Showing posts with label merapi. Show all posts
Showing posts with label merapi. Show all posts

Friday, December 10, 2010

Belasan rumah di Bantul terendam banjir Sungai Code

Belasan rumah di bantaran Sungai Code di Dusun Ngoto dan Pandeyan, Desa Bangunharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (10/12/2010), terendam banjir akibat meluapnya sungai karena hujan.

“Banjir terjadi karena Sungai Code meluap akibat hujan deras dalam waktu yang lama, dan sejumlah rumah di dusun ini tergenang air,” kata Mardiyanto, warga Ngoto, Desa Bangunharjo, Sewon, Bantul, Jumat.

Menurut Mardiyanto, banjir terjadi pada Jumat siang, dan para penghuni yang rumahnya tergenang air terpaksa meninggalkan rumah karena takut ketinggian air terus bertambah. “Meski genangan air tingginya hanya sekitar 10 sentimeter, namun membuat kami panik, dan harus keluar rumah guna mencari tempat yang lebih tinggi atau di rumah tetangga yang aman,” katanya.

Mardiyanto mengatakan, permukiman warga yang berjarak sekitar 15 hingga 20 meter dari tepi Sungai Code itu pernah kebanjiran akibat luapan sungai pada Senin (6/12/2010) malam karena hujan deras dalam waktu lama.

Banjir terjadi, lanjut Mardiyanto, antara lain disebabkan pendangkalan sungai yang semula kedalamannya dua meter menjadi hanya satu meter, sehingga air sungai meluap hingga menggenangi rumah warga.

“Namun, banjir ini tidak separah beberapa waktu lalu, dimana ketinggian air mencapai 50 sentimeter, dan beberapa jam kemudian air surut bersamaan dengan redanya hujan,” ujar Mardiyanto.

Setelah itu, warga yang rumahnya kebanjiran bergotong royong membersihkan sampah maupun lumpur, sehingga rumah dapat ditempati lagi.

Riyadi warga Dusun Pandeyan, Desa Bangunharjo, Kecamatan Sewon, mengatakan sedikitnya sembilan rumah di bantaran Sungai Code terendam air akibat hujan deras sehingga sungai meluap.

Permukiman di sebelah timur sungai, ujar Riyadi, kondisinya lebih parah dibandingkan dengan permukiman warga di sebelah barat sungai (Desa Ngoto), dimana ketinggian air mencapai 20 sentimeter.

“Kami harus membersihkan sampah, dan menguras genangan air yang masuk ke rumah, karena khawatir jika terjadi lagi hujan akan semakin banyak air masuk ke rumah. Tetapi kami bersyukur, hujan kemudian reda,” kata Riyadi.

Riyadi juga mengatakan, untuk mengantisipasi agar air dari luapan sungai tidak masuk ke rumah, warga setempat membutuhkan sekitar 400 kantung pasir untuk ditumpuk di tepi sungai guna menahan luapan air.

“Sebenarnya kebutuhan kantung pasir akan dibantu Palang Merah Indonesia (PMI), namun hingga Jumat malam belum terealisir,” ucap Riyadi.

http://www.surya.co.id/2010/12/10/luapan-sungai-code-rendam-rumah-warga-di-bantul.html

Kinahrejo, Desa Mbah Maridjan Ramai Wisatawan


Sejak status Gunung Merapi diturunkan dari level Awas menjadi Siaga dan zona bahaya diturunkan menjadi 2,5 Km, daerah korban letusan Merapi terus dipadati wisawatan. Salah satunya kampung juru kunci Merapi Mbah Maridjan di Dusun Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan.

Dari pantauan Suara Merdeka, Jumat (10/12), dengan berbagai moda transportasi, masyarakat dari berbagai daerah berduyun-duyun memadati kampung yang saat ini rata dengan tanah itu. Ada yang mengendarai sepeda motor, mobil dan ada pula yang menumpagi taksi. Tidak hanya orang tua, para pelajar yang masih mengenakan seragam sekolah pun ikut berwisata ke lokasi tersebut.

Pohon yang tumbang dan terbakar, puing-puing bangunan serta hamparan lereng Merapi yang berwarna kelabu menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Selain itu, bakas kediaman juru kunci Merapi yang sudah sudah rata dengan tanah juga menjadi tujuan mereka. Dengan antusias mereka memotret pemandangan dengan latar belakang Gunung Merapi meski tertutup kabut.

Banyaknya pengunjung yang datang sejak seminggu lalu, membuka peluang usaha bagi masyarakat setempat, seperti parkir kendaraan hingga jualan makanan dan minuman. Selain itu, sejumlah warga meminta sumbangan seikhlasnya sebagai pengganti tiket masuk untuk kas masyarakat setempat.

"Untuk penarikan sumbangan dan parkir ini dikelola oleh pemuda dan masyarakat sini," ujar Anto (26) salah satu pemuda setempat.

Dia menambahkan, banyaknya masyarakat yang datang ke desanya dilihat dari sisi positif. Yakni dimanfaatkan warga untuk membuang kejenuhan di lokasi pengungsian. Pasalnya, sebagian besar warga mengelami depresi karena tidak memiliki rumah dan masih tinggal di pengungsian.

"Sekarang ini memang belum dikelola dengan baik, karena sifatnya masih darurat," katanya seraya tidak mempermasalahkan masyarakat yang melihat lokasi bencana tersebut.

Sejumlah warga yang melihat kondisi itu mengaku penasaran dengan kondisi kampung Mbah Maridjan setelah erupsi Merapi. Setelah melihat kondisi tersebut, mereka ikut prihatin karena kampung yang sebelumnya hijau dan sejak kini berubah menjadi lautan pasir, tanah kering dan puing-puing bangunan.

"Meskipun sering ditayangkan di koran dan televisi rasanya kurang puas jika belum menyaksikannya sendiri," ujar Sumarno (39) pengujung asal Depok, Sleman yang membawa serta anak dan istrinya.

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/12/10/72659/Kampung-Mbah-Maridjan-Ramai-Wisatawan

Thursday, December 9, 2010

Magelang: gadis ABG tewas terseret lahar dingin

Seorang gadis berusia sekitar 14-16 tahun ditemukan tewas di aliran Sungai Putih di Dusun Cabe Kidul, Desa Srumbung, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Jateng, kamis (9/12/2010). Mayat gadis yang belum diketahui identitasnya tersebut, ditemukan Hadi Maryo dalam kondisi sangat mengenaskan.

Seluruh tubuhnya penuh luka dengan tangan, kaki, dan punggung patah. Bahkan, katanya, kulit kepala gadis itu juga mengelupas hingga rambutnya tidak ada lagi.

Seperti diketahui, pada Rabu (8/12) sore terjadi banjir lahar dingin cukup besar di Sungai Putih. Besar kemungkinan gadis tersebut kemarin terseret banjir lahar dingin.

Hadi menuturkan, sekitar pukul 06.30 WIB tadi pagi, saat dirinya hendak melihat tanggul penahan lahar di dekat desanya, dia melihat sesosok tubuh teronggok di atas batu Sungai Putih.

Bersama Giyanto (49), Hadi kemudian mendorong mayat ke tepi sungai kemudian ditutupi dengan daun pisang. Selanjutnya, Hadi melaporkan penemuan tersebut kepada Kepala Desa Mranggen Aziz Zubaidi (47) dan dilanjutkan ke Polsek Srumbung.

Polsek Srumbung dan tim identifikasi dari Polres Magelang datang sekitar pukul 07.15 WIB. Setelah identifikasi dan olah TKP, polisi kemudian mengevakuasi mayat gadis itu ke RSUD Muntilan.

