20213030/Korban.Tewas.karena.Miras.Jadi.8.Orang

Bila Pak Modin Dipaksa Warganya Menikahi Janda

Kalau Boleh Denda Saja, Jangan Menikahi

Seakan tak percaya, warga Dusun Kedung Desa Giripurno dikejutkan kasus dugaan perselingkuhan antara Pak Modin Giripurno, Sunaryo, dengan janda satu anak, Kasiati, yang juga warga Giripurno. Akibatnya sang modin dipaksa menikahi sang janda oleh warga Dusun Kedung.

Rabu (5/5) sekitar pukul 22.00 WIB. Sunaryo, 52, warga Dusun Sawangan, Desa Giripurno Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, tiba di rumah Kasiati. Tapi, setengah jam kemudian pintu rumah janda 37 tahun itu diketok dari luar. Begitu pintu dibuka, puluhan warga langsung menuduh Sunaryo dan Kasiati berselingkuh.

“Saya datang ke rumah Kasiati karena kakinya sakit tak sembuh-sembuh,” beber Sunaryo, ketika ditemui Surya di kantornya, Kamis (6/5).

Saat bertamu itu, Sunaryo hanya duduk di ruang tamu sambil nonton televisi. Namun, karena ada yang mengetok pintu, Kasiati menyuruhnya bersembunyi di kamar. Tetapi, serbuan warga dan Linmas itu memaksanya keluar dan menjelaskan maksud kedatangannya, yaitu mengantar obat.

Namun, warga rupanya tak menggubris penjelasannya itu dan tetap memintanya menikahi janda itu. “Warga memaksa saya harus menikahinya dalam seminggu ini. Lalu saya minta waktu 15 hari, karena saya harus menjelaskan kejadian ini kepada istri saya,” tutur pria yang sudah 21 tahun menjadi modin atau kepala urusan kesejahteraan rakyat itu.

Sesaat setelah didatangi para warga dan Linmas, Sunaryo, mengaku bersalah karena bertamu terlalu larut, tidak seperti biasanya siang atau lepas maghrib. “Memang saya beberapa kali ke rumah Kasiati, tetapi baru kali ini yang terlalu larut, karena dia mengeluh sakit. Saya ingin ada solusi lain seperti denda atau apa bukan menikahinya. Tapi, warga sudah langsung memutuskan begitu,” pinta Sunaryo yang tugasnya menikahkan warganya itu.

Versi berbeda dilontarkan warga. Menurut Suwaji, anggota Linmas yang ikut masuk rumah Kasiati, semua lampu di rumah itu mati. Kedatangan Linmas serta perangkat dusun lainnya, malam itu sekitar pukul 11.30 WIB. Tak ada tanda-tanda ada tamu, karena sepatu milik Sunaryo pun di masukkan di ke dalam rumah. “Tak ada tivi menyala. Ketika kami ketok pun, lama sekali Kasiati buka pintu,” jelas Suwaji.

Dan saat diperiksa ke dalam rumah, ternyata Sunaryo ditemukan sedang duduk di pinggir ranjang kamar yang lampunya juga mati. Maka klop-lah kecurigaan warga bahwa mereka sedang berkasih-kasihan.

“Sebelumnya warga juga sudah pernah melapor bahwa Pak Modin sering bertamu dan pulangnya baru jam 03.00 dari rumah Kasiati. Keputusan menikahi Kasiati, juga warga yang memutuskan,” tandasnya.

Sayangnya, permasalahan ini belum sampai ke telinga Kepala Desa Giripurno, Sudarmaji, karena Kades itu masih berada di luar kota. “Pak Kades sedang ke Jakarta. Tadi juga tak ada laporan apa pun dari warga kepada kami,” kata salah seorang perangkat desa Giripurno. renni susilawati

http://www.surya.co.id/2010/05/07/kalau-boleh-denda-saja-jangan-menikahi.html

Tingkat Kelulusan SMP Biak Numfor, Papua,95,25%

Tingkat kelulusan ujian nasional (UN) sekolah menengah pertama dan sederajat di Kabupaten Biak Numfor, Papua, yang diumumkan pada Jumat (7/5) ini naik menjadi 95,25 persen dibandingkan dengan persentase tahun lalu sebanyak 89,42 persen.

Sekretaris Dinas Pendidikan Pemuda Olahraga (Disdikpora) Biak Kamaruddin, S.Pd. di Biak, Jumat, menyebutkan peserta UN tahun ini tercatat 2.422 siswa, sementara yang dinyatakan lulus sebanyak 2.307 siswa atau 95,25 persen.Dengan demikian, kata Kamaruddin yang juga Ketua Panitia Pelaksana UN Kabupaten Biak Numfor, terdapat 115 siswa yang tidak lulus sehingga mereka harus ikut UN ulangan.

Ia mengatakan peningkatan angka kelulusan UN tingkat SMP/MTs tahun ajaran ini berkat keseriusan jajaran Dinas Pendidikan, kepala sekolah, dan dewan guru yang menyiapkan penambahan jam belajar bagi siswa sebelum mengikuti ujian nasional.

Di samping itu, kata Kamaruddin, kebijakan Dinas Pendidikan perihal penambahan tenaga guru bantu pada mata pelajaran yang diujikan dalam UN juga memberi kontribusi yang signifikan.”Jajaran Dinas Pendidikan Biak memberikan apresiasi kepada sekolah maupun dewan guru yang telah menyiapkan proses belajar mengajar dengan baik sehingga tingkat kelulusan UN 2009/2010 meningkat,” katanya.

Menyinggung mata pelajaran yang menyebabkan siswa tidak lulus, Kamaruddin menjelaskan sebagian besar siswa tidak berhasil pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, atau nilainya tidak mencapai standar nasional kelulusan 5,50.”Sejumlah SMP yang terdapat di berbagai kampung dan distrik kekurangan guru mata pelajaran Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia,” kata Kamaruddin.

Pantauan hingga Jumat pagi pukul 07.15 WIT di berbagai SMP negeri dan swasta, sejumlah orang terlihat menunggu hasil UN yang diumumkan secara serentak pada pukul 11.00 WIT. Aktivitas warga masyarakat Biak sekitarnya menjelang pengumuman kelulusan siswa SMP/MTs tampak berjalan lancar seperti hari biasa.

http://www.surya.co.id/2010/05/07/tingkat-kelulusan-smp-biak-9525.html

CIREBON: Minum Miras Oplosan, Tujuh Tewas

Akibat mengonsumsi minuman keras oplosan, tujuh warga dari empat desa berbeda di Kecamatan Klangenan dan Arjawinangun, Kabupaten Cirebon, tewas. Sedangkan tujuh orang lagi yang juga minum miras pada waktu yang berbeda kondisinya kritis.

Ketujuh warga yang tewas adalah kakak-beradik Warseni (25) dan Beni (30), warga Jemaras Lor, Kecamatan Klangenan; Buniri (25) dan Sarip (29), warga Desa Selangit, Kecamatan Klangenan; Warsadi (20) dan Sapturi (29), warga Desa Kreyo, Kecamatan Klangenan; serta Bukhori (18), warga Desa Bulak, Kecamatan Arjawinangun. Sedangkan tujuh orang lainnya, kini dirawat di RSUD Arjawinangun dan Mitra Plumbon.

Menurut Herri, Wakil Kepala Ruangan Instalasi Gawat Darurat RSUD Arjawinangu, empat orang kritis, yakni Ma’i (30) dan Ratono (29), warga Desa Kreyo; Asep (20), warga Desa Bulak; dan Derajat (25), warga Desa Selangit. “Dua di antara korban yang kritis, Asep dan Ratono dirujuk ke RS Mitra Plumbon untuk melakukan cuci darah. Sebab, menurut dokter di rumah sakit ini, racun yang ada dalam tubuh sudah masuk ke dalam darah, jadi harus dilakukan tindakan cepat,” ujar Herri.

Sampai siang ini, korban lain masih berdatangan. Keluhan korban sama, pusing dan muntah-muntah. Mereka semua diduga minum miras di tempat dan waktu yang berbeda. http://www.surya.co.id/2010/05/07/minum-miras-oplosan-tujuh-tewas.html

Thursday, May 6, 2010

Perkosa , ABG Srigading Sanden Bantul Divonis 2 Tahun

BANTUL (KRjogja.com) - Terdakwa And (14), warga Srigading Sanden Bantul divonis 2 tahun penjara. Sedangkan rekannya Ptr (14) yang masih tetangganya divonis 10 bulan penjara. Vonis tersebut dibacakan majelis hakim diketuai M Sukusno Aji SH dalam sidang lanjutan di PN Bantul, Kamis (6/5).

Putusan yang dijatuhkan majelis hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa Andika Romadona SH yang sebelumnya menuntut terdakwa And selama 3,5 tahun dan Ptr selama 1,5 tahun. Atas putusan tersebut kedua terdakwa yang masih berstatus pelajar SMP di Bantul menyatakan pikir-pikir.

Dalam amar putusan hakim, perkosaan yang dilakukan kedua terdakwa warga Srigading Sanden Bantul dilakukan pada bulan Januari 2010. Kejadian berawal ketika salah seorang pelaku mengirim pesan singkat (SMS) kepada korban sebut saja Kencur (14) warga Patihan Gadingsari Sanden Bantul untuk bertemudi Pantai Kuwaru sekitar pukul 10.00 WIB.

