Showing posts with label Kesehatan. Show all posts
Showing posts with label Kesehatan. Show all posts

Friday, October 29, 2010

Rp 15 M untuk Bebaskan Bali dari Rabies

Wabah rabies yang terus memakan korban jiwa di Bali menimbulkan keprihatinan bagi semua pihak. Untuk menanggulangi wabah mematikan ini, pemerintah pusat berencana mengucurkan dana Rp 15 miliar dalam rangka membantu target Bali bebas rabies pada tahun 2012.

Dana yang telah disetujui oleh anggota DPR ini diperkirakan dapat segera cair dalam waktu dekat. "Akhir bulan ini, dananya sudah bisa dicairkan," ujar Ketua Komisi IV DPR RI Siswono Yudo Husodo, di kantor Gubernur Bali, Kamis (28/10/2010).

Siswono tidak ingin wabah rabies di Bali dapat merusak citra pariwisata di mata dunia sehingga pemerintah pusat pun serius terlibat dalam upaya pengentasan wabah rabies ini.

Nantinya, dana Rp 15 miliar tersebut akan dialokasikan untuk pengadaan stok vaksin sebesar Rp 5 miliar dan Rp 10 miliar untuk biaya operasional penyebaran vaksin di seluruh wilayah Bali. Gubernur Bali Made Mangku Pastika berharap, tambahan dana ini mampu membantu program pemerintah daerah dalam menanggulangi rabies.

"Dengan tambahan dana itu, kita akan cepat bergerak. Apalagi, waktu kita pendek untuk mengejar target Bali bebas rabies 2012," tandas Pastika.

Sejauh ini Pemerintah Provinsi Bali telah menghabiskan dana hingga Rp 25 miliar untuk menanggulangi wabah rabies, tetapi hasilnya masih belum maksimal. Selain karena masih banyaknya anjing liar yang tak terjangkau, kondisi kearifan lokal yang menjadikan anjing sahabat dan penjaga keamanan juga dianggap menjadi kendala.

http://regional.kompas.com/read/2010/10/28/17150955/Rp.15.M.untuk.Bebaskan.Bali.dari.Rabies

Sunday, October 3, 2010

Penelitian Sifilis: Amerika Sebabkan 700 orang Guatemala Sakit Kelamin.

Presiden Guatemala Alvaro Colom teramat murka. Baru saja dia memperoleh informasi paling andal soal perilaku Uncle Sam (US alias Amerika Serikat alias Paman Sam) yang membuat warganya menderita selama 60 tahun. ‘

Adalah Profesor Susan Reverby dari Wellesley College yang buka suara soal uji coba obat penisilin untuk penumpas penyakit kelamin, sifilis. “Percobaan itu sudah berlangsung sejak 1940-an terhadap warga Guatemala,” kata Reverby.

Menurut catatan media massa seperti AFP dan AP pada Sabtu (2/10/2010), penelitian oleh Reverby menunjukkan penelitian medis Amerika menyebabkan hampir 700 orang di Guatemala terkena dua jenis penyakit kelamin. Para pasien dalam penelitian ini adalah para tahanan dan orang yang mengalami gangguan jiwa. Ironisnya, mereka tidak menyadari digunakan sebagai objek penelitian. Sifilis dapat menyebabkan gangguan jantung, kebutaan, penyakit jiwa, dan bahkan kematian.

Tak cuma itu, kata Reverby, para dokter menggunakan pelacur yang terkena sifilis untuk ditularkan kepada para pasien tadi. Dari situlah kemudian para peneliti itu memperoleh jawaban ampuh tidaknya penisilin sebagai obat sifilis. Termasuk, bisa tidaknya antibiotik itu dipakai sebagai salah satu pengobatan jangka panjang di kemudian hari.

Memang, menurut Reverby, para pasien kemudian diobati. Cuma, problemnya, tidak jelas berapa orang yang sembuh. Para korban sampai sekarang belum mendapatkan ganti rugi. Meski, selain Presieden AS Obama, Presiden Bill Clinton saat berkuasa juga pernah meminta maaf.