“Kami belum mengetahui identitasnya. Namun, dari kondisinya pasti sudah terseret lahar beberapa kilometer,” kata Kanitreskrim Polsek Srumbung Magelang Aiptu Bagyo http://www.surya.co.id/2010/12/09/gadis-14-tahun-tewas-terseret-lahar-dingin.html

Wednesday, December 8, 2010

Banjir lahar dingin, Jalan Magelang-Yogya Tertimbun Pasir 2 Meter

Banjir lahar dingin kembali menutup Jalan Raya Magelang-Yogyakarta. Banjir kali ini lebih dahsyat karena menutup jalan antara satu hingga dua meter di badan jalan.

Berdasar pantauan Suara Merdeka CyberNews, jalan tertutup pasir dan batu hingga sepanjang 300 meter. Material vulkanik tersebut masih basah sehingga sulit dilewati. Sejumlah relawan dan polisi yang mencoba lewat terjebak pasir hingga setinggi pinggang.

Sebanyak tujuh ruko yang ada di pinggir jalan Magelang-Yogyakarta bahkan tertutup pasir dan batu hingga ketinggian satu meter lebih. Demikian juga Pasar Jumoyo dan Dusun Gempol, Desa Jumoyo yang tertimbun lahar. Belum diketahui apakah ada korban jiwa atau tidak.

“Kami belum berani menjangkau pasar dan Dusun Gempol. Relawan yang bertugas di atas melaporkan akan ada banjir susulan,” kata Edy Hermawan, Koordinator Lapangan SAR Senkom Mitra Polri Kabupaten Magelang, Rabu (8/12).

Menurut dia, banjir pertama kali datang pada pukul 15.30. Saat itu, lahar sudah mulai melimpas sampai jalan raya sehingga jalur utama Yogyakarta menuju Semarang itu ditutup.

Sekitar setengah jam kemudian banjir kembali datang dengan volume lebih besar lagi. “Namun yang terbesar banjir ketiga karena sampai menimbun jalan raya setengah kilometer,” kata dia.

Satlantas Polres Magelang kemudian mengalihkan arus lalu lintas dari Magelang dan Semarang menuju ke Purworejo dan Kecamatan Kali Bawang, Kabupaten Kulonprogo. Polisi memasang barikade berlapis-lapis mulai Kota Muntilan, pertigaan Gulon, depan radio Merapi Indah dan sekitar 500 meter dari lokasi tertimbun lahar.

Semua kendaraan dilarang melewati pembatas sehingga wartawan dan relawan yang ingin menjangkau lokasi lahar harus berjalan kaki. Kondisi jalan gelap gulita karena listrik mati sejak Rabu sore.

Sementara kendaraan dari arah Yogyakarta diberhentikan di dekat jembatan Kali Krasak dan diarahkan menuju Kali Bawang. “Jalan tak bisa dilalui karena tertimbun pasir tinggi. Lalu lintas kami alihkan lewat Kulon Progo,” kata Kasat Lantas Polres Magelang AKP Widianto. http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/12/08/72511/Jalan-Magelang-Yogya-Tertutup-Pasir-2-Meter

Tuesday, November 30, 2010

Merapi kembali mengeluarkan awan panas,

Gunung Merapi di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (30/11/2010) siang kembali mengeluarkan awan panas, setelah beberapa hari terakhir tidak lagi mengeluarkan awan panas pascaerupsi besar 5 November. Awan panas yang muncul beberapakali tersebut mulai terlihat dari Dusun Ngipiksari, Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman sekitar pukul 10.45 WIB dan terus keluar sampai beberapakali yang mengarah ke timur atau Sungai Woro di Klaten, Jawa Tengah.

Warga Dusun Ngipiksari, Purwanto yang sudah tiga hari ini pulang ke rumah dari pengungsian mengatakan, luncuran awan panas tersebut cukup besar setelah beberapa waktu Gunung Merapi terlihat diam.

“Secara visual luncuran awan panas Merapi ini hanya dapat dilihat beberapa menit saja karena setelah itu Gunung Merapi kembali tertutup kabut, karena puncak Merapi juga tengah turun hujan deras dan hanya suara gemuruh yang terdengar,” paparnya.

Sejumlah petugas dan relawan dari tim SAR yang berada di Posko Pakem langsung bergerak menyebar memantau kondisi sungai yang berhulu ke Merapi, setelah sebelumnya dari sinyal “handy talky” (HT) yang diterima terdengar kondisi Merapi fluktuatif.

“Informasi yang kami terima dari petugas jaga di atas itu memang awan panas yang campur dengan banjir,” kata salah satu petugas di Posko Pakem.


http://www.surya.co.id/2010/11/30/gunung-merapi-kembali-keluarkan-awan-panas.html

Monday, November 29, 2010

Banjir Lahar Dingin, Kali Code Meluap warga diungsikan

Kali Code yang melintas di tengah Kota Yogyakarta sore ini meluap. Luapan sudah melebihi batas tanggul sungai. Sehingga beberapa rumah warga kebanjiran hingga ketinggian lebih dari 30 centimeter.

Banjir mulai terjadi sekitar pukul 17.00 WIB, Senin (29/11/2010). Beberapa jam sebelumnya, di kawasan lereng atas Gunung Merapi terutama di hulu Kali Boyong terjadi hujan deras. Di kawasan Ledok Terban, Kecamatan Gondokusuman, Ledo Jogoyudan, Kecamatan Jetis, rumah-rumah warga saat ini dikosongkan terutama yang berada di pinggir sungai.

Warga diminta mengungsi di wilayah bagian atas. Saat ini di sepanjang bantaran Kali Code mulai dari Ledok Terban sampai dengan Ledok Bintaran dan Ledok Mergansan tampak warga mulai bersiaga.

Di pinggir sungai, juga dipasang alat penerangan untuk memantau luapan air. Air yang mengalir berwarna kecoklatan dan bercampur dengan pasir pekat.

Warga Yogyakarta banyak yang berkumpul di jembatan-jembatan yang dilintasi Kali Code. Aparat kepolisian dan Satpol PP berusasha meminta mereka untuk menyingkir agar tidak mengganggu jalannya lalu lintas.

Kali Code yang membentang di Kota Yogyakarta, Senin (29/11) tiba-tiba meluap membawa material vulkanik dari Gunung Merapi.

Berdasarkan Pantauan di lapangan arus deras tiba-tiba mengalir sekitar pukul 17: 15 sambil membawa material vulkanik dan membanjiri rumah sekitar. Padahal, beberapa jam sebelumnya, aktivitas tampak normal termasuk pengerukan pasir oleh arat berat. Sontak, warga dan pelintas menyemut menyaksikan peristiwa itu.

Tak hanya dipenuhi material vukanik, banjir lahar dingin yang meluap di sepanjang Kali Code juga menyebabkan tiga warga RT 10, Jogoyudan, Kota Yogyakarta terjebak di atas genteng rumah miliknya.

Demikian dikatakan Petugas Pemantau Pemprop DIY, Sutrisno, Senin (29/11). Ketiga warga yang terjebak belum bisa dievakuasi. talud sementara yang terbuat dari karung pasir jebol, termasuk di selatan Gondomanan.

Berdasarkan Pantauan di lapangan arus deras tiba-tiba mengalir sekitar pukul 17: 15 sambil membawa material vulkanik dan membanjiri rumah sekitar. Padahal, beberapa jam sebelumnya, aktivitas tampak normal termasuk pengerukan pasir oleh arat berat. Sontak, warga dan pelintas menyemut menyaksikan peristiwa itu.

Kepala Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) Kota Yogyakarta menyatakan, tebing di tiga wilayah kota Yogya ambrol dan sedikitnya 500 warga di wilayah Jambu - Jetis, Rusunawa Cokrodirjan dan Jogoyudan dievakuasi akibat rumah mereka terendam banjir luapan Sungai Code.