Karena merasa sudah kenal dekat dengan pelaku, saksi korban pun tak curiga. Sesampai di lokasi ternyata sudah ada dua pria lain yang dikenal saksi korban. Tetapi sebelumnya kedua ABG itu sebelumnya telah membeli minuman keras jenis lapen di Dusun Tegalayang Caturharjo Pandak Bantul.

Para terdakwa bersama saksi korban kemudian mengambil tempat di bawah pohon cemara dan pesta miras. Setelah diketahui teler, saksi korban dalam keadaan tak sadarkan diri diseret ke tempat agak tersembungi lalu dicabuli oleh para pelaku.

Dari aksi tersebut, seorang pelaku yakni Andriyanto diketahui telah memperkosanya. Dari perbuatan tersebut keduanya terbukti secara sah melanggar UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
http://www.krjogja.com/news/detail/31708/Pemerkosa.ABG.Bantul.Divonis.2.Tahun.html

KULONPROGO: delapan siswa SD pesta miras, di pos ronda

Komisi IV DPRD memanggil Dinas Pendidikan bersama sejumlah kepala sekolah SD di wilayah Giripeni, Wates, menyusul laporan adanya siswa SD yang mengkonsumsi minuman keras. Informasi yang berhasil dihimpun, ada sekitar delapan pelajar SD yang kedapatan tengah pesta miras, di salah satu pos ronda. Mereka melakukan pada siang hari sepulang sekolah. Miras ini sendiri dibeli dari salah satu warung yang ada di Gothakan Panjatan.

Kabid Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kulonprogo Arif Prastowo membenarkan adanya peristiwa ini. Hanya saja dinas baru mengetahui beberapa hari yang lalu. Dinas telah melakukan klarifikasi, dan dibenarkan oleh guru dan kepala sekolah. Saat itu juga telah dilakukan koordinasi dengan orang tua siswa dan komite sekolah untuk pengawasan. “Ada delapan siswa yang mengkonsumsi, mereka baru duduk di kelas V dan VI,” tuturnya.

Dinas cukup menyayangkan, adanya penemuan ini. Sebab pengawasan terhadap peredaran miras, kerap ditekankan bagi pelajar SLTP dan SLTA. Kenyataanya justru kecolongan dengan adanya siswa SD yang membeli. Untuk itu, dinas akan memaksimalkan pengawasan agar kasus yang terjadi tidak aterulang kembali.

“Tanggung jawab pendidikan bukan hanya di sekolah. Usai sekolah orangtua harus ikut mengawasinya,” jelas Arif.

Kepala Sekolah salah satu SD, Muhdi, tidak menampik jika anak didiknya mengkonsumsi miras. Hanya saja, kejadian itu terjadi pada Januari 2010 lalu. Saat itu dia belum menjabat sebagai kepala sekolah. Sebab dia baru menerima SK pengangkatan pada Maret lalu.

Awalnya, ada siswi yang melaporkan jika temannya ada yang mengkonsumsi miras. Saat itu anak-anak dikumpulkan dan diberikan pembinaan. Bahkan mereka yang mengkonsumsi mengaku, pernah diajak teman bermain di rumah. “Dari pengakuan siswa baru sekali,” ujarnya.

Pihak sekolah sengaja tidak memberikan sanksi kepada siswa. Sebab mereka akan melaksanakan ujian sekolah yang dikhawatirkan akan memberikan dampak psikologis. Masalah ini pun sudah disampaikan ke orangtua agar lebih bijak dalam mendidik anak.

Ketua Komisi IV DPRD Yusron Martofa mengaku prihatin atas kejadian ini. Untuk itu, Dewan meminta Dinas Pendidikan akan melakukan koordinasi dengan Badan narkotika kabupaten dan kepolisian. Mereka harus segera melakukan operasi di sejumlah sekolah, untuk menghindari kasus serupa. “Operasi miras harus dimaksimalkan, agar peredaran bisa ditekan,” jelasnya. http://www.krjogja.com/news/detail/30616/Duh...Anak.SD.Pesta.Miras.html

Istri ngidam BlackBerry, suami gantung diri

GUNUNGKIDUL: lantaran istri ngambek minta dibelikan ponsel BlackBerry, Haryanto (29) warga Dusun Karangduwet I Desa Karangrejek Kecamatan Wonosari nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri, Selasa (4/5).

Korban ditemukan saudaranya bernama Sri Haryanti sekitar pukul 18.30 WIB sudah dalam kondisi tewas dan posisi tergantung kayu penyangga rumah dengan leher terikat tali plastik. Sebelumnya, menurut Sri, Haryanto mengaku kebingungan memenuhi permintaan istri membelikan ponsel Blackberry.

Kapolsek Wonosari AKP Basuki Rabu (5/5) memastikan tidak ada kejanggalan maupun tanda mencurigakan di tubuh korban. Jenazah korban langsung di serahkan pihak keluarga duka. Hasil penyelidikan sementara petugas ditemukan beberapa kiriman SMS di ponsel korban dari istrinya yang tengah ngembek meminta BlackBerry. Kuat dugaan korban nekat gantung diri dipicu akibat putus asa karena tidak sanggup membelikan ponsel permintaan untuk istri.

artikel terkait:

korupsi dana rekonstruksi, Kejari bidik 3 desa

BANTUL: Usai melimpahkan berkas kasus korupsi dana rekonstruksi (dakon) dengan tersangka Lurah Temuwuh (Dlingo) serta melengkapi berkas Lurah Selopamioro (Imogiri), Kejaksaan Negeri (Kejari) Bantul membidik tiga desa lainnya. Menariknya desa Mangunan (Dlingo) menjadi target utama untuk segera diselesaikan.

Edy Saputra, Kasi Intelejen Kejari Bantul mengungkapkan tiga desa yang sekarang ini dalam proses penyelidikan adalah Panjangrejo (Pundong), Mangunan, dan Dusun Ngemplak (Srigading, Sanden). Sedangkan satu desa lainnya, yaitu Pendowoharjo (Sewon) dibidik dalam kasus penggelapan tanah kas desa.

“Khusus Mangunan, kita menargetkan segera terungkap. Sebab selain melibatkan banyak tersangka, besarnya pemotongan serta penyalahgunaan dakon yang kita temukan mencapai Rp2 miliar lebih,” jelasnya saat ditemui usai bertemu dengan anggota DPRD Bantul yang melakukan audensi Jumat (30/4).

Sedangkan desa lainnya, dalam perkiraan Kejari, untuk Panjangrejo dari pemeriksaan enam kepala dusun, temuan besaran pemotongan dakon baru mencapai Rp75 juta. Ngemplak menduduki peringkat terkecil dengan pemotongan dana diperkirakan hanya Rp17 juta

http://harianjogja.com/web2/beritas/detailberita/14391/terkait-dakon-kejari-bidik-3-desa-view.html

Kunker DPRD, 90 persen refreshing

Kritikan terhadap kunjungan kerja (kunker) yang dilakukan DPRD di Gunungkidul maupun daerah lainnya di DIY dilontarkan oleh Direktur Lembaga Kajian dan Studi Sosial (LKdS) Gunungkidul, Aminudin Azis. Menurutnya, kunker masih belum ideal, karena kerap tidak disertai eksekutif.

“Seringkali kunker yang dilakukan anggota Dewan, misalnya ke suatu departemen, tidak dilakukan bersama [melibatkan] eksekutif. Itu menjadi tidak berguna, karena eksekutif tak tahu langsung paparan dari departemen, yang sebenarnya bisa dimasukkan dalam rencana kegiatan pemerintah,” ujarnya, Sabtu (24/4).

Dengan kondisi seperti itu, jangan salahkan bila publik masih berpikir bahwa kunker hanya memboroskan uang daerah. Karena masyarakat kerap tidak menikmati langsung hasil kunker itu lewat program-program pembangunan.

”Hasil kunker itu harus sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Biaya yang mencapai ratusan juta rupiah, tetapi hasilnya cuma laporan pertanggungjawaban, ya buat apa. Masalahnya, kunker 90% refreshing, dan 10% studi banding,” ujar Azis.

Terpisah, Wakil Ketua DPRD Sleman, Rohman Agus Sukamta menjelaskan mekanisme kunker, diatur dalam rencana kerja (renja) komisi, yang harus disetujui pimpinan.

Usai kunker, alat kelengkapan yang telah menjalankan tugas harus melaporkan hasilnya dalam paripurna internal.

Adapun, Ketua DPRD DIY, Youke Samawi, menepis anggapan bahwa kunker bukan hal penting. Dia mencontohkan agenda Banggar ke Batam, beberapa minggu lalu, yang ditujukan untuk mempelajari pengelolaan investasi di pulau itu. Dari situ Dewan juga mendapat hasil mengenai pertukaran tenaga pendidikan.

Senada, Ketua DPRD Kota Jogja, Henry Kuncoroyekti, menyatakan, kunker selalu memiliki tujuan jelas, dan diadakan bila ada penyelesaian masalah yang menemui jalan buntu.