Kejahatan kemanusiaan

Sudah barang tentu kemudian Presiden Colom bak tersengat setrum kuat. Dalam bahwa kebijakan AS kala itu merupakan kejahatan kemanusiaan. “Rakyat dan media Guatemala sangat marah,” kata orang nomor satu Guatemala itu, yang sejatinya negaranya adalah sekutu dekat AS.

Menurut laporan media pula, Presiden Barack Obama telah meminta maaf kepada Colom. Menurut Obama eksperimen itu bertentangan dengan nilai-nilai yang dijunjung Amerika. “Amerika berjanji melakukan penyelidikan,” kata Obama.

Barack Obama, sebagaimana pernyataan Gedung Putih, juga memastikan tekad Amerika untuk menjamin semua penelitian medis terhadap manusia memenuhi standar hukum dan etika internasional.

Kemudian, pernyataan bersama Menteri Luar Negeri Hillary Clinton dan Menteri Kesehatan Kathleen Sebelius mengatakan, “Walaupun insiden ini terjadi lebih dari 64 tahun lalu, kami sangat marah penelitian tercela itu terjadi dengan kedok kesehatan masyarakat”.

“Kami sangat menyesalkan ini terjadi, kami meminta maaf kepada semua warga yang terkena penelitian menjijikkan ini,” imbuh keduanya. “Mungkin saja, insiden seperti ini terjadi di negara lain di dunia namun sebagai presiden dan warga Guatemala, saya harapkan, insiden ini tidak terjadi di negara ini,” demikian Presiden Alvaro Colom

Tuesday, April 27, 2010

Selama 22 Tahun Kodiron Diikat di Ranjang

TERBARING di sebuah tempat tidur berukuran dua kali satu meter, Muhammad Kodiron (22) warga RT 11/RW 01 Dusun Cengis, Desa Simpur, Kecamatan Belik, Kabupaten Pemalang, terus menahan kesakitan. Sudah 22 tahun anak pasangan Tarno (65) dan Maskuri (45) itu terbaring dengan diikat di ranjang. Kodiron diikat karena terus melukai dirinya sendiri. Perjaka yang terlihat selalu gembira itu mengalami penyakit lumpuh dan saraf.

Kedua tangan dan kakinya terus bergerak tak karuan. Kaki kanan yang terus digesek-gesekan pada kaki kiri terpaksa diikat dengan tali pada ranjang. Begitu pula dengan kedua tangannya yang terus bergerak mencakar muka dan badannya. Sebuah kipas angin besar selalu menyala untuk mendinginkan keringat Kodiron yang selalu bercucuran.

Bau menyangat tak dapat dihindari, sebab segala kegiatan Kodiron dilakukan di ranjang yang diletakan di ruang tamu ,berdekatan dengan jendela rumah. Rumah sangat sederhana dengan berdinding anyaman bambu itu melengkapi penderitaan keluarga Tarno.

”Sudah sejak delapan bulan, Kodiron mengalami kejang-kejang. Kaki dan tangannya tidak mau berhenti bergerak. Saya sudah berusaha untuk menyembuhkan penyakit Kodiron, tapi Tuhan belum mengizinkan untuk sembuh,” kata Tarno yang mengaku sudah tidak mampu lagi membiayai anaknya berobat.

Tarno menceritakan, anak ketiga dari tiga bersaudara itu saat dilahirkan kelihatan normal. Namun pada usai delapan bulan, Kodiron mengalami penyakit panas. Kakinya lumpuh dan terus bergerak. Keluarga telah berusaha untuk mengobatkan Kodiron ke dokter. Bahkan, orang pintar (paranormal) sudah didatanginya untuk menyembuhkan penyakit aneh anaknya itu. ”Kalau makan disuapi, dan kegiatan lainnya dilakukan di ranjang,” terang Tarno yang kesehariaanya bekerja sebagai buruh tani.
Hanya Pasrah Keluarga hanya pasrah dengan keadaan Kodiron. Ketidakmampuan keluarga membuat Kodiron hanya diberi makan seadanya. Tapi, keluarga memiliki harapan agar Kodiron bisa normal layaknya pemuda lainnya.