"Banjir akibat meluapnya sungai Code menyebabkan tebing di tiga wilayah kota Yogya ambrol dan sekitar 500 warga di wilayah Jambu - Jetis, Rusunawa Cokrodirjan dan Jogoyudan dievakuasi. Sungai Code terendam air akibat hujan deras yang mengguyur daerah Kabupaten Sleman, Senin (29/11) siang

Kali Code di Kota Yogyakarta banjir lahar dingin dari Gunung Merapi akibat hujan deras di bagian hulu, Senin (29/11/2010) petang. Pantauan Tribun Jogja dari atas Jembatan Kewek di Jalan Pangeran Mangkubumi, banjir lahar dingin itu memasuki perkampungan di pinggir Kali Code.
Saya tidak tega melihat rumah saya terendam. Saya hanya bisa ikhlas.
-- Susilo

Puluhan rumah di bantaran Kali Code terendam sampai ke bagian atap. Salah satunya rumah milik Susilo (50), warga Kampung Jogoyudan RW 10, Gowongan, Jetis, Yogyakarta.

“Saya tidak tega melihat rumah saya terendam. Saya hanya bisa ikhlas,” ucap Susilo kepada Tribun Jogja.

Karena rumahnya kebanjiran, Susilo terpaksa mengungsi ke tempat aman di wilayah RW 13.

Pria dewasa dan pemuda di lokasi tersebut beramai-ramai menyiapkan karung-karung berisi pasir sebagai tanggul penghalang agar air sungai tak masuk ke permukiman.

Sementara itu, ibu-ibu dan anak-anak diimbau agar meninggalkan bantaran Kali Code. Padatnya kegiatan warga, selain memunculkan kepanikan, juga membuat arus lalu lintas macet

rief, Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana Alam, Senin (29/11/2010), di akun Twitter-nya, ada empat jembatan kecil yang terputus, masing-masing satu jembatan di Jetisharjo, satu jembatan di Cokrokusuman, dan dua jembatan di Tukangan.

Selain itu, lahar dingin juga menggerus talut sungai. Misalnya, di Dusun Kembangsongo, Jetis, Bantul, yang ambrol sepanjang 20 meter. Hal tersebut menyebabkan air meluap ke permukiman warga hingga setinggi lutut.

Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), banjir lahar terjadi di beberapa titik kawasan Kali Code yang melintasi Kota Yogyakarta sejak sekitar pukul 18.00 WIB. Luapan banjir lahar melanda permukiman sehingga penduduk mengungsi ke tempat-tempat yang lebih tinggi. Banjir lahar terjadi akibat hujan lebat yang terjadi sepanjang siang di hulu Kali Code yang berada di Gunung Merapi.

Kepala Bidang Pencegahan Direktorat Pengurangan Risiko Bencana Lilik Kurniawan langsung berkoordinasi dengan aparat di lapangan dan mengimbau kepada warga di sekitar Kali Code untuk menjauhkan diri dari pinggiran Kali Code serta semua camat dan ketua RW/RT diminta untuk mengarahkan evakuasi warganya yang tinggal di sepanjang Kali Code.

Banjir lahar ini terjadi akibat hujan yang cukup deras sepanjang siang tadi di hulu sungai yang berada di lereng Gunung Merapi. Hasil pemantauan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, terjadi hujan lebat (48 mm/jam) di Pos Ngepos pada pukul 14.55-17.25 WIB. Sementara dari Pos Jrakah, hujan teramati pada pukul 10.50-11.05 WIB dengan intensitas sedang (12 mm/jam).

Dari hasil pantauan di lapangan, kawasan permukiman di sekitar Jembatan Jambu di Jalan Jaminahan, air sudah memasuki rumah warga hingga setinggi lutut. Demikian pula permukiman di Jalan Perahu, Kelurahan Kota Baru, Kecamatan Gondokusuman, air Kali Code sudah meluap setinggi 1 meter. Beberapa rumah sudah kemasukan air dan lumpur pasir. Namun, sebagian besar warga masih belum mengungsi.

Sunday, November 28, 2010

Bantuan Ditumpuk di Gudang, Pengungsi Merapi Nekat Pulang

750 Pengungsi Tempat Pengungsian Akhir (TPA) Tanjung, Desa Tanjung, Kecamatan Muntilan, Magelang, Jawa Tengah yang dari Desa Kaliurang dan Desa Kemiren, Magelang yang berada di radius 6-7 km, Minggu(28/11/2010) nekat dan pulang ke rumahnya. Hal itu dikarenakan adanya konflik dengan relawan.

Sebab, selain merasa bosan dan tidak betah, ratusan pengungsi mengalami konflik dengan relawan dari Taruna Siaga Bencana (Tagana) Kabupaten Magelang. Padahal BPPTK menetapkan radius aman penduduk Merapi yang terkena bencana erupsi Merapi paling tidak di atas 10 kilometer dari puncak Merapi.

Konflik itu terjadi ketika bantuan yang berada di gudang menumpuk, tidak diberikan kepada pengungsi yang berada di TPA Tanjung. Bantuan malah diberikan kepada pengungsi di luar TPA Tanjung.

Pernyataan itu disampaikan Suharno(44), penanggung jawab TPA Tanjung yang juga Kepala Desa Kaliurang saat ditemui detikcom di TPA Tanjung, Desa Tanjung, Kecamatan Muntilan, Magelang.

"Kehendak masyarakat di Desa Kaliurang terpuruk andalkan salak lumut untuk bisa kembali ke kebun dan melakukan perbaikan. Selain itu juga ada sedikit miskomunikasi dan bisa dibilang konflik antara masyarakat dan LSM Tagana di TPA Tanjung," kata Suharno.

Menurut Suharno, sebetulnya tugas Tagana sudah ada garis-garisnya dan dibagi titik titik tertentu untuk mengurusi sendiri-sendiri. "Namun yang terjadi Tagana seolah-olah menguasai semuanya persoalan di TPA Tanjung," imbuhnya.

Suharno menjelaskan, semacam bantuan untuk distribusi masyarakat pengungsi berbentuk logistik makanan harus segera disampaikan, tetapi di TPA Tanjung malah menumpuk di gudang.

"Jadi da kecemburuan masyarakat kenapa itu tidak segera didistribusikan ke masyarakat," tambah Suharno.

Logistik Menumpuk

Ketua Tim URC Dinas Sosial, Magelang, Jawa Tengah Agung Suhartoyo mengakui memang sempat terjadi keruwetan soal pengurusan logistik dan penanggung jawab TPA Tanjung.

"Awal erupsi bencana Merapi terjadi, Dinsos dan Tagana yang memegang. Kemudian masuk dari staf ahli Pemkab Magelang yang mengurusi. Bahkan pengungsi sempat memegang kunci setelah itu diminta kembali dan dirusui oleh tagana dan Dinsos Magelang," tegas Agung.

Saat dikonfirmasi di TPA Tanjung, Asisten III Bupati Magelang, Indra Wacana, menyatakan kepulangan pengungsi bukan diminta atau disuruh pemerintah Magelang tetapi mereka ingin segera menggerakkan perekonomian mereka di desa.

"Kepulangan mereka bukan atas permintaan atau disuruh pemerintah. Tetapi mereka ingin segera memulihkan perekonomianya di kebun salak mereka yang rusak parah dan terpuruk perekonomianya," kata Indra.

Indra berjanji logistik yang menumpuk di TPA Tanjung akan segera didrop dan didorong untuk diantar ke rumah mereka masing-masing. "Akan kita data per KK siapa jumlahnya berapa dan akan kita drop," ucapnya.

Pantauan detikcom di TPA Tanjung, Muntilan, Magelang ribuan logistik berupa mie instan, ember, sarung, air mineral, pakaian bekas tidak didistribusikan ke pengungsi dan menumpuk di gudang TPA Tanjung. Belasan ruang tidur, aula dan pos satkorlak, serta ruang pos Tagana dalam keadaan kosong tanpa penghuni.
http://www.detiknews.com/read/2010/11/28/172843/1504290/10/konflik-dengan-relawan-pengungsi-merapi-nekat-pulang?nd992203605

Taman Nasional Gunung Merapi Merugi Rp 55 Triliun

Letusan Gunung Merapi di perbatasan Jateng-DIY memakan korban jiwa. Taman Nasional Gunung Merapi juga merugi cukup besar hingga Rp 55 triliun.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Balai Taman Nasional Gunung Merapi, Tri Prasetya, kepada detikcom, Minggu (28/11/2010).