Kunker dijadwalkan tiap bulan, sepanjang ada persoalan yang dibahas. Sebelum kunker, kata dia, Dewan terlebih dulu mengadakan rapat dengar pendapat umum.

Parameter kunker, menurut dia, adalah pemecahan masalah yang dibahas Dewan. Dia menepis kritik yang menyebutkan kunker sebenarnya tidak perlu, karena Dewan cukup mengobservasi daerah lain melalui internet. “Tanpa pengamatan visual langsung, proses belajar pada daerah yang lebih maju tidak berjalan optimal,” jelasnya.

Senada, Ketua DPRD Bantul, Tustiani, mengatakan, melalui kunker, anggota Dewan bisa membandingkan pemecahan masalah de ngan daerah lain. Hasil kunker biasanya disampaikan pada rapat paripurna, sehingga masyarakat bisa mendapat gambaran.

Sementara Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Bantul, Abu Dzarin, menyebutkan, kunker penting untuk mendapat informasi kebijakan wilayah lain, seperti, kebijakan perizinan dan tata ruang. Kunker, menurutnya, juga tidak memboroskan anggaran, bila sesuai aturan. Ketua DPRD Kulonprogo, Yuliardi, mengatakan, suatu daerah lain bisa menjadi contoh bagi perkembangan daerah lainnya.

http://harianjogja.com/web2/beritas/detailberita/14376/kunker-90-persen-refreshingview.html

Penertiban Bong Suwung, Penghuni mengadu, Pemkot belum diberitahu

JOGJA: Penertiban bangunan liar di kawasan Stasiun Tugu atau lebih dikenal dengan Bong Suwung terus mendapatkan penolakan keras dari warga. Pasalnya, warga tidak mendapatkan ganti rugi.

Puluhan warga yang selama ini bermukim di Bong Suwung melakukan koordinasi dengan Komunitas Abu Bakar Ali (Komaba).

Salah seorang perwakilan warga, Agus Joko Lukito dengan tegas mengatakan warga menolak penertiban tersebut apabila tidak diikuti dengan pemberian solusi bagi mereka. Meski demikian, saat ini, pihaknya masih menunggu proses yang ada di internal PT KA.

“Kami masih akan wait and see menunggu proses selanjutnya. Tapi yang jelas secara psikologis warga akan menolak karena pencaharian mereka satu-satunya ya di situ. Harusnya ada solusi bagi warga,” ujar dia kepada wartawan.

Terpisah Pemerintah Kota (Pemkot) dan Poltabes Jogja belum terlibat dalam koordinasi dengan PT Kerata Api (KA) Daerah Operasi (Daop) VI tentang rencana penertiban bangunan liar di Bong Suwung. Kedua institusi itu berharap dapat dikomunikasikan dengan berbagai pihak untuk mencegah gejolak sosial.

Wakil Walikota Jogja Haryadi Suyuti mengungkapkan hingga Rabu (5/5) pihaknya belum menerima pemberitahuan resmi tentang rencana penertiban bangunan liar di Bong Suwung.

“Saya baru tahu dari media. Sampai hari ini saya belum mendengar rencana itu langsung dari PT KA, baik surat resmi atau apapun. Penataan kawasan itu memang menjadi domain [wilayah] PT KA tapi kami harapkan adanya koordinasi,” ujarnya di Kompleks Balaikota.

Menurutnya, koordinasi dalam penataan Bong Suwung sangat penting. Penataan, katanya, tidak hanya menyangkut prasarana fisik, tapi juga persoalan sosial dan ekonomi masyarakat. Dia menilai penataan adalah upaya untuk mendorong kawasan tertentu menjadi lebih baik dengan keterlibatan berbagai pihak yang berkepentingan.

Senada, Kapoltabes Jogja Kombes Pol Ahmad Dofiri menuturkan hingga kini belum ada pembicaraan resmi antara Poltabes dengan PT KA menyangkut penataan sebelah barat Stasiun Tugu. Pihaknya belum dapat menentukan kebijakan untuk mendampingi penertiban bangunan liar di Bong Suwung.

“PT KA belum ketemu langsung dengan saya. Itu [Bong Suwung] memang area PT KA. Kami masih menunggu PT KA untuk berembug tentang rencana itu. Pada prinsipnya penataan adalah supaya wilayah tersebut menjadi lebih baik,” ungkapnya.

Sementara, Kamis (6/5) hari ini adalah hari terakhir yang menjadi batas waktu pemilik bangunan liar di Bong Suwung untuk membongkar bangunan mereka. Meski demikian, pemilik bangunan liar yang berderet di sisi kiri dan kanan perlintasan kereta api masih memiliki waktu setidaknya dua pekan sebelum PT KA melakukan bongkar paksa. Manajer Hukum PT KA Daop VI Abdul Chamim berujar surat teguran pertama untuk membongkar bangunan liar sudah diserahkan kepada para penghuni pada Sabtu (1/5).

“Kami meminta penghuni membongkar sendiri bangunan liar itu. Batas waktu surat teguran pertama adalah 6 Mei. Jika setelah itu belum juga dibersihkan, kami akan memberikan surat teguran kedua. Jika tetap tidak dihiraukan, kami akan berikan surat teguran ketiga. Setelah teguran ketiga tidak ada pembongkaran, kami bersama Dinas Ketertiban [Dintib] akan membongkarnya,” terangnya.

Terpisah, Humas PT KA Daop VI Eko Budiyanto menyatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan Pemerintah Kecamatan Gedongtengen dan Jetis serta Dintib tentang pembongkaran bangunan liar. Camat Gedongtengan Zenni juga menyatakan dia sudah beberapa kali berkoordinasi mengenai rencana penataan Bong Suwung.

http://harianjogja.com/web2/beritas/detailberita/14553/penghuni-mengadu-pemkot-belum-diberitahuview.html

Pemijat cilik, semangat besar

“Aku kan sudah enggak punya bapak. Makanya aku saja yang jadi bapak. Bapak kecil.” Kalimat itu meluncur dari bibir Farel Yanas Nasrullah, putra Yanti, perempuan yang sejak beberapa waktu lalu ditinggal suami untuk selama-lamanya.

Sejak menyadari dirinya anak lelaki satu-satunya dan merasa harus menjaga ibu, kakak perempuan dan adik gadisnya, bocah berumur 10 tahun itu memutuskan menjadi pemijat cilik yang berkeliling ke beberapa tempat.

“Enggak ada yang ngajarin saya mijit. Cuma suka lihat simbah yang suka mijit orang-orang. Setelah bapak enggak ada, saya mau kerja, jadinya saya mijit orang. Supaya enggak nyusahin ibu lagi. Udah banyak yang saya pijat, ada mas-mas kost. Kadang saya juga ke Saphir atau Bioskop yang di Demangan itu. Biasanya saya tanya, mas capek enggak? Mau dipijat enggak,” tutur Farel dengan lugas ketika ditemui Harian Jogja di rumahnya Selasa (4/5).

Secara detail, lelaki kecil yang masih kelas 4 di SDN Demangan, Jogja, itu menuturkan pekerjaanya dimulai setelah aktivitas sekolahnya. Begitu pulang, makan siang dan salat, ia langsung menuju ke tempat ia 'dinas'. Dengan berjalan kaki, dia menuju Saphir hingga Teater XXI di Jalan Solo.

Ditanya mengenai perasaannya saat bekerja sebagai tukang pijit cilik, dia mengaku sama sekali tidak malu. Menurutnya lebih penting cari uang daripada merasa malu. Sedangkan untuk masalah preman, dia mengaku pernah hampir diculik.

“Waktu saya jalan pulang, kayak ada orang yang ngikuti dari belakang. Rambutnya gondrong, serem gitu. Karena takut, saya lari. Untung di dekat sana ada pos polisi. Waktu bilang pak polisi dan noleh, premannya sudah tidak ada,” paparnya.

Meski, mengalami pengalaman yang mendebarkan, Farel sama sekali tidak merasa jera. Dia ingin terus bekerja. Jika sudah masuk SMP, bocah ini ingin juga bekerja dan memilih menjadi tukang parkir.

Dalam sehari Farel biasa 'berdinas' 1-2 jam. Usai menjalani aktivitas dinasnya itu, dia akan pulang ke rumah. Tak lazimnya anak-anak seusianya yang biasa bobo siang, begitu tiba di rumah, Farel justru bermain bersama adiknya yang berusia 7 tahun atau dengan teman-teman sebayanya.

“Kalau pulang ya langsung main. Tapi sebelumnya selalu memberikan uang ke saya, hasil mijit itu. Sama saya, uangnya langsung tak tabung di Bank. Sekarang uang Farel sudah ada Rp9 jutaan,” jelas Yanti.

Lebih lanjut, perempuan berambut sebahu ini pada awalnya merasa keberatan dengan aktivitas Farel. Bagaimana tidak, perjalanan dari rumahnya yang berada di belakang UIN Sunan Kalijaga di Sapen, sampai ke Saphir atau XXI merupakan jalanan ramai kendaraan lalu lalang dan rawan premanisme.