Kodiron yang senang bercanda dengan tetangganya, selalu merasa kesakitan di sekujur tubuhnya. Dia sangat berharap hidupnya kembali normal. Dia ingin cepat sembuh. Harapan terdekatnya, ingin jalan-jalan bersama teman sebayanya. ”Saya ingin jalan-jalan lihat cewek,” katanya dengan tertawa lebar.

Kegembiraan Kodiron menutupi semua kelemahannya. Warga sekitar tak canggung untuk ngobrol dengannya. Bahkan, Kodiron kerap dimintai bantuan untuk menyelesaikan masalah. Sebab, menurut warga sekitar, Kodiron memiliki kelebihan layaknya paranormal.

Kepala Desa Simpur Jaenudin didampingi Kadus 1 Cengis, Tarjuki mengungkapkan, sejauh ini bantuan telah berdatangan untuk meringankan beban Kodiron. Namun, belum ada solusi untuk menyembuhkan penyakitnya
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/04/26/107071/Selama-22-Tahun-Kodiron-Diikat-di-Ranjang

Tuesday, April 6, 2010

Musahwi, Umur 40 Tahun, Menderita Kaki Gajah 31 Tahun

Seorang warga Pamekasan, Jawa Timur, Musahwi (40) menderita penyakit kaki gajah sejak 1979, namun hingga kini belum mendapatkan pengobatan secara memadai. "Awalnya bengkak kecil, namun lama kelamaan membesar seperti sekarang ini," kata Musahwi, warga Dusun Jembul Desa Tanjung Kecamatan Pademawu, Pamekasan, saat dikunjungi wartawan, Selasa (6/4/2010).

Ia mengaku telah menderita penyakit kaki gajah (filariasis) saat ia masih berusia sembilan tahun. Menurut dia, penyakit kaki gajah yang dideritanya itu semakin parah sejak 2005. Ia menuturkan, dulu pernah memeriksa penyakit yang dideritanya itu ke puskesmas terdekat di Pademawu, dan Rumah Sakit Saerah (RSD) Pamekasan. Namun karena tidak punya biaya, ia terpaksa membiarkan penyakit yang dideritanya itu. "Waktu itu disarankan opname di rumah sakit. Namun kami tidak mempunyai biaya terpaksa dibiarkan sampai sekarang," kata Musahwi.

Menurut tinjauan medis, seseorang dapat tertular penyakit kaki gajah (filariasis) jika digigit nyamuk yang mengandung larva stadium III (L3) sewaktu menghisap darah penderita. "Saat itulah benih penyakit langsung menular kepada orang tersebut," kata Humas RSD Pamekasan, dr.Iri Agus Subaidi.

Menurut dr Iri Agus Subaidi, hasil pemeriksaan sementara, yang bersangkutan memang layak mendapat bantuan pengobatan gratis karena miskin. Hanya saja, kata dia, belum bisa secepatnya dirujuk ke rumah sakit karena perlu kelengkapan administrasi. "Kalau berkas administrasinya sudah lengkap, nanti bisa langsung dirujuk ke RSD Pamekasan dan pengobatannya gratis melalui program jamkesmas," kata dr.Iri Agus Subaidi menjelaskan.

Di Indonesia, penderita penyakit Kaki gajah tersebar luas hampir di seluruh Propinsi. Komite Ahli Pengobatan Filariasis Indonesia (KAPFI) belum lama ini melaporkan, hingga 2008 lalu, masih terdapat sebanyak 11.699 penderita kaki gajah tersebar di 316 kabupaten/kota di Indonesia. Diperkirakan 125 juta penduduk Indonesia sangat berisiko tertular filariasis. Menurut dr. Iri Agus Subaidi, penyakit kaki gajah memang cendrung berkembang di negara yang memiliki dua musim. Artikel terkait

sumber : http://regional.kompas.com/read/2010/04/06/10412599/Umur.40.Tahun..Menderita.Kaki.Gajah.31.Tahun

Wednesday, March 24, 2010

lokalisasi Dolly, Surabaya, .Bos, Mampir Bos!