Kerugian cukup besar ini diakibatkan kerusakan yang cukup parah di beberapa wilayah meliputi hutan dan ekosistem flora dan fauna di kawasan Jawa Tengah dan Yogyakarta yang luasnya mencapai sekitar 2.800 hektar dari total luas tanaman nasional 6.410 hektar. Di Kabupaten Magelang sendiri, kerusakan taman nasional mencapai 800 hektar.

Menurut Prasetyo, rehabilitasi di kawasan yang rusak itu memerlukan waktu sekitar 50 tahun. Hal ini disebabkan luasnya daerah yang rusak parah. Kerusakan terparah di wilayah Cangkringan, dimana hampir 1.150 hektar pohon pinus terkena awan panas Merapi.

“Tapi untuk pemulihan secara bertahap bisa 10 tahun untuk melihat perubahannya secara signifikan. Dengan catatan, selama waktu kegiatan pemulihan itu tidak terjadi lagi bencana letusan Merapi,” jelas Prasetyo.

Prasetyo memaparkan. 2.800 hektar kawasan taman nasional yang rusak berupa vegetasi pinus, hutan rimba, dan hutan penelitian. Selain kerusakan tersebut, letusan Merapi juga mengakibatkan hilangnya sumber mata air di sejumlah titik di lereng Merapi.

Akibatnya jika terjadi hujan deras, lereng Merapi terancam erosi dan banjir. Apalagi, bangunan dan fasilitas yang ada juga telah roboh.

“Dampak sekunder dari letusan yaitu banjir lahar dingin akibat hujan deras di puncak Merapi, bisa lebih parah lagi dengan kondisi kerusakan yang terjadi tersebut,” ungkap Prasetyo.

Lebih jauh lagi, Prasetyo menambahkan, letusan Merapi telah memusnahkan flora dan fauna di Gunung Merapi. Di lereng Merapi jenis habitat hewan yang selama ini hidup adalah seperti burung Elang Jawa, Elang Hitam, dan lainnya. Burung tersebut saat ini dimungkinkan telah mengungsi ke lereng Gunung Merbabu.

Dalam rangka rehabilitasi, Prasetyo menambahkan, dalam waktu dekat pihaknya akan melakukan kerjasama dengan beberapa instansi. “Seperti misalnya akan menjalin kerjasama dengan Universitas Gajah Mada, Kementerian Kehutanan, dan lainnya untuk mendapatkan blue print bagaimana arah rehabilitasi,” tandasnya.
http://detiknews.com/read/2010/11/28/200613/1504344/10/taman-nasional-gunung-merapi-merugi-rp-55-triliun?nd992203topnews

Saturday, November 27, 2010

Eks Pengungsi Merapi: makan ampas umbi Ganyong untuk bertahan hidup

Selama 10 hari warga Dusun Tritis, Desa Lencoh, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, terpaksa harus makan ampas umbi Ganyong untuk bertahan hidup. Mereka makan ini sepulangnya dari pengungsian akibat letusan Gunung Merapi.

Menurut Gito Mingan (56), tokoh masyarakat Dusun Tritis, Boyolali, Rabu menjelaskan, warga setempat setelah pulang dari pengungsian terpaksa harus makan ampas umbi Ganyong yang dicampur nasi jagung karena tidak ada persediaan beras.

Warga Tritis yang berjarak sekitar delapan kilometer dari puncak Gunung Merapi, sempat mengungsi ke Taman Nasional Kridanggo, Boyolali saat terjadi letusan.

Namun, warga Tritis sebanyak 141 kepala keluarga tersebut kemudian diizinkan pulang ke rumah masing-masing setelah radius bahaya dipersempit.

“Warga sudah kembali pulang ke rumah masing-masing tanggal 14 November 2010. Kami saat sesampai di rumah, yang tersisa hanya ampas umbi Ganyong dan jagung,” kata Gito.

Menurut Gito, umbi Ganyong yang masih di ladang dipanen dan ditumbuk hingga halus. Setelah itu, sari Ganyong diambil dapat dijual, tetapi ampasnya dimasak, yakni dicampur dengan jagung.

“Buat kami, yang penting perut dapat kenyang dan dapat beraktivitas di kebun,” kata Gito.

Prapto Marjo (55) warga setempat lainnya menjelaskan, sari atau pati umbi Ganyong dapat dijual dengan harga Rp3.000 per kilogram. Sari ganyong ini dapat dibuat kerupuk rambak.

Meskipun warga di dusun terpencil di kaki Gunung Merbabu makan ampas umbi Ganyong, tetapi mereka semuanya dapat bertahan dan dalam kondisi sehat.

Martono, Ketua RT16/RW3 Dusun Tritis membenarkan warganya banyak makan ampas umbi Ganyong karena mereka tidak mempunyai persediaan beras.

Martono mengakui, dusunnya ini memang belum banyak tersentuh bantuan, sehingga warga makan apa adanya yang tersedia di rumah.

Oleh karena itu, pihaknya mengharapkan bantuan dari pemerintah mengenai jatah hidup bagi warga yang sudah diizinkan pulang dari pengungsian.

“Kami harapkan jatah hidup segera disalurkan, karena warga tidak mendapatkan penghasilkan setelah mengungsi dan harus menunggu tiga hingga empat bulan dari hasil panen ladangnya,” katanya

http://www.surya.co.id/2010/11/27/terpaksa-makan-ampas-umbi-ganyong.html


sapi korban merapi hanya dibeli separuh harga

Janji pemerintah untuk membeli hewan ternak korban Merapi tak sesuai dengan harapan. Terbukti hewan ternak mereka hanya dibeli dengan separuh harga. Alhasil, petani banyak yang merugi.

Sebagian besar warga korban letusan Merapi menyayangkan sikap pemerintah yang tak konsisten untuk membeli harga ternak mereka sesuai dengan ketentuannya. Hingga saat ini, pembelian ternak oleh pemerintah sangat mengecewakan warga.

Contohnya yang dialami warga di Desa Batur, Magelang. Mereka mengaku sangat terpukul karena setiap ekor ternak sapi yang dijual menyebabkan rugi hingga Rp 4 juta. Seperti yang disampaikan Sumitro. Jika sebelumnya satu ekor sapi bisa laku Rp 8 juta, setelah terkena dampak letusan Merapi hanya dihargai Rp 4 juta. Kalau pun petani mempertahankan ternak untuk tak dijual, mereka harus beli pakan ternak per unitnya Rp 10 ribu.

Warga berharap, pemerintah mengganti kerugian petani yang sudah terlanjur menjual ternak-ternaknya. Selain itu, pemerintah juga diminta memberikan bantuan modal agar mereka bisa bertahan hidup dengan kondisi yang saat ini tak punya apa-apa lagi.

http://www.surya.co.id/2010/11/27/sapi-korban-merapi-hanya-dibeli-separuh-harga.html

Friday, November 26, 2010

Pengusaha Taiwan Sumbang Rp3.3 Miliar untuk Merapi

Masyarakat dan lembaga kemanusiaan Taiwan maupun komunitas pebisnis Taiwan di Indonesia menyalurkan uang sebesar 370 ribu dollar AS atau sekitar Rp3,3 miliar kepada pemerintah untuk korban Gunung Merapi di DI Yogyakarta.

Sebanyak 25 ribu dollar AS dari jumlah tersebut disalurkan oleh Taipei Economic and Trade Office (TETO) di Indonesia melalui Wahana Visi Indonesia, kata Charles Li, Deputy Representative TETO saat menyerahkan bantuan itu di Jakarta, Jumat.