Setelah diyakinkan Farel bahwa bocah itu dapat menjaga diri, Yanti merasa lega dan memberikan kepercayaan pada anak keduanya itu.

Yanti mencari nafkah sehari-hari dengan penjahit dan membuka kios kecil di rumah. Dari penghasilannya itu, sebenarnya ia dapat menutup setiap pengeluaran rumah tangga sampai dengan uang sekolah ketiga anaknya.

Namun, melihat kegigihan Farel, Yanti sadar tidak dapat menghalangi keinginan putranya untuk mandiri.“Farel tidak pernah jajan atau minta uang ke saya. Uang yang dia dapat selain diberikan ke saya, juga dibuat beli barang-barang keperluan sekolah seperti buku. Pernah Farel beli baju untuk saya, mbak dan adiknya,” tambah dia.

Hanya saja, Yanti menegaskan pekerjaan putranya itu akan dibatasi hingga kelas 5 SD. Jika sudah kelas 6, Farel tidak akan diizinkan lagi memijat lagi agar fokus pada les dan pelajaran untuk kelulusan. “Ya kalau enggak boleh juga enggak apa-apa. Kan nanti bisa diam-diam,” cetus Farel sambil tertawa kecil.
http://harianjogja.com/web2/beritas/detailberita/14499/pemijat-cilik-semangat-besarview.html

Sekelompok Orang yang Diduga Aparat Ngamuk di Cafe

Kamis (6/5) pukul 01.05 WITA sebuah cafe di Makassar menjadi sasaran amukan dari sekelompok orang yang diduga anggota Tentara Nasional Indonesia dan merusak fasilitas yang ada di dalam kafe and resto Ballezza di Jalan Penghibur Makassar.

Sekitar 20 orang dari arah kawasan Pantai Laguna Makassar tiba-tiba membentak dan mengusir orang-orang yang berada di Jalan Penghibur itu. Sementara di depan Ballezza yang suasananya masih ramai pengunjung dan karyawan karena ada konser musik, di lantai empat menjadi sasaran kemarahan orang-orang yang diduga diangkut mobil truk TNI dan mobil pikap.

Sejumlah saksi menyebutkan orang-orang tersebut memiliki ciri-ciri berpakaian hitam, badan tegap dan atletis serta berambut cepak dan membawa parang, balok dan ada beberapa yang memegang pistol.

Kemungkinan mereka adalah pelaku yang juga mengamuk dan merusak beberepa tenda kafe yang ada di dalam Laguna sebagai buntut meninggalnya anggota TNI pada Selasa (2/5). Mereka juga mengusir semua pengunjung di sana. Sebelum terjadi penyerangan di Laguna dan Ballezza beberepa orang melihat ada dua truk TNI yang mondar mandir seperti mengintai sesuatu.

Namun mereka kemudian tak hanya berteriak saja tapi juga mendekati dan berusaha menyerang orang-orang yang ada di sekitar situ. Selanjutnya dengan cara membabi buta mereka merusak fasilitas yang ada di kafe itu.

Usai penyerangan itu terlihat kaca depan retak, pot bunga bonsai hancur, mesin kasir rusak, peralatan perjamuan makan dan minum di meja pramusaji pecah, dan gelas-gelas di atas belasan meja juga pecah. Tampak bekas sepatu yang diduga milik oknum TNI masih berbekas di atas sofa dekat meja pramusaji.

General Manager Ballezza Boedhie Waloejo merasa sangat terpukul dengan adanya aksi penyerangan orang-orang yang diduga dari aparat TNI tersebut. Menurut dia, jika kelompok tersebut memiliki dendam dengan orang lain jangan melampiaskan kepada orang-orang yang ada di Ballezza karena mereka tidak bersalah.

Boedhie mengaku tidak tahu persoalan sebenarnya meski beberapa hari sebelumnya terjadi penikaman anggota TNI hingga tewas di area wisara Pantai Laguna.

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/05/06/53789/Sekelompok-Orang-yang-Diduga-Aparat-Ngamuk-di-Cafe

DPRD Jatim, Sibuk Kunker, Tugas Dewan Terbengkalai

Sebanyak lima agenda penting DPRD Jatim harusnya selesai bulan April, namun hingga kini malah terbengkalai. Kelima agenda itu, pembahasan tata tertib (tatib) DPRD, pembahasan lima raperda, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) gubernur, laporan reses dan tindak lanjutnya serta laporan perhitungan anggaran tahun 2010.

Untuk program legislasi, awal April mestinya sudah masuk masa persidangan II. Namun, agenda penting itu tidak terlaksana dengan baik.

Tiga raperda usulan DPRD, yakni raperda tataniaga dan distribusi agrobis, pengelolaan sampah serta penanggulangan bencana. Dua raperda dari eksekutif, yaitu raperda pajak kendaraan bermotor dan pungutan sumbangan.

Ketua DPRD Jatim, Imam Sunardhi mengatakan, kendala utama menuntaskan agenda itu karena kesibukan anggotanya di luar kantor. Seperti sering kunjungan kerja (kunker) ke sejumlah daerah dan luar negeri.

Kendati menjadi masalah utama, Sunardhi tidak bisa berbuat apa-apa ketika anggotanya mengajukan proposal kunker. Sebab, ia tidak ingin anggota protes jika tidak disetujui.

“Saya malu DPRD ramai terus. Kalau dikerasin nanti salah. Saya pikir, semua anggota ini ketua semua,” sindir Sunardhi, Selasa (4/5).

Anggota Komisi A, M Muhtar, menyoroti pendalaman raperda oleh panitia khusus yang ia nilai belum maksimal. Seperti, tidak menyerahkan draft raperda kepada fraksi-fraksi, kurang melibatkan pakar, tidak pernah menggelar dengar pendapat publik dengan cara mengundang LSM atau ormas untuk memberi masukan.

“Sehingga nanti hasilnya prima. Padahal, 17 Mei nanti pansus melaporkan hasil raperda, kemudian tanggal 24 didok,” sesal Muhtar
http://www.surya.co.id/2010/05/06/sibuk-kunker-tugas-dewan-terbengkalai.html

Pertamina Temukan 50 Tabung Elpiji Palsu

Humas Unit Pemasaran Pertamina Balikpapapan, Bambang Iriyanto menyatakan, hingga saat ini, pihaknya telah menemukan sekitar 50 tabung elpiji tiga kilogram palsu yang beredar di wilayah Kalimantan Timur (Kaltim).

Menurut Bambang, untuk mengetahui palsu atau tidak sebuah tabung elpiji tiga kilogram tersebut tidak bisa diketahui hanya dengan kasat mata, tetapi harus melalui pengujian dan itu dilakukan teknisi Pertamina.

“Kami hingga saat ini telah menemukan sebanyak 50 tabung elpiji tiga kilo yang palsu. Secara kasat mata kami tidak dapat mengetahui tabung itu palsu apa tidak,” kata Bambang, Selasa (4/5/2010).

Ia menjelaskan, tabung elpiji tersebut baru bisa diketahui palsu atau tidak saat pengisian ulang oleh teknisi di Depo Pengisisian Ulang Pertamina.

“Dari tabung, cap sampai logo Pertamina, semua sama, sehingga tidak bisa dipastikan dengan kasat mata tabung itu palsu apa tidak, namun teknisi pengisian ulang tabung yang mengetahui apakah palsu apa tidak,” ujar Bambang.

Pertamina hanya meminta kepada masyarakat untuk waspada dan selalu mengikuti petunjuk pemasangan yang benar untuk elpiji tiga kilogram. “Kebanyakan kecelakaan tabung tiga kilogram karena kesalahpahaman masyarakat saat memasang tabung. Dan kecelakaan terjadi karena kesalahan pemasangan pada selang tabung,” ungkap Bambang.

http://www.surya.co.id/2010/05/04/pertamina-temukan-50-tabung-elpiji-palsu.html

Nb : padahal biasanya tabung 12 kg yg banyak dipalsu


Tuesday, May 4, 2010

DPR Ngotot Minta Gedung Mewah

Kritik tajam muncul dari berbagai kalangan terkait rencana pembangunan Gedung DPR senilai Rp 1,8 triliun. Selain terlalu boros, gedung tempat ngantor wakil rakyat yang ada sekarang ini masih layak.

Kritik bertubi-tubi dari masyarakat itu rupanya tak akan menyurutkan keinginan para wakil rakyat untuk menghuni kantor yang jauh lebih mega dan mewah dibanding gedung Nusantra yang mereka huni sekarang ini.

Ketua DPR Marzuki Alie, misalnya, menyerang balik para pengkritiknya. Politisi Partai Demokrat (PD) ini menyebut anggaran Rp 1 triliun justru terbilang kecil.

“Nilai Rp 1 triliun itu tidak ada artinya dibandingkan Rp 1.100 triliun yang diawasi oleh Dewan,” kata Marzuki, Senin (3/5).

Pembangunan gedung mewah itu, kata Marzuki, akan meningkatkan kinerja. Alasannya gedung yang ditempat sekarang sudah tidak layak karena melebihi kapasitas. Gedung dengan daya tampung 800 orang saat ini sudah dihuni sekitar 2.500 orang.
“DPR harus berani mengambil keputusan pembangunan gedung untuk perbaikan kinerja. Jangan lihat nilai rupiah, tapi nilai manfaatnya,” ujarnya.