Kawasan pelacuran di Dolly dan Jarak, Surabaya, seperti gula yang dikerumuni semut. Di balik sensasi bursa seks yang menggeletarkan berahi, menggeliat pula bisnis bernilai miliaran rupiah yang menguntungkan ribuan orang. Wacana relokasi pun akhirnya berbenturan dengan bermacam kepentingan.

Denyut kehidupan Dolly di Jalan Kupang Gunung Timur I sepanjang 150-an meter di Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, dimulai saat petang. Demikian pula sepanjang Jalan Jarak—jalan utama kawasan pelesiran terbesar di Surabaya ini.

Ketika hari beranjak gelap, lampu di puluhan wisma Gang Dolly yang berderet di kiri-kanan jalan itu menyala. Sinar gemerlapan menyoroti tubuh-tubuh perempuan yang duduk mejeng di kursi sofa dalam etalase dengan dinding kaca tembus pandang.

Ratusan orang berjalan kaki hilir mudik sambil celingukan memelototi para perempuan berdandan seksi yang dipajang bak dagangan itu. Mereka—biasa disebut pekerja seks komersial (PSK)—memperlihatkan ekspresi malu, cemas, sekaligus menggoda. ”Bos, mampir, bos. Hanya Rp 80.000, pelayanan dijamin oke. Karaoke atau Minakjinggo. Miring penak, jengking monggo!” Begitu para makelar itu berlomba menawarkan ”dagangannya” dengan sapaan sok akrab sambil menyeret lengan orang-orang yang lewat.

Etalasenya mirip dengan etalase hidup di Zeedijk, distrik lampu merah dan pelacuran terkenal dekat Centraal Station, stasiun besar di kota Amsterdam, Belanda. Akan tetapi, jika di Zeedijk para penjaja seksnya berpose berdiri di etalase dan lenggang-lenggok seperti di catwalk, maka di Dolly mereka duduk berjajar di sofa empuk, di balik etalase di pinggir jalan. Disorot lampu terang benderang....

Setelah itu, semuanya berlangsung singkat. Pengunjung yang berhasrat tinggal menunjuk perempuan yang diminati. Makelar—di beberapa wisma bahkan memakai seragam batik lengan pendek—segera menuntun si tamu ke ” kamar praktik” di wisma.

Bersamaan dengan roda bisnis seks yang berputar, ekonomi rakyat juga berdenyut. Itu terlihat dari ratusan mobil dan motor yang memenuhi teras rumah penduduk yang disulap jadi lahan parkir. Tarif parkir mobil sekitar Rp 20.000, motor Rp 3.000. Jika menginap, tarifnya bisa berlipat.

Para penjaja makanan, penganan kecil, minuman, dan rokok tak mau ketinggalan. Jalan yang sesak itu pun menjadi riuh oleh ”teng-teng” tukang nasi goreng, kepulan asap tukang sate, atau dentingan minuman keras. Taksi, becak, bahkan pengemis pun turut memeriahkan jalanan sempit itu. ”Sudah lima tahun saya jualan di sini. Pendapatan kotor rata-rata Rp 400.000 per malam,” kata Supin (46), pedagang kaki lima yang menjual aneka minuman dan rokok di Jalan Jarak, di ujung Gang Dolly.

Suasana di lokalisasi Jarak, yang tersebar di perkampungan padat di seberang Dolly, juga begitu. Tak hanya malam hari, perputaran ekonomi juga menggeliat pada pagi dan siang hari, ketika para PSK sedang beristirahat. Saat itu, banyak ibu rumah tangga mencucikan baju para PSK, pedagang pakaian menawarkan pembelian kredit, dan para pedagang minuman memasok bir atau bermacam minuman keras lain. ”Cuci satu baju Rp 1.000, celana panjang Rp 1.500, satu singlet Rp 500. Satu hari, saya bisa dapat Rp 30.000,” kata Narti (37), warga Putat Jaya yang menekuni jasa cuci baju sejak lima tahun terakhir.