"Sebagai bagian komunitas dunia dan sahabat lama Indonesia, Taiwan tidak pernah absen mendukung masyarakat terdampak setiap kali bencana menimpa Indonesia," katanya.

Ia menjelaskan, besarnya intensitas dan dampak letusan Merapi telah menggerakkan masyarakat dan pemerintah Taiwan untuk membantu meringankan beban masyarakat dan anak-anak terdampak.

Ia menambahkan, dari jumlah tersebut, terdapat bantuan sebesar 50 ribu dollar AS yang disumbangkan oleh masyarakat Taiwan melalui World Vision Taiwan, kemudian dikelola oleh World Vision Indonesia untuk program tanggap darurat Merapi.

Sementara itu, Operations Director Nasional World Vision Indonesia, Amelia Merrick, menambahkan World Vision sangat menghargai kepedulian masyarakat Taiwan untuk Indonesia.

Semangat berbagi dan membantu sesama adalah hal positif yang harusnya tumbuh subur agar kita bisa hidup bersama secara seimbang dan harmonis.

"World Vision Indonesia telah memperluas cakupan dan memperpanjang durasi tanggap bencana di menjadi tiga bulan, menyusul meningkatnya aktivitas gunung Merapi yang menyebabkan enam kabupaten dan kota serta sekitar 4 juta populasi ikut terdampak," ujarnya.

Komitmen ini sejalan dengan diumumkannya letusan Merapi sebagai Bencana Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan memberi kesempatan bantuan Internasional dalam tahap rekonstruksi dan rehabilitasi.

"Kami membutuhkan dana sebesar 1,5 juta dollar AS (setara 14 miliar rupiah), untuk menjalankan program tanggap bencana dan recovery, dengan fokus pada program perlindungan anak, kesehatan, perbaikan ekonomi, dan air bersih serta sanitasi," tambah Amelia.

Untuk memenuhinya, World Vision partnership di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia melalui mitranya Wahana Visi Indonesia, berupaya keras menggalang dukungan dan kerja sama dengan berbagai pihak.

Taiwan telah menjadi pendukung aktif dan penting dalam upaya tanggap darurat di Indonesia, dan setelah tsunami Aceh tahun 2004, gempa Jogyakarta tahun 2006 dan gempa Padang tahun 2009, Pemerintah Taiwan serta lembaga kemanusiaan di Taiwan kembali menyalurkan bantuan bagi masyarakat terdampak bencana Merapi.

Menurut dia, sebelum Merapi meletus, tim assessment World Vision Indonesia sudah hadir di lokasi, dan mendistribusikan 2.450 paket bantuan keluarga, 1.000 paket bantuan anak, 39.000 masker, 5.500 masker anak, 750 wadah air elastis, 1.200 alas tidur dan mengoperasikan 2 perpustakaan mobil atau Mobil Sahabat Anak di beberapa pusat evakuasi di Sleman
http://erabaru.net/nasional/50-jakarta/20291-pengusaha-taiwan-sumbang-rp33-miliar-untuk-merapi

Cabuli Pengungsi, Pemuda Dimassa

Apa yang dilakukan Solichin (18), warga Dusun Srumbung Krajan, Desa Srumbung, Kecamatan Srumbung ini sungguh tak patut ditiru. Ia mencabuli seorang pengungsi yang baru berusia 17 tahun. Kasus pencabulan ini dilakukan di rumah korban Melati Putih di Dusun Gowok, Desa Sewukan, Kecamatan Dukun. Desa ini hanya berjarak kurang dari 10 km dari puncak Merapi sehingga warga harus mengungsi.

Solichin bersama keluarganya mengungsi ke TPS Balai Desa Rambeanak, Kecamatan Mungkid sementara Melati Putih mengungsi ke TPS Lapangan Tembak di Desa Plempungan, Kecamatan Salam.

Hal ini membuat Solichin yang memendam cinta kepada Melati Putih terpisah jarak dan waktu. Untuk membina hubungan Solichin rajin berkirim pesan pendek atau SMS. Karena sudah tak kuat menahan rindu, Solichin mengajak korban untuk bertemu di rumah korban. Solichin datang dengan diantar ASB (17), tetangga korban.

Setelah bertemu, kedua sejoli yang dimabuk asmara ini kemudian mengobrol di teras rumah. Setelah itu, Solichin meminta temannya untuk pergi membeli rokok. Kesempatan ini ia manfaatkan untuk merayu Melati. Keduanya kemudian masuk ke dalam kamar.

Solichin yang sempat "mesum" dengan korban kaget karena tiba-tiba, Sukirman, ayah korban pulang dari pengungsian untuk memberi makan ternak. Sukirman menyeret Solichin keluar kamar dan kemudian menghajarnya di teras rumah. Solichin yang ketakutan berteriak teriak minta tolong. Namun teriakan ini justru membuat belasan warga yang tengah pulang dari pengungsian ikut menghajar pelaku.

Sebelum kejadian buruk berlanjut, Solichin diamankan oleh petugas hansip. Bersama ASB ia kemudian melarikan diri ke Kecamatan Srumbung. Namun ternyata belasan tetangga korban yang marah ikut mengejar sampai Srumbung.

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/11/25/71448/Cabuli-Pengungsi-Pemuda-Dimassa

Bosan di Pengungsian, Nekad Pulang

Meski kebutuhan konsumsi dipenuhi pemerintah, tetapi hidup di pengungsian dirasakan membosankan. Mereka nekad pulang meski rumahnya berada di wilayah bahaya Merapi.

Alasannya rata-rata ingin kembali bekerja agar bisa mendapatkan penghasilan. "Saya buruh tani. Saya harus bekerja untuk mendapatkan uang, untuk bekal anak-anak sekolah," kata Umi, warga Sewukan, Dukun, Magelang, Kamis (25/11).

Saat Merapi erupsi, dia bersama tetangganya mengungsi di wilayah Mertoyudan. Tetapi karena menyadari selama dipengungsian tidak ada pemasukan, ibu dua anak itu nekad pulang ke desanya yang letaknya tinggal delapan kilo meter sampai puncak merapi.

Umi langsung memperoleh pekerjaan dari tetangganya, yakni membersihkan padi dan sayuran yang kotor, akibat disiram hujan abu vulkanik dari Gunung Merapi.

Sartini, menyatakan bosan mengandalkan pemberian petugas di penampungan pengungsi. Ia nekad pulang ke rumahnya di Paten, Dukun, yang letaknya enam kilo meter drai puncak Gunung Merapi.

Perempuan itu mengaku tindakannya dilarang oleh petugas posko, karena Paten termasuk rawan bahaya. Tetapi tekadnya bulat. Karena itu beresiko tidak mendapatkan pemberian bekal logistik saat pulang. "Kabarnya, sisa logistik akan dibagikan setelah masa tanggap darurat berakhir," tuturnya.

Seperti diberitakan kemarin, masa tanggap darurat diperpanjang dua minggu ke depan.

Yang dilakukan Sartini, membersihkan rumahnya. Kemudian menengok kebun cabenya yang rusak parah dan tak bisa dipanen sedikitpun. Akhirnya dia sekeluarga makan seadanya.

Rohani, warga Desa Sengi, Kecamatan Dukun, mengandalkan makan dari pemberian bantuan posko di Dusun Candi Tengah. “Tanaman sayur mayur mati. Tiap hari kami makan mi instan,” katanya.

Sementara itu jumlah warga yang masih bertahan di barak pengungsi, menurut data di Posko Induk Penanggulangan Bencana Kabupaten Magelang, Kamis (25/11), masih 28.074 orang. Sedangkan yang berada di daerah lain, 6.905 orang.

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/11/26/71487/Bosan-di-Pengungsian-Nekad-Pulang

Thursday, November 25, 2010

Curi Bantuan Merapi, Perangkat Desa Ditangkap


Polres Magelang menangkap seorang perangkat Desa Gulon, Kecamatan Salam karena diduga menggelapkan barang logistik untuk pengungsi. Ia tertangkap tangan setelah dikuntit polisi.