Marzuki mengungkapkan pembangunan gedung baru sebenarnya sudah lama direncanakan. Keputusan bahkan sudah diambil oleh anggota DPR periode 2004-2009. Begitu juga dengan keputusan rancangan anggaran Rp 1,8 triliun. Gedung baru ini direncanakan setinggi 36 lantai.

Tahap pertama, diambilkan dari APBN-P 2010 sebesar Rp 250 miliar. Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR beranggapan, pembangunan gedung baru mendesak dilakukan karena Gedung Nusantara I yang menjadi kantor para anggota Dewan mengalami kemiringan hingga 7 derajat akibat kelebihan kapasitas.

Pemborosan

Pengamat politik Yudi Latief memandang, pembangunan gedung baru DPR senilai Rp 1,8 triliun belum perlu.
“DPR jangan sekadar membangun pencitraan dengan gedung yang bagus. DPR harus lebih memiliki kepekaan terhadap situasi saat ini. Lihat saja buruh mengeluh, lapangan pekerjaan berkurang, dan industrialisasi di mana-mana,” ujar Yudi.

Rencana DPR membangun gedung baru untuk menampung kapasitas anggota Dewan berikut stafnya dinilai berlebihan.

Sementara itu, peneliti Indonesia Budget Centre (IBC), Roy Salam mengatakan, rencana DPR tersebut sangat mengejutkan. “Harus dipertanyakan mengapa tiba-tiba membangun gedung baru,” kata Roy Salam.

Gedung Nusantara I DPR yang dibangun sekitar tahun 1987 itu dinilai masih layak pakai. Roy Salam menyarankan, DPR memaksimalkan aset yang dimiliki. Roy melihat, masih banyak ruang di Senayan yang bisa dimanfaatkan staf ahli. “Tidak perlu dibuatkan gedung baru untuk staf ahli. Ini namanya pemborosan,” kata Roy


http://www.surya.co.id/2010/05/04/dpr-ngotot-minta-gedung-mewah.html
Yg ini juga perlu direhab lho bos...




Kasus Fee Perbankan Terjadi di Mana-mana

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa kasus pemberian fee oleh perbankan kepada pejabat pemerintah, tidak hanya terjadi di Bank Jatim, tetapi banyak banak di seluruh Indonesia.

“Kasus itu harus ditangani secara hati-hati karena terjadi di seluruh Indonesia pada 498 kabupaten/kota dan 33 provinsi. Bila tidak hati-hati akan menyebabkan terjadi instabilitas nasional,” kata Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan M Jasin di Surabaya, Senin.

Setelah berbicara dalam seminar nasional bertema “Mencari Format Pendidikan Berkarakter” di Universitas dr. Soetomo (Unitomo) Surabaya, ia mengatakan pihaknya sudah melaporkan masalah itu kepada Presiden.

“Sekarang, masalah itu sedang dibahas Menkopolkam, Mendagri, dan Menkeu. Jadi, kalau sekarang masih belum dapat disimpulkan, karena kita tunggu hasil koordinasi kementerian terkait untuk menyelesaikan kasus itu secepatnya,” katanya.

Di sela-sela seminar yang juga dimarakkan dengan peluncuran buku karya Rektor Unitomo Surabaya Dr. Ulul Albab bertajuk “Korupsi dalam Perspektif Keilmuan” itu, ia mengatakan bahwa fee yang dimasukkan ke rekening pejabat pemerintah itu salah.

“Tapi, bila ada dampak secara nasional, kasus itu tidak serta merta harus ditangani. Karena itu, kami akan menggunakan hasil koordinasi antarkementerian untuk mengambil keputusan,” katanya.

Di Jatim, kasus fee senilai Rp71,4 miliar dari Bank Jatim kepada para pejabat di Jatim, termasuk Gubernur Jatim Soekarwo, itu ditengarai tidak masuk ke rekening pribadi para pejabat, tetapi ke rekening promosi daerah.

Sebelumnya, Gubernur Jatim Soekarwo dan Dirut Bank Jatim Muljanto menyatakan bahwa dana yang diberikan kepada pejabat itu bukan fee, melainkan dana untuk program peningkatan nasabah Bank Jatim di daerah.

“Dana itu tidak dimasukkan ke rekening pribadi sejumlah pejabat, tetapi rekening pemerintah daerah di luar kas daerah,” kata Soekarwo.

Antikorupsi

Ditanya tentang pendidikan antikorupsi seperti di perguruan tinggi, Wakil Ketua KPK M. Jasin menilai hal itu perlu dikembangkan, seperti dilakukan ITB dan Universitas Paramadina Jakarta dengan dua SKS untuk mata kuliah antikorupsi.

“Kalau narasumber dari KPK, gratis. Untuk buku, kami belum ada alokasi anggaran khusus untuk buku pendidikan antikorupsi itu,” katanya.

Selain itu, katanya, KPK juga bekerja sama dengan instansi pemerintah untuk melakukan survei integritas layanan publik pada setiap instansi pemerintah.

“Kami sudah melakukan pendataan untuk pengadaan barang dan jasa di Depkes secara `online` antara Depkes dengan KPK, kemudian hal serupa juga dilakukan KPK dengan PU untuk memantau pembangunan infrastruktur,” katanya

http://www.surya.co.id/2010/05/04/kasus-fee-perbankan-terjadi-di-mana-mana.html

Miyabi Akhirnya Bintangi Film Indonesia

Setelah sempat mengalami pro dan kontra, akhirnya film Menculik Miyabi akan segera dirilis. Film ini tetap dibintangi artis porno asal Jepang tersebut. Film ini akhirnya mengambil lokasi syuting di Jepang.


“Kita kan menghormati permintaan untuk tak mendatangkan Miyabi. Jadi kita syutingnya di Jepang,” kata Ody Mulya Hidayat, Produser Maxima Picture yang memproduksi film Menculik Miyabi saat dihubungi VIVAnews, Selasa 4 Mei 2010.

Ody mengungkapkan timnya menuju Jepang dan mulai mempersiapkan diri untuk syuting film tersebut. Syuting mulai dilakukan pada 15 Maret lalu. Film ini disutradarai oleh Findo HW. Ody memastikan film ini akan memperlihatkan sisi yang berbeda dari bintang porno yang bernama Maria Ozawa tersebut.

“Ini bener-benar berbeda dari film-film Miyabi sebelumnya. Film ini benar-benar komedi,” ucapnya

Film Menculik Miyabi akan dirilis pada 6 Mei mendatang. Film ini juga didukung beberapa artis Tanah Air seperti Nicky Tirta, Kevin Julio dan satu artis asal Taiwan. Ody menambahkan film ‘Menculik Miyabi’ itu sudah lulus sensor dan masuk dalam kategori remaja

http://www.surya.co.id/2010/05/04/miyabi-akhirnya-bintangi-film-indonesia.html

KLATEN : Belum Setahun, SD DAK Rusak

Bangunan SD yang didanai dengan dana alokasi khusus (DAK) bidang pendidikan 2009 ditemukan telah rusak meskipun belum setahun dibangun. Padahal hasil evaluasi dan monitoring dari Dinas Pendidikan juga belum selesai tetapi atap ruang kelas sudah ada yang jebol.

Anggota Komisi IV DPRD Klaten, Marjuki SIP mengatakan dari hasil sidak ke beberapa SD di Kecamatan Kemalang ditemukan kerusakan di beberapa SD. ’’Di SDN Tegalmulyo I ruang kelasnya justru tidak bisa digunakan siswa,’’ jelasnya, akhir pekan lalu.

Di sekolah tersebut atapnya bocor dan ruang kelas kemasukan air hujan sehingga tidak bisa digunakan untuk belajar siswa. Selain itu, eternit di beberapa lokasi sudah banyak yang menjamur sehingga rawan ambrol.

Kualitas kayu dan genteng menurutnya perlu dipertanyakan, sebab mutunya tidak bagus sehingga belum setahun sudah rusak. Selain itu di SDN II Tegalmulyo kondisinya tak jauh berbeda. Namun kondisi paling parah ada di SDN I Tegalmulyo.

Menurutnya, temuan itu bisa menjadi sampel di daerah lain sehingga sangat mungkin SD lain kondisinya tidak jauh berbeda. Untuk itu, DPRD meminta Dinas segera melaporkan hasil evaluasi DAK 2009 dengan total dana Rp 44 miliar.

Sebab dalam beberapa kali rapat hasilnya tak kunjung selesai dan juknis DAK 2010 juga belum dipegang. Dengan kondisi itu, wajar jika DPRD bertanya-tanya. Temuan dugaan penyimpangan di lapangan yang selama ini santer, menurutnya bukan lagi hal main-main karena buktinya sudah ada.
Mutu Jelek Ketua Komisi IV DPRD Klaten, Yoga Hardaya SH menjelaskan temuan genteng bocor memang hanya di satu ruangan. Dengan temuan itu DPRD akan mengecek SD lain, sebab bisa jadi SD lain tidak jauh berbeda kondisinya. ’’Kami sudah meminta Kepala UPTD segera merehab,’’ ungkapnya.