Keramaian di Dolly dan Jarak menggambarkan, betapa banyak orang yang kecipratan rezeki. Keberadaan bisnis seks itu telanjur memberikan mutiplying effect (dampak berganda) yang menghidupkan ekonomi rakyat setempat. Pada titik tertentu, bahkan sebagian masyarakat sudah menggantungkan kebutuhan hidup dari situ.

Miliaran rupiah

Kawasan Dolly, yang mencakup RW 12 dan RW 6 dan hanya sepanjang sekitar 150 meter, diperkirakan mempunyai 55 wisma dan sekitar 530 PSK. Masing-masing wisma menampung sekitar 10-30 PSK. Itu menurut data terakhir yang dihimpun Yayasan Abdiasih, lembaga swadaya masyarakat di Dolly. Di lokalisasi Jarak di perkampungan seberang Dolly yang seluas sekitar tiga hektar, itu ada 400-an wisma dengan 2.155 PSK yang tersebar di RW 10, RW 11, dan RW 3.

Jika Dolly identik dengan jasa seks bagi kalangan kelas menengah, Jarak lebih murah dan banyak didatangi kelas bawah. Jasa PSK di Dolly sekitar Rp 70.000- Rp 130.000 untuk sekali kencan selama satu jam. Di Jarak, tamu hanya perlu merogoh kocek Rp 60.000-Rp 70.000 sekali kencan.

Sebenarnya berapa jumlah uang yang beredar di Dolly-Jarak setiap malam?

Jika satu PSK melayani sekitar 10 tamu per malam dengan tarif rata-rata Rp 100.000 sekali kencan, uang yang beredar di Dolly sekitar Rp 530 juta per malam. Dengan penghitungan satu PSK di Jarak punya tiga tamu dengan tarif Rp 70.000 sekali kencan, maka transaksi bisnis seks di situ mencapai Rp 452,55 juta per malam.

Jadi, total uang yang beredar di Dolly dan Jarak mencapai Rp 982,55 juta per malam. Jika hitungan itu diperpanjang selama satu bulan, total peredaran uang di dua kawasan itu berkisar Rp 29,476 miliar per bulan! Itu pun hanya menghitung jasa pelayanan seks oleh PSK, belum mencakup penjualan minuman, makanan, dan lain-lain yang mencapai ratusan juta rupiah.

Taruhlah jika satu wisma menjual dua kerat bir seharga sekitar Rp 250.000 per kerat, maka total transaksi penjualan bir dari 455 wisma di Dolly-Jarak mencapai Rp 227,5 juta per malam. ”Itu hitungan minimal. Pendapatan kami dari menjual bir malah sering Rp 1 juta per malam,” kata Bambang (42), pengelola wisma dan karaoke di kawasan Dolly.

Roda ekonomi miliaran rupiah itu berpangkal pada jasa pelayanan seks oleh PSK. Dari total tarif jasa pelayanan kencan, seorang PSK rata-rata hanya menerima separuhnya, bahkan kurang. Separuh lagi masuk kantong germo atau muncikari. Sebagian kecil disimpan sebagai laba bersih, sebagian lagi untuk membiayai operasional wisma, membayar makelar, preman, keamanan, dan berbagai pungutan lain.

Begitulah, dalam bisnis seks PSK adalah mesin industri yang menghidupkan hampir semua lini. Mereka dieksploitasi untuk mendulang uang yang dinikmati banyak kalangan. Jika sudah beranjak tua dan kehilangan pesona seksual, dengan sendirinya PSK itu bakal tersingkir.