Menurut Kasat Reskrim AKP Slamet Riyadi, tersangka R Heri Soesanto ditangkap Kamis dini hari sekitar pukul 00.30 WIB. Ia ditangkap saat pulang dari Balai Desa Gulon yang menjadi Posko Pengungsian menuju rumahnya di RT 05/RW 01 Gulon.

TPS Balai Desa Gulon selama ini digunakan untuk mengungsi ribuan warga korban letusan Gunung Merapi dari Desa Ngargosoko, Pandanretno, dan Polengan, Kecamatan Srumbung. Penangkapan ini berdasarkan informasi yang diterima petugas di lapangan.

”Kami mendapat laporan ada perangkat yang sering membawa pulang bantuan logistik untuk pengungsi,’’ kata AKP Slamet Riyadi, Kamis (25/11). Informasi dari pengungsi dan warga ini kemudian ditindaklanjuti polisi dengan melakukan penyidikan. Setelah diawasi beberapa hari ternyata tersangka kedapatan membawa barang logistik.

Ia pun tertangkap tangan dengan sejumlah barang bukti seperti minyak goreng tiga jeriken, beberapa karung beras kemasan, dan bawang putih empat kilogram. Barang-barang tersebut dibawa dengan menggunakan mobil Honda Accord berwarna putih bernopol AB 8180 GA. ”Tersangka kami tangkap saat hendak masuk ke rumah. Di dalam mobil kami temukan barang-barang yang dicurigai,” katanya.

Petugas kemudian melakukan penggeledahan di dalam rumah tersangka dan menemukan sejumlah barang bukti, antara lain tiga lembar bad cover, susu bubuk, teh, sikat gigi, dan pasta gigi. Menurut dia, modus yang dilakukan pelaku adalah menunggu relawan dan pengungsi tertidur. Ia melakukan aksinya pada malam hari atau dini hari.

”Berdasarkan pengakuannya, dia baru melakukan aksi tersebut sebanyak tiga kali. Namun kami akan selidiki lebih lanjut,” katanya.

R Heri Soesanto mengaku tak kesulitan untuk membawa pulang barang-barang bantuan itu. Sehari-hari dia memang bertugas membantu dan mengurus kebutuhan pengungsi. ‘’Saya setiap hari memang bertugas membantu pengungsi. Tak ada yang tahu saya mengambil dari gudang,’’ jelas dia.

Dia beralasan barang bantuan tersebut bukan untuk dirinya namun akan dibagikan kembali pada warga desa yang membutuhkan. Menurut dia, tidak hanya pengungsi yang membutuhkan, banyak Desa Gulon juga membutuhkan bantuan, namun tidak ada alokasi bantuan dari pemerintah.

Tak Dapat Bantuan

Ia menyayangkan hanya korban Merapi yang menjadi pengungsi yang mendapat bantuan pemerintah. Sementara warga yang tak mengungsi tidak mendapat bantuan. ‘’Padahal mereka sama-sama korban Merapi dan butuh bantuan,’’ kata dia.

Rencananya, setelah barang-barang itu terkumpul akan dia bagikan pada 40 kepala keluarga di sekitar rumahnya. Namun belum sempat dibagikan aksi R Heri Soesanto terlebih dulu ketahuan polisi, sehingga harus meringkuk di balik jeruji besi.

Tersangka ditahan di Markas Polres Magelang dan akan dijerat pasal 363 tentang pencurian atau 374 tentang penggelapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Mobil pribadi dan barang-barang curian sudah disita untuk barang bukti. ‘’Jika terbukti tersangka terancam hukuman maksimal 4 hingga 5 tahun penjara. Kasus ini akan kami kembangkan agar menjadi pelajaran masyarakat,’’kata dia.

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/11/26/71491/Perangkat-Gelapkan-Logistik-Pengungsi
http://foto.detik.com/readfoto/2010/11/25/161309/1502381/157/1/curi-bantuan-merapi-perangkat-desa-ditangkap

galang bantuan Merapi, ibu rumah tangga jalan kaki Kediri-Jogja

Din Setyaningrum (40), ibu rumah tangga asal Kediri, Jatim dan pendukung kesebelasan Persik Kediri, berjalan kaki dari Kediri menunju Sta dion Maguwoharjo, Sleman, DIY, untuk menggalang bantuan korban letusan Merapi.

Ibu rumah tangga yang tinggal di Perumahan Permata Hijau Blok L No.5, Kecamatan Pesantren, Kota Kediri, Jawa Timur ini berangkat dari halaman Balai Kota Kediri pada 10 November dengan dilepas langsung Wakil Walikota Kediri Abdulah Abubakar dan tiba di Stadion Maguwoharjo, Sleman, Kamis (25/11/2010) siang sekitar pukul 11.30 WIB.

Saat memasuki Stadion Maguwoharjo, Din Setyaningrum yang dikawal kelompok suporter PSS Slemania ini langsung disambut kelompok kesenian Jaranan Wahyu Krida Budaya, yang juga datang dari Kota Kediri untuk menghibur para pengungsi.

Setyaningrum langsung diterima Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Sleman Kriswanto yang langsung memeluknya serta disambut tepuk tangan dari ribuan pengungsi yang ada di Stadion Maguwoharjo.

"Selama berjalan, saya berhasil menghimpun dana dari masyarakat mulai dari Kediri sampai Klaten dengan total lebih dari Rp 2 juta," kata Din Setyaningrum.

Dana yang terkumpul tersebut langsung diserahkan kepada para pengungsi melalui Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Sleman.

"Hanya ini yang bisa kami lakukan, kami juga ingin ikut merasakan penderitaan saudara-saudara kami yang menjadi korban bencana letusan Gunung Merapi. Kami harapkan saudara-saudaraku pengungsi dapat segera melupakan kejadian yang membuat kita semua berduka dan segera bangkit penuh semangat untuk memulai hidup baru," kata Din Setyaningrum terbata-bata sambil sesekali mengusap air matanya.

Ungkapan tulus dari Din Setyaningrum ini juga membuat semua yang hadir dalam penyambutan tersebut tampak tak kuasa membendung air mata.

Bahkan Kriswanto dan sebagian besar pengungsi maupun masyarakat yang berada di sisi utara timur Stadion Maguwoharjo tersebut menitikkan air mata.

"Saya sungguh berterimakasih dan sama sekali tidak mengira bahwa sambutan dari warga Sleman sedermikian besar, sungguh dari hati saya hanya ingin ikut merasakan penderitaan saudara-saudara yang harus mengungsi akibat bencana, saya juga mohon maaf jika dana yang terkumpul selama dalam perjalanan ini jumlahnya tidak seberapa, namun yang jelas hanya ini yang bisa saya lakukan," kata Din Setyaningrum.

Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Sleman Kriswanto dalam kesempatan tersebut mengucapkan terimakasih yang sedemikian besar atas kepedulian yang luar biasa dari Din Setyaningrum ini.

"Sungguh ini sangat luar biasa, semoga ini dapat menggugah semangat para pengungsi untuk segera bangkit kembali," katanya.

Rumah Mbah Maridjan Dijadikan Monumen


Pemerintah Kabupaten Sleman, DIY, merencanakan menjadikan rumah kediaman juru kunci Gunung Merapi, Mbah Maridjan, di Dusun Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, sebagai monumen erupsi gunung itu.

"Dusun Kinahrejo yang berjarak sekitar 5 kilometer dari puncak Merapi luluh lantak diterjang awan panas saat erupsi gunung ini pada 26 Oktober 2010, dan Mbah Maridjan beserta sejumlah warga dusun setempat ikut tewas," kata Kepala Bidang Pengembangan Pariwisata Dinas Kebudayaan Pariwisata (Disbudpar) Sleman Shavitri Nurmala Dewi, di Yogyakarta, Rabu (24/11/2010).