Dikatakannya, bisa jadi genteng bocor akibat tidak satu produsen, sehingga rawan mutunya jelek. DPRD meminta sampel itu dijadikan bahan pencermatan Dinas untuk segera menyusun laporan evaluasi. Apalagi saat ini DAK 2010 sudah mulai masuk tahapan validasi sekolah calon penerima.

Kepala Dinas Pendidikan Pemkab Klaten, Drs Sunardi MM saat dikonfirmasi mengakui adanya temuan itu. Dinas sudah meminta sekolah dan pihak terkait bertanggung jawab. ’’Jika menyalahi spesifikasi kami meminta diganti,’’ tegasnya.

Menurutnya, Dinas tidak mau tahu siapa pun yang bertanggung jawab. Apabila jika dicek nanti ditemukan penyimpangan RAB awal, semua harus diganti.
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/05/03/107924/Belum-Setahun-SD-DAK-Rusak

Oknum Polisi Surakarta Diduga Terima Suap

SOLO- Ada oknum Poltabes Surakarta yang menangani perkara penggelapan tujuh mobil diduga menerima uang suap sekitar Rp 25 juta. Uang suap itu berasal dari Warti (54) selaku pengelola mobil yang diserahkan kepada seorang konsultan bernama Dwiyono. Uang sebanyak itu diyakini mengalir ke polisi yang menangani kasus tersebut.

Adanya uang pelicin untuk mempermudah penanganan kasus itu diungkap seorang yang berinisial Bd, kemarin. Dia tahu persoalan tersebut bermula ada pertemuan di rumah makan di kawasan Manahan, Rabu (28/4) lalu.

''Pada saat pertemuan yang dihadiri Warti, Dwiyono, tiga penyidik serta seorang lawyer, menyinggung soal uang tersebut untuk memudahkan penanganan kasus penggelapan,'' jelas nara sumber yang tinggal di Solo itu. Dalam pertemuan itu, Warti menyebut nilai nominal Rp 25 juta yang sudah di­serahkan ke Dwiyono. Tujuan awal uang itu diberikan ke polisi.

''Hanya saja perwira berpangkat AKP yang turut datang dalam pertemuan itu, meminta uang tambahan Rp 2,5 juta untuk transpor mengurus izin permohonan penyitaan mobil di PN Surakarta,'' jelas sumber yang tidak mau disebutkan.

Namun saat Dwiyono saat dikonfirmasi mengelak kalau uang yang berasal dari Warti diserahkan ke penyidik.
''Uang itu saya gunakan untuk mengurus keperluan di notaris maupun membiayai jasa konsultasi,'' tegas Dwiyono, saat dihubungi Suara Merdeka, kemarin.

Terkait kasus itu, Kasat Reskrim Poltabes Surakarta Kompol Budi Wijayanto membantah anggotanya menerima uang dari Dwiyono. Meski begitu, dugaan penyuapan itu menjadi perhatian Kasat Reskrim. (G11-50)


korupsi Rp 3,8 miliar, Untuk Beli Mobil, Rumah dan Kawin Lagi

CARA pembuktian terbalik yang diterapkan penyidik di Sat Reskrim Polresta Tegal terhadap oknum kasir dan bagian pemasaran kredit PD BKK Tegal Selatan, Jabidin (45), yang diduga korupsi Rp 3,8 miliar, paling tidak cukup ampuh untuk menjerat koruptor.

Sebab, saat aroma tak sedap soal dugaan kasus korupsi itu tercium personel Sat Reskrim, banyak kendala untuk menemukan bukti-buktinya.

Baru setelah bukti dapat dikantongi cukup lengkap, penyidik mulai memberanikan diri untuk menciduknya.

Kali pertama ditangkap, Jabidin mengaku tak bisa memberikan keterangan karena masih sakit stroke. Tersangka kemudian diperiksakan di Unit Dokkes Polresta Tegal dan tersangka dinyatakan cukup mampu untuk dapat memberikan keterangan.

Awalnya tersangka berbelit-belit membeberkan tindak dugaan korupsinya. ”Uangnya untuk beli mobil. Mobilnya Toyota Kijang. Ada tiga. Tapi sudah dijual semua,” katanya.
Penyidik pun tak percaya begitu saja dan terus mengejar dengan pertanyaan lainnya. Antara lain terfokus pada pertanyaan untuk apa saja penggunaan uang sebanyak itu. Akhirnya, bukan saja untuk beli mobil. Tapi beli tanah dan untuk kawin lagi.
Kepentingan Pribadi Tersangka kemudian mengaku menggunakan uang itu untuk biaya berobat anaknya yang mencapai Rp 45 juta. Juga berobat jalan dirinya hingga menghabiskan uang sampai puluhan juta rupiah. Sampai akhirnya mengaku telah membeli tanah dan membangun sejumlah rumah.

Dicecar berbagai pertanyaan penyidik, awalnya tersangka dapat mengakui telah menggunakan uang hingga sebesar Rp 400 juta. Kemudian membengkak menjadi Rp 600 juta.

Sampai akhirnya tersangka mengakui telah menggunakan uang negara itu untuk berbagai kepentingan pribadi hingga sebesar Rp 1,8 miliar. Itu dari Rp 3,8 miliar yang dituduhkannya selama menjabat sebagai kasir dan bagian pemasaran kredit di PD BKK Tegal Selatan.

Kini penyidik pun tengah mengejar keterangan dan bukti lainnya. Sebab muncul dugaan kuat, ada oknum lain yang diduga terlibat. Penyidik sangat berharap tersangka mau berterus terang siapa saja yang diduga membantunya melakukan dugaan tindak pidana korupsi hingga muncul dugaan kerugian uang negara sebesar Rp 3,8 miliar.
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/05/04/108096/Untuk-Beli-Mobil-Rumah-dan-Kawin-Lagi

Delapan Tahun, Jalan 30 Km/Hari untuk Ngajar

PELAT nomor dan selebor sepeda motor bebek Sujiwo, salah seorang guru SDN Gunung Agung yang mengantarkan saya menuju ke rumah Drs Parman (49), tampak bergetar keras. Sebuah tanda-tanda yang wajar karena tiap hari kendaraan itu berjuang dengan batu-batu jalanan menuju sekolahnya yang terpencil.

Tapi, apa yang kami alami ini memang belum seberapa dibanding dedikasi Drs Parman yang menempuh perjalanan kaki pulang pergi sejauh 30 km dengan kondisi jalan lebih buruk, sejak 1984 hingga 1992 ke sekolahnya. Bahkan, pada tahun-tahun awal Parman dan rekan-rekannya membuat sendiri kursi dan bangku sekolahnya.

Cerita itu dimulai ketika tahun 1984, Parman yang baru saja diangkat menjadi guru agama SD berstatus pegawai negeri sipil (PNS), cukup bergembira meski gaji pokoknya hanya Rp 16.700. Dengan status barunya itu, Parman muda yang terbiasa mandiri dan prihatin sejak kecil, bersyukur karena pendapatan tetap itu bisa untuk membayar uang semesteran kuliahnya Rp 21.000.

Maka, ketika Dinas Pendidikan Kabupaten Kulonprogo memberikan surat perintah tugas di Dusun Plampang, Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap, dengan senang hati pun diterima. Saat itu Parman bersama tiga rekannya sesama guru, ditugaskan mengurus sekolah di kawasan itu.

Namun, tugas perdana itu memang tidak seperti dibayangkan Parman sebelumnya. Lokasi sekolah tersebut ternyata sangat jauh dan terpencil. Jika dihitung dari pusat Kecamatan Kokap, masih sekitar 19 km atau sekitar 60 km dari Kota Yogyakarta.

Itu pun harus melalui medan yang sangat berat, pasalnya lokasi yang dimaksud berada di perbukitan yang mengelilingi Waduk Sermo. Jalan setapak berliku dan menanjak, ia lewati dengan berjalan kaki karena mustahil menggunakan kendaraan bermotor di jalur perbukitan semacam itu.

Suatu hal yang lebih mengejutkan lagi, sesampai lokasi yang dimaksud, ternyata tidak ada tanda-tanda adanya sekolah di sana. “Ternyata pendirian SD di sana itu baru wacana, jadi memang belum ada bentuk fisik sama sekali. Nah kami ini diminta untuk babat alas,” ujar pria berpembawaan kalem itu, saat ditemui di rumahnya, Siluwok Kidul, Desa Tawangsari Kecamatan Pengasih, Senin (3/5).

Kondisi demikian tentu menuntut kerja keras. “Beruntung waktu itu ada Pak Kardi dan Pak Subari yang ditugaskan di situ bersama saya. Sedang rekan saya yang satu lagi karena perempuan, dipindah di UPT kecamatan,” kata peraih penghargaan Guru Berdedikasi Daerah Terpencil tingkat nasional tahun 2007 itu.

Langkah pertama mereka adalah mencari ruang yang bisa dipergunakan untuk belajar. Kemudian, salah seorang warga Sontoarjo (70) merelakan rumahnya yang berukuran 8 x 7 meter untuk disekat menjadi dua ruang. Di rumah sederhana berdinding gedhek itulah 80 murid angkatan pertama SDN Gunung Agung sejak Juni 1984 mulai belajar. Nama Gunung Agung sendiri diambil dari nama salah satu bukit yang berada di sekitar sekolah.