Relokasi

Di luar hitung-hitungan bisnis tadi, sebagian masyarakat Surabaya menginginkan, Dolly-Jarak dipindah saja ke wilayah pinggiran kota. Alasannya, praktik pelacuran itu menyalahi aturan dan moral agama. Apalagi, kawasan tersebut berada di tengah kota yang padat pemukiman sehingga dikhawatirkan berdampak buruk bagi masyarakat.

Wacana relokasi Dolly-Jarak sudah muncul sejak tahun 1984, ketika Kota Surabaya dipimpin Wali Kota Muhaji Wijaya. Namun, sampai kini, wacana itu timbul-tenggelam tanpa kejelasan. Banyaknya kepentingan yang bermain dalam bisnis miliaran rupiah di situ akhirnya mengandaskan rencana relokasi.

Kepala Dinas Sosial Pemerintah Kota Surabaya Muhammad Munif menegaskan, pemerintah tidak pernah memberi izin pada lokalisasi di Dolly-Jarak yang tumbuh alami sejak tahun 1960-an. ”Secara hukum sudah jelas, prostitusi dilarang. Tapi, kami tidak bisa merelokasi begitu saja karena masalahnya kompleks,” katanya.

Meskipun demikian, menurut Camat Sawahan Dwi Purnomo, isu relokasi itu ”baru sebatas wacana di luaran”. Di kalangan masyarakat setempat di Dolly dan Jarak sendiri, menurut Dwi Purnomo, ”tidak ada gejolak”. Artinya, tak ada protes warga setempat terhadap kegiatan di Dolly. ”Saya sendiri belum dengar adanya rencana penggusuran. Kalau toh ada, tentunya saya orang pertama yang diberitahu. Itu baru sebatas wacana saja,” kata Dwi Purnomo.

Memang, wacana relokasi perlu disertai berbagai pertimbangan sosial-ekonomi yang matang. Salah satunya, jika Dolly-Jarak dipindah, bagaimana nasib ribuan orang yang telanjur menggantungkan hidupnya dari bisnis seks itu?

http://regional.kompas.com/read/2008/04/20/12364278/Bos..Mampir.Bos.

76 Persen PSK Dolly Idap Penyakit Seks Menular

Sebanyak 76 persen dari 1.287 pekerja seks komersial yang bekerja di lokalisasi Dolly, Jalan Putat Jaya dan Jalan Jarak, Surabaya, mengidap infeksi penyakit seks menular. Data ini diperoleh dari Puskesmas Putat Jaya yang secara rutin melakukan pengontrolan. Adapun jenis penyakit yang diderita para PSK, antara lain, HIV/AIDS, gonore, sipilis, herpes, kondiloma, kandida, dan trikomonas vaginalis. "Jenis penyakit kelamin menular tersebut bisa menjadi pembuka jalan masuknya virus HIV ke tubuh manusia dan risiko tertularnya sangat tinggi melalui proses hubungan seks," ujar Kepala Puskesmas Putat Jaya Hartati saat dikonfirmasi, Selasa (23/3/2010).
Pihaknya mencatat, sepanjang 2010 ini, 16 pengidap HIV baru terdeteksi di Dolly dan Jarak. Dalam lima tahun terakhir, angka pengidap HIV/AIDS di Dolly dan Jarak mengalami fluktuasi. Pada tahun 2006 tercatat ada 65 pengidap, pada 2007 ada 95 pengidap, pada 2008 ada 72 p pengidap, dan 2009 ada 46 pengidap. Untuk mengurangi penyebaran penyakit, pihaknya juga telah melakukan intervensi kepada para PSK dengan melakukan uji kesehatan, konseling, serta mengimbau pemakaian kondom saat behubungan seks dan menjauhi obat-obatan terlarang. "Hasilnya cukup positif. Dengan pemberian edukasi ke mereka, setidaknya hal itu bisa mengurangi penambahan angka pengidap," pungkasnya.
http://regional.kompas.com/read/2010/03/23/20210472/Wah....76.Persen.PSK.Dolly.Idap.Penyakit.Seks.Menular