Seusai dialog tentang pemulihan pariwisata DIY di Gedung PWI Yogyakarta, ia mengatakan, wacana membangun rumah Mbah Maridjan sebagai monumen erupsi Gunung Merapi dapat direalisasikan jika gunung itu sudah aman dan kondusif.

"Meskipun demikian, kami dalam merealisasikan pembangunan monumen tersebut tetap berkoordinasi dengan instansi yang berkompeten, di antaranya Pemerintah Provinsi DIY serta Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta," katanya.

Menurut dia, pembangunan monumen tetap memerhatikan asas keselamatan bagi masyarakat yang akan mengunjungi tempat itu, dan aktivitas gunung direkomendasikan sudah aman meskipun Dusun Kinahrejo nantinya dinyatakan sebagai zona bahaya dan tidak menjadi permukiman.

Dengan demikian, jika monumen tersebut dapat direalisasikan, nantinya masyarakat hanya boleh berada di monumen itu hanya beberapa jam, dan mereka kemudian harus segera meninggalkan tempat tersebut.

Ia mengatakan, instansinya kini berupaya meminta izin penggunaan rumah Mbah Maridjan sebagai monumen erupsi Gunung Merapi kepada keluarga almarhum juru kunci Merapi itu.

"Kami menunggu kepastian izin dari keluarga almarhum Mbah Maridjan agar rumahnya boleh digunakan sebagai monumen. Sebagian bangunan rumah Mbah Maridjan masih utuh sehingga tidak perlu banyak membangun," katanya.

Mengenai sumber dana pembangunan monumen tersebut, ia mengatakan, diharapkan dari APBD Kabupaten Sleman dan dipersilakan jika ada pihak swasta yang ingin berpartisipasi. "Kami terbuka untuk menerima partisipasi dari swasta untuk bersama-sama membangun monumen erupsi Gunung Merapi," katanya

Note: foto diatas adalah kondisi terakhir desa kinahrejo, saya koq tidak lagi melihat rumah mbah Marijan, P Udi, Asih, masjidnyapun tinggal temboknya yg tersisa.... Bu pejabat mungkin perlu survai ulang ke sana...

http://regional.kompas.com/read/2010/11/24/21214186/Rumah.Mbah.Maridjan.Dijadikan.Monumen

Wednesday, November 24, 2010

Boyolali : warga menghentikan paksa truk logistik

Aksi penghentian truk logistik di sejumlah titik di lereng Merapi mendatangkan rasa trauma mendalam bagi para relawan yang hendak mengirim bantuan. Mereka memilih menurunkan bantuan di posko darurat Desa Samiran, Kecamatan Selo, Boyolali. Mereka tidak berani masuk ke pedalaman, khawatir bantuan tidak sampai sasaran ke tangan korban Merapi. Sementara di Kota Magelang, pengungsi membakar bantuan pakaian bekas . Edy Nirmolo, salah satu relawan dari Kota Boyolali mengatakan, beberapa hari terakhir ini mengirim bantuan sembako dan daging kurban ke ratusan korban Merapi. Seluruh bantuan itu diturunkan di posko darurat di Desa Samiran. Lokasinya berada di dekat kota Kecamatan Selo, sehingga jauh dari aksi perampasan dari warga.

Aksi penghentian paksa truk logistik ini terjadi di sepanjang jalan Desa Jrakah dan Klakah. Sebagian warga menghentikan paksa truk logistik lantaran berdalih tidak memiliki bekal selama pulang dari pengungsian. Pengiriman logistik sejumlah relawan pun tidak bisa menembus daerah sasaran. "Saya turunkan di Samiran. Agar relawan khusus di lereng Merapi yang membagikan rata," kata Edy kemarin (21/11).

Dia mengatakan, warga lereng Merapi mengalami krisis pangan. Hal ini terjadi lantaran ditinggal mengungsi sekitar 20 hari. Warga lereng Merapi ini semula mengungsi di Kota Boyolali, setelah aktivitas Merapi dinilai aman, mereka kembali ke rumah masing-masing.

Setiba di rumah, warga tidak memiliki bekal makanan sama sekali. Ingin bangkit dari keterpurukan ekonomi pun dinilai sangat sulit lantaran perkebunan mereka ludes terkena material vulkanik. "Warga membutuhkan waktu tidak singkat supaya bangkit dari keterpurukan," kata dia.

Haryoko, relawan lain mengatakan, bantuan logistik dari masyarakat diturunkan di Desa Gedangan dan Wonodoyo, Kecamatan Cepogo, bukan ke Selo yang dilaporkan rawan terjadi sabotase di tengah jalan. Mereka memilih menurunkan bantuan di Cepogo lantaran masih banyak warga yang kekurangan. "Kami mendapat laporan warga banyak yang tidak bisa masak karena kehabisan beras," terangnya.

Menyiasati agar tidak terjadi penjarahan di tengah jalan, relawan berkoordinasi terlebih dulu dengan perangkat desa setempat. Misalnya, bantuan logistik tidak untuk warga di pinggir jalan Selo-Magelang, perangkat desa melarang penghentian truk logistik. Hari berikutnya, relawan baru menurunkan logistik ke daerah tersebut.

Sementara itu, kekurangan makan ini diakui Kepala Desa (Kades) Jrakah Tumar. Dia mengatakan, selama di rumah, warga belum tersentuh bantuan logistik dari pemerintah setempat. Warga terpaksa memakan seadanya hasil bumi, seperti ubi jalar, dan jagung. "Sebetulnya sudah mengajukan permohonan ke Pemkab, tapi tidak kunjung disalurkan," katanya.

Penyaluran bantuan logistik di lereng Merapi sebelah atas ini memang belum dilakukan. Sebab, Pemkab berdalih lereng Merapi masih termasuk kawasan rawan bencana (KRB) III bencana Merapi. "Kami akan berikan bantuan jatah hidup bila kondisinya memang sudah normal," terangnya.

Sementara itu, di Kota Magelang dilaporkan terjadi aksi pembakaran pakaian bekas oleh pengungsi, tepatnya di Alun-alun, kemarin sore. Pengungsi dari Dusun Keron, Kronggahan, Sawangan, Kabupaten Magelang merasa tidak butuh lagi pakaian bekas. Karena mereka telah kembali ke rumah dan mempunyai pakaian yang relatif lebih bagus.

"Saat di pengungsian, kami memang butuh baju, karena tidak membawa pakaian. Tapi ketika situasi mulai normal, ternyata masih saja dikirimi baju. Bahkan sampai delapan karung besar. Setelah dibuka, ternyata banyak yang sobek-sobek dan tidak layak pakai. Daripada membikin penuh dan kotor, maka lebih baik kita bakar saja," kata penanggung jawab aksi dari Dusun Keron, Agung Nugroho, kemarin.

Adanya aksi tersebut, warga pengungsi dari Keron ingin meyampaikan pesan agar bantuan yang diberikan bisa lebih bermanfaat dan tepat dengan situasi serta kondisi pengungsi yang kini mulai kembali ke rumah. "Kita butuh bantuan untuk pemulihan dusun dan desa. Juga bantuan agar kami bisa bangkit lagi menatap hari esok," tuturnya.

Keron sendiri masuk jarak sekitar 16 km dari puncak Merapi arah Barat. Di dusun tersebut, ada 108 pengungsi dari Dusun Babatan, Krinjing, Dukun yang notabene hanya berjarak sekitar 8 Km dari puncak.

"Meski kemarin kita sama-sama mengungsi, tetapi kini dusun kami menerima pengungsian. Ini yang juga harus kita perhatikan," ungkap Agung.