Bersama dua orang rekannya Parman sadar jika ruang semacam itu masih jauh dari memadai. Kemudian dengan ikhtiar menyediakan sarana prasarana yang lebih layak, ia menghimpun bantuan dari wali murid. Bantuan yang datang ini berupa bambu, kayu, atau gelugu. Kemudian dimulailah para guru baru, Mbah Sontoarjo dan sejumlah warga sekitar membuat meja, kursi, papan tulis, dan semacamnya.

Tiga Lokal Kelas

Segala keterbatasan alat dan ruang itu terus digunakan, sampai sekitar 1,5 tahun. Karena baru pada 1985 pemerintah membuat tiga lokal kelas. Setelah ruang kelas jadi, baru ada bantuan sarpras. Pembangunan itu pun bukan kerja yang muda, karena mobil pengangkut material tidak bisa sampai lokasi. “Harus diteruskan dengan tenaga manusia sejauh empat kilometer lewat jalan setapak. Kalau dihitung-hitung harga ongkos angkutnya lebih mahal daripada materialnya sendiri,” ujar pria kelahiran 4 Juni 1960 itu.

Menurut Parman, pendirian ruang-ruang tersebut pun tidak lepas dari peran serta masyarakat sekitar. Tanah tempat SDN Gunung Agung berdiri pun merupakan tanah wakaf dari Jo Utomo (90) yang merupakan ayah Sontoarjo.
“Sama Pak Lurah sebenarnya mau diganti tetapi Mbah Jo tidak mau. Dia Ikhlas, karena sadar di sana butuh sekolah,” ujar bapak dua anak itu.

Saat itu banyak penduduk Dusun Plampang yang terlambat bersekolah. Pasalnya, SD terdekat berjarak empat kilometer dan harus naik turun bukit dengan jalanan yang diapit tebing-tebing curam. “Banyak yang 10 tahun belum masuk SD. Karena memang kondisinya sulit, mau melepas sendiri tidak tega, kendaraan juga tidak bisa mengantar mereka. Makanya saat ada sekolah baru meski dengan segala keterbatasan, mereka sangat antusias,” imbuhnya.

Bagi Parman cerita tidak berhenti sampai gedung sekolah berdiri saja. Karena berdirinya gedung sekolah belum dilengkapi dengan sarana jalan yang memadai. Parman yang saat itu masih tinggal di Dusun Sangkrek Desa Hargorejo, Kecamatan Kokap harus pulang pergi berjalan kaki sejauh 30 km untuk menunaikan kewajibannya sebagai seorang guru. “Selepas subuh saya sudah berangkat,” imbuh sosok yang sangat bersahaja itu.

Rutinitas itu berjalan selama tahun 1984 hingga 1992. Jalan menanjak, tanah becek sudah menjadi makanan sehari-harinya.
“Persoalannya bukan apa-apa. Mau beli motor belum kuat. Lagi pula kalau pakai motor pun masih harus berjalan empat kilometer lagi. Seperti Pak Subari itu, dia sudah punya motor duluan. Motor dititipkan rumah mantan lurah terus jalan ke atas empat kilometer,” ujarnya.

Kebiasaan itu, menurut Parman, dilakoninya dengan senang hati, meski selama perjalanan ia tidak pernah membawa bekal. “Yang bikin takut itu ya banyak anjing, dan boros sepatu,” terang Parman yang sepatunya selalu rusak tiap enam bulan itu.

Tahun 1988 Parman lulus dari IAIN Sunan Kalijaga, dan bergelar doktorandus untuk Pendidikan Agama Islam. Lepas sebeban kuliah, Parman bisa sedikit menabung. Tahun 1992 berani membeli sepeda motor. “Itu saja saya kredit dari koperasi, sepeda motor Yamaha L2 Super yang saya kredit pun sudah seken,” tuturnya.

Sepeda Motor

Dengan mempunyai sepeda motor, perjalanan kaki Parman tinggal empat kilometer. Setelah sebulan punya kendaraan, ia baru berani menikahi Dra Sulastri yang kini menjadi guru Bahasa Indonesia di SMA 3 Bantul.
Sampai 1997 jalan menuju SDN Gunung Agung masih berupa setapak dan belum ada kendaraan sampai ke sekolah. Baru sekitar 2005 dilakukan pengerasan jalan dan jalur cone block. Meski saat ini jalur itu sudah umum dilewati sepeda motor, namun jalur tersebut masih jauh dari nyaman.

Selain itu, SDN Gunung Agung pun belum mempunyai saluran listrik sendiri. “Listrik yang ada sekarang ini ngganthol dengan kabel sepanjang empat kilometer. Kalau menghidupkan komputer saja tidak bisa,” cerita guru yang sejak Oktober 2009 lalu dipindah menjadi Kepala SDN Sungapan, Desa Hargotirto.

Terkait dengan hal semacam itu, Parman mengimbau pemerintah supaya bisa memahami betul kondisi sekolah-sekolah terpencil. “Pemerintah sebaiknya bisa melihat langsung kondisi sekolah terpencil. Jangan cuma percaya laporan saja. Yang patut dipikirkan juga selain sarpras fisik sekolah, adalah perbaikan akses menuju sekolah,” terangnya.

Pernyataan Parman memang bukan sekadar omong kosong. Wajar jika ia punya unek-unek semacam itu. Selama 25 tahun ia telah mendedikasikan diri pada SDN Gunung Agung, tanpa imbalan lebih dari haknya sebagai PNS.

Ia tidak menuntut lebih dengan keadaan pribadinya sekarang. Baginya kebesaran Tuhanlah yang akan menunjukkan jalan bagi manusia, meski harus melalui serangkaian perjuangan yang berat. “Ya sekarang saya sangat bersyukur, sudah bisa punya rumah, punya motor, bisa menyekolahkan anak. Bagi saya ini adalah jalan yang sudah ditunjukkan Tuhan. Cuma pemerintah harus lebih paham kondisi di daerah terpencil seperti di Gunung Agung itu,” tuturnya

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/05/04/108200/Delapan-Tahun-Jalan-30-KmHari-untuk-Ngajar

Perampokan di Nguter Mirip Kasus Grobogan

Sukoharjo, CyberNews. Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Alex Bambang Riatmodjo menyatakan, pelaku perampokan toko emas Hendra di Nguter yang disertai dengan penembakan pada Kanit Intelkam Polsek Nguter Aiptu Supriyono, modus operandinya mirip dengan kasus Grobogan.

"Sampai saat ini masih diselidiki. Yang jelas, modus operandinya mirip dengan kasus perampokan di Grobogan," ujarnya usai menjenguk Aiptu Supriyono di ruang ICU RS Dr Oen Solo Baru.

Dikatakan, sejauh ini pihaknya juga belum mendapatkan laporan dari Laboratorium Forensik (Labfor) Polda Jateng mengenai hasil uji balistik peluru yang digunakan dua pelaku perampokan. Hal tersebut dikarenakan tim Labfor juga sedang menangani kasus kebakaran yang terjadi di Semarang.

Karena itu, belum bisa diidentifikasi apakah peluru yang dimuntahkan dari senjata api perampok berasal dari revolver atau FN. "Belum ada laporan dari Labfor," katanya.

Namun demikian pihaknya tetap akan mendalami kasus tersebut, karena kuat dugaan pelaku berkaitan dengan aksi-aksi perampokan yang terjadi di daerah lain. Berkait dengan penghargaan untuk Aiptu Supriyono, Kapolda menegaskan tetap akan diberikan.

Sementara itu Aitu Supriyono sendiri, sejak kali pertama masuk RS Dr Oen Solo Baru (30/4) lalu hingga saat ini masih berada di ruang ICU.

Hal tersebut dilakukan tim medis agar pengawasan terhadap kondisi pasien terpantau. Meskipun, proyektil peluru yang bersarang di tulang pinggulnya sudah berhasil diangkat.

artikel terkait:

http://kusnadiyono.blogspot.com/2010/04/perbedaan-pistol-dan-revolver.html

sumber;

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/05/03/53607/Perampokan-di-Nguter-Mirip-Kasus-Grobogan

Monday, May 3, 2010

Perampok Tembak Mati 2 PNS,

Dua perampok bersenjata yang beraksi pada Senin pagi menewaskan dua pegawai Unit Pelaksana Teknis Daerah Pendidikan Kesambi, Cirebon, serta membawa kabur uang Rp 600 juta, yang merupakan gaji pegawai yang baru diambil dari bank.

Dua korban tewas tersebut adalah Sutikono (55) dan Rudiman (55). Sutikno tertembak pada dadanya, dan Rudiman tertembak pada empat bagian pada tubuhnya.

Kepala UPTD Kesambi Diknas Kota Cirebon Toto Suprapto, beberapa saat setelah kejadian, mengatakan, biasanya korban mengambil uang gaji tersebut memakai mobil dinas kepala instansi tersebut.”Karena hari ini saya ada pertemuan dinas, maka yang bersangkutan berinisiatif mengambil sendiri dengan naik sepeda motor,” katanya.