Untuk membantu pengungsi dari Babatan dan lainnya, warga Dusun Keron bersama para pengungsi ‘ngamen’ di Alun-Alun Kota Magelang sejak Sabtu (20/11) siang. Mereka bersama Sanggar Seni Saujana pimpinan Sujono menampilkan Jingkrak dan Topeng Ireng. "Aksi ini bukan untuk sekarang, tetapi untuk bantuan para pengungsi setelah kembali ke desa. Karena kalau sekarang, mereka masih bisa kita hidupi," ungkap Sujono.

Uang yang terkumpul dari mengamen akan difokuskan untuk program rekonstruksi. Terutama untuk perbaiakan rumah dan membeli benih, obat-obatan, pupuk serta lainnya, agar pengungsi bisa segera bangkit.

"Pemerintah juga harus peduli dengan persoalan ini," tegas Sujono. Rencananya, aksi tersebut akan terus dilakukan tiap hari Sabtu dan Minggu sampai dianggap cukup. Dalam ngamen yang dilakukan Sabtu lalu, berhasil terkumpul Rp1.040.700. Sedang aksi kemarin sore hanya mendapatkan Rp509.000.

Seniman Bakar Bantuan Pakaian Bekas untuk Pengungsi

Sejumlah seniman dari Dusun Keron, Desa Grogowanan, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Ahad (21/11), membakar bantuan pakaian bekas untuk para korban bencana Gunung Merapi karena tidak layak pakai.

Koordinator aksi Sujono menyatakan berterima kasih dan memberikan apresiasi yang tinggi kepada semua pihak yang mau membantu pengungsi, namun dia menyanyangkan bantuan berupa barang bekas yang tidak layak pakai. Beberapa seniman melakukan pementasan dan membakar pakaian bekas di Alun-Alun Kota Magelang.

"Kami berterima kasih telah dibantu dan kami mohon keikhlasan dengan memberikan sesuatu yang layak kepada kami," katanya.

Ia mengatakan, lima hari lalu telah mendapat bantuan berupa satu karung beras, dua dus mi instan dan delapan karung pakaian bekas untuk 700 pengungsi di Dusun Karanglo, Keron dan Lulang Desa Grogowanan, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang. Namun, dari delapan karung pakaian bekas tersebut, 80 persen di antaranya sobek di sana-sini dan tidak layak pakai.

Ia mengatakan, bantuan yang diperoleh dengan prosedur berbelit-belit tersebut, untuk pakaian yang tidak layak pakai belum didistribusikan kepada para pengungsi dan masih menumpuk di tempat pengungsian.

Sebelumnya mereka juga melakukan penggalangan dana di seputar Alun-Alun dan sepanjang Jalan A Yani Kota Magelang dengan kesenian Jingkrak Sundang dan Topeng Ireng untuk mencukupi kebutuhan para pengungsi.

"Selama ini kami mandiri untuk mencukupi kebutuhan pengungsi," kata koordinator penggalangan dana, Agung Nugraha.

Ia mengatakan, selama tiga pekan di pengungsian belum menerima bantuan dari posko penanggulangan bencana pemerintah. Selama di pengungsian mereka hanya makan dengan mengandalkan kebun singkong milik warga
http://www.metrotvnews.com/metromain/news/2010/11/21/34616/Seniman-Bakar-Bantuan-Pakaian-Bekas-untuk-Pengungsi

Tuesday, November 23, 2010

Warga Magelang waspadai ancaman banjir lahar dingin

Warga di sekitar alur Kali Senowo dan Lamat, di kawasan barat puncak Merapi, Kabupaten Magelang, Jateng, mewaspadai ancaman banjir lahar dingin susulan, Selasa sore.

“Banjir sore ini agak besar tetapi tidak sebesar Minggu malam,” kata Kepala Dusun Bendo, Desa Mangunsoko, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jateng, Sudiyono, di Magelang, Selasa (23/11/2010).

Hujan deras mengguyur kawasan itu sejak sekitar pukul 16.00 WIB hingga 17.00 WIB, mengakibatkan banjir lahar dingin di alur kali setempat yang airnya berhulu di Merapi.

Kawasan itu terletak di sekitar alur Sungai Senowo yang berjarak sekitar 10 kilometer barat puncak Merapi.

Ia sempat mengumpulkan perempuan, anak-anak, dan orang lanjut usia di salah satu tempat untuk dievakuasi ke lokasi relatif aman sebagai antisipasi jika banjir lahar dingin menerjang dusun tersebut.

“Kami sempat kumpulkan untuk dievakuasi ke tempat aman, tetapi karena air segera surut, evakuasi terhadap mereka kami urungkan,” katanya.

Banjir lahar dingin susulan di alur kali itu berlangsung sekitar pukul 16.00 hingga 16.15 WIB.

Warga setempat terutama laki-laki, berjaga-jaga mengawasi arus air sungai selama banjir lahar dingin susulan. “Suaranya bergemuruh karena batu-batu bertumbukan,” katanya.

Kepala Dusun Tangkil, Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun, sekitar 6,5 kilometer barat puncak Merapi yang wilayahnya berada di kawasan alur Kali Lamat, Ponidi, mengatakan, banjir lahar dingin susulan juga terjadi di sungai itu menyusul hujan cukup deras sejak pukul 16.00 hingga 17.00 WIB.

“Banjir sore ini lebih besar ketimbang Minggu malam, suara gemuruh dari batuan yang bertumbukan terdengar cukup keras dari sungai itu,” katanya.

Ia mengaku bersama seorang warga setempat memantau banjir lahar dingin susulan di sungai yang airnya berhulu di Merapi itu.

Air dan material Merapi, masih bisa melewati salah satu gorong-gorong cek dam Kali Lamat di dusun setempat.

“Empat gorong-gorong lainnya sudah tertutup material akibat banjir beberapa kali sebelumnya, hingga saat ini masih satu gorong-gorong yang bisa dilalui air dan material,” katanya.

Kepala Desa Ngargomulyo, Yatin, mengatakan, pihaknya secara intensif telah mengingatkan masyarakat setempat untuk mewaspadai kemungkinan banjir lahar dingin melalui sejumlah sungai di desa setempat.

Wilayah Desa Ngargomulyo dengan 11 dusun berada di antara alur Kali Lamat dengan Blongkeng.

“Masyarakat harus menjauhi alur sungai hingga radius 300 meter kalau terjadi hujan deras cukup lama dan banjir lahar dingin,” katanya.

http://www.surya.co.id/2010/11/23/warga-magelang-waspada-banjir-lahar-susulan.html

Friday, November 19, 2010

Zona radius bahaya Merapi diturunkan

Zona radius berbahaya terkena dampak letusan Gunung Merapi untuk Kabupaten Sleman, Boyolali, dan Magelang akhirnya diturunkan. Penurunan radius zona berbahaya di Kabupaten Sleman, khususnya mulai dari Sungai Boyong ke arah barat menjadi 10 kilometer. Sedangkan dari Sungai Boyong ke arah timur, radiusnya menjadi 15 kilometer.

“Dari Kali Boyong ke arah barat, ancamannya sejauh radius 10 kilometer. Dari Boyong ke timur kami tetapkan 15 kilometer,” kata Surono, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) , dalam keterangan rilisnya, Jumat (19/11/2010) .

Sementara itu, di Kabupaten Magelang diturunkan menjadi 10 kilometer. Sedangkan Kabupaten Boyolali diturunkan 5 kilometer. Untuk Kabupaten Klaten, zona bahaya belum diturunkan dan masih tetap dalam radius 10 kilometer.

Surono juga menjelaskan bahwa saat ini selurug dam-sabo (bangunan penahan lahar) yang berada di radius berbahaya sudah penuh oleh debris (material vulkanik). Oleh sebab itu, masyarakat yang rumahnya berada 300 meter dari bantaran sungai untuk berhati-hati atas ancaman lahar dari bibir sungai.

“Masyarakat jangan bayangkan lahar itu hanya campur air, tapi batu-batu besar juga ada,” tambahnya.

http://www.surya.co.id/2010/11/19/radius-zona-aman-merapi-diturunkan.html