Pagi itu, Sutikono dan Rudiman mengambil uang gaji untuk 300 guru se-Kecamatan Kesambi, Cirebon, di Bank Jabar Cabang RS Gunung Jati Cirebon. Menurut keterangan sejumlah orang, tampaknya dua korban dibuntuti dua orang bersepeda motor.

Sekitar 100 meter dari bank Jabar Cabang RS Gunung Jati di Jl Soedarsono, perampok memepet korban dan menembak Sutikno.Karena Sutikno tertembak, Rudiman berusaha menyelamatkan uang dengan memacu sepeda motornya, tetapi ia juga dikejar oleh perampok dan ditembak sampai empat kali.

Kapolwil Cirebon Kombes Tugas Dwi Aprianto di lokasi kejadian mengatakan, pihaknya masih menyelidiki kasus perampokan tersebut. Polisi menemukan slongsong peluru di lokasi kejadian perkara yang diduga dari pistol.


sumber :
http://www.surya.co.id/2010/05/03/rampok-bersenpi-tewaskan-2-orang.html

mafia Surabaya: Tiga Konsultan Pajak Ditangkap

Pengusutan mafia pajak jaringan Surabaya terus berkembang. Setelah para pegawai Dirjen Pajak, kali ini para konsultan pajak diringkus. Dalam gelar perkara, Polwiltabes Surabaya, Minggu (2/5), diungkap tiga tersangka baru dari kalangan konsultan pajak.

Ketiganya adalah Sudarmono, 43, warga Dusun Urangagung, Kec Wonoayu, Sidoarjo, Erni Rusdiana, 34, warga Perum Magersari Permai, Sidoarjo, dan Herman Susilo, 33, warga Jalan Mutiara, Driyorejo, Gresik.

Mereka masih terkait jaringan mafia pajak di lingkungan Dirjen Pajak Surabaya. Kasat Reskrim Polwiltabes Surabaya AKBP Anom Wibowo mengatakan, mereka ini disangka memalsukan surat setoran pajak (SSP) yang seharusnya dibayarkan ke bank, sehingga kerugian yang diderita wajib pajak mencapai ratusan juta rupiah.

Awalnya, kata Anom, Polisi menangkap tiga PNS pajak pada 18 April, kemudian bertambah satu PNS pajak pada 20 April dan satu lagi pada 26 April. Tiga PNS pajak yang ditangkap pada 18 April adalah Suhertanto, 33, Jl Bratang Gede, yang menjadi juru sita.

Berikutnya Edwin, 41, warga Perumahan Marga Kencana Selatan, Cijawura, Buah Batu, Bandung dan Jalan Sidosermo Indah, Surabaya. Dia menjadi Kasi Penagihan KPP Pratama Surabaya, Rungkut. Selain itu, Dino Arnanto, 42, warga Medokan Asri Barat I, yang menjadi operator consule KPP Pratama Surabaya Mulyorejo.

Amirul Yusuf Suharto,35, warga Jalan Menur Pumpungan III, Surabaya yang menjabat PHL petugas penyimpan dokumen Seksi Pelayanan KPP Pratama Surabaya Rungkut. Pada 26 April polisi menangkap Mohammad Ishak Hariyanto, 31, yang beralamat di Jalan Perum Griya Pesona Asri M, yang merupakan account representative di KPP Pratama Surabaya Sawahan.

Kemarin, Anom menjelaskan kelima tersangka akhirnya dijerat pasal korupsi UU 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU RI 43/2009 tentang Kearsipan.

Pekan lalu, Kejari Surabaya mengungkapkan baru tiga tersangka yang dijerat pasal korupsi. Menurut Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejari Surabaya, I Gede Ngurah Sriada, dasar sangkaan ini diumasukkan dalam Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang diterbitkan kejari.

Dua tersangka baru yang dijerat pasal korupsi itu adalah Mohammad Ishak Hariyanto dan Amirul Yusuf Suharto. Di luar lima nama ini dan tiga kosultan pajak, ada 10 tersangka lain yang turut ditahan karena terlibat jaringan mafia pajak ini.

Selain itu, polisi juga mengungkap modus operandi penggalapan pajak perusahaan seperti yang dilakukan pada PT Mas Indra yang beralamatkan di Rungkut, Surabaya. Seharusnya, perusahaan yang bergerak dalam bidang farmasi itu mempunyai tanggungan pajak kepada negara sebesar Rp 575 juta. Namun, oleh para tersangka dimintai Rp 250 juta.

Dengan membayar uang tersebut, para tersangka menjanjikan menghapus piutang pajak PT Mas Indra. “Hal itu terjadi pada April 2009,”lanjut AKP Arbaridi Jumhur.

Setelah mendapatkan pembayaran dari PT Mas Indra, para tersangka membagi uang yang seharusnya masuk ke negara. Rinciannya, Suhertanto mendapat bagian Rp 50 juta, Ishak Rp 30 juta, Dino Rp 20 juta, Amirul Rp 2 juta dan sisanya masuk ke Edwin. “Tersangka Edwin merupakan otak pelaku,” imbuh Jumhur.

PT Mas Indra merupakan salah satu perusahaan yang pajaknya pernah diselewengkan para tersangka. Selain itu, masih ada sekitar lima perusahaan lagi yang pajaknya dikemplang. “Sekarang kami masih mendalami 350 perusahaan yang diduga pajaknya juga digelapkan,” timpal Anom.

Dari kelima tersangka PNS, polisi menyita beberapa barang bukti yang diduga hasil menggelapkan uang pajak. Di antaranya, sertifikat hak guna bangunan atas nama Noertatik yang berlokasi di Sumber Porong Lawang Malang dari tangan Suhertanto, uang tunai puluhan juta rupiah, beberapa handphone, sepeda motor dan lainnya.
http://www.surya.co.id/2010/05/03/tiga-konsultan-pajak-ditangkap.html

Saturday, May 1, 2010

Lamaran Ditolak, Polisi Bawa Kabur Gadis SMP

Anggota Polsek Kademangan Probolinggo, Briptu Sg, dilaporkan Sayudi, 52, orangtua seorang siswi Kelas III SMPN I Sumberasih, Kabupaten Probolinggo ke Mapolres, Jumat (30/4).

Briptu Sg diduga membawa kabur IT, 16, saat yang bersangkutan berada di sekolah.

Sayudi, warga Dusun Talang, Desa Jangur, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo datang ke Mapolresta Probolinggo, selain bersama IT, putri tercintanya juga ditemani Jama’an, anak menantunya. Mereka langsung menuju ruangan provost Polresta. Hampir dua jam tim penyidik meminta keterangan Sayudi dan IT.

Disebutkan, IT dibawa kabur oleh Sg pada Selasa (27/4). “Sekitar pukul 9.00 pagi, anak saya dijemput di sekolahannya,” kata Sayudi, usai melaporkan kejadian tersebut.

Sayudi mengetahui anaknya dibawa lari oleh seseorang, dari beberapa teman sekolah IT. Mendengar itu, ia bersama pihak keluarga lainnya, mencari ke mana-mana. Dirasa usahanya buntu, ia kemudian menyuruh Munir, tetangga dekatnya, untuk mencari informasi keberadaan putri tercintanya.

Atas bantuan Munir, tidak berapa lama, sekitar pukul 16.30 WIB, IT ditemukan di kediaman Sg di Kelurahan Sumber Wetan, Kecamatan Kedopok, Kota Probolinggo. Sayudi meminta bantuan Munir, karena ia menjadi perantara saat Sg melamar IT.

Disebutkan bahwa Sg yang telah ditinggal mati oleh istrinya dan memiliki anak ini sebelum kejadian, pernah melamar IT. Namun, oleh orangtua IT ditolak karena Sayudi menghendaki anaknya melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi.

“Ia memang sempat melamar anak saya untuk dijadikan istri, namun saya tolak,” ujar Sayudi yang sehari-hari berdagang kasur ini.

Kapolresta Probolinggo AKBP Agus Wijayanto saat dikonfirmasi membenarkan adanya laporan Sayudi. Dalam laporan itu disebutkan bahwa Sg, seorang anggota polisi, telah membawa lari anak Sayudi.

“Ya, kami terima laporan Sayudi dan akan kami tindaklanjuti,” kata Kapolres.

Atas persoalan ini, AKBP Agus Wijayanto yang baru sehari menjabat Kapolresta ini mengaku akan menindak tegas anggotanya jika terbukti melanggar hukum. “Kami akan menindak tegas, baik mengenai kedisiplinannya ataupun pelanggaran terhadap Undang-undang Perlindungan Anak,” tegas Agus Wijayanto.

Namun, Kapolres yang asli Klaten, Jawa Tengah, ini menjelaskan, pemeriksaan terhadap IT akan dilanjutkan, Senin (3/5) depan, karena yang bersangkutan hendak berekreasi ke Jogjakarta bersama teman-teman sekolahnya. “Hari Senin pemeriksaan akan kami lanjutkan. “Mengenai hasil visumnya, belum keluar,” pungkasnya.

http://www.surya.co.id/2010/05/01/lamaran-ditolak-polisi-bawa-kabur-gadis-smp.html