Showing posts with label Jawa Tengah. Show all posts
Showing posts with label Jawa Tengah. Show all posts

Saturday, August 13, 2011

10 Tahun Jadi Bupati Sragen Bermodal Ijazah Palsu,

Ditreskrimum Polda Jateng, sudah menetapkan mantan Bupati Sragen, Untung Wiyono sebagai tersangka kasus dugaan ijazah palsu yang digunakan pada Pemilukada 2000 dan 2006.

Rencananya, Jumat (12/8), penyidik dari Ditreskrimum akan memeriksa tersangka di Lapas Kedungpane. Dirreskrimum Polda Jateng, Kombes Pol Bambang Rudi Pratiknyo, mengatakan sejak Juli 2011, mantan bupati yang juga tersangka kasus korupsi APBD 2003-2010 telah ditetapkan sebagai tersangka pemalsuan ijazah palsu.
"Sesuai surat balasan dari Kejati Jateng atas permintaan bon pinjam dari kami, yang bersangkutan akan diperiksa di Lapas Kedungpane," katanya kepada wartawan, di Mapolda Jateng, Kamis (11/8).
Pemeriksaan terhadap Untung Wiyono di Lapas Kedungpane akan dilakukan oleh dua tim penyidik dan didampingi satu orang pengawas penyidik Ditreskrimum Polda Jateng.
"Pemeriksaan kepada mantan Bupati Sragen tersebut, tinggal melengkapi pemeriksaan saksi-saksi yang sudah kami lakukan sejak lama," tambahnya.
Ia melanjutkan, pemeriksaan terhadap mantan orang nomor satu di Kabupaten Sragen baru dilakukan saat ini karena pada saat yang bersangkutan masih menjabat sebagai bupati terkendala izin presiden.
Bambang mengatakan, dengan pemeriksaan terhadap tersangka diharapkan penyusunan berkas acara pemeriksaan (BAP) segera rampung. "Kami berharap sebelum Lebaran, penyusunan BAP sudah selesai dan kemudian segera dilimpahkan ke jaksa penuntut," tukasnya. http://jogja.tribunnews.com/2011/08/11/hmmm...10-tahun-bupati-sragen-bermodal-ijazah-palsu

Thursday, December 9, 2010

Magelang: gadis ABG tewas terseret lahar dingin

Seorang gadis berusia sekitar 14-16 tahun ditemukan tewas di aliran Sungai Putih di Dusun Cabe Kidul, Desa Srumbung, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Jateng, kamis (9/12/2010). Mayat gadis yang belum diketahui identitasnya tersebut, ditemukan Hadi Maryo dalam kondisi sangat mengenaskan.

Seluruh tubuhnya penuh luka dengan tangan, kaki, dan punggung patah. Bahkan, katanya, kulit kepala gadis itu juga mengelupas hingga rambutnya tidak ada lagi.

Seperti diketahui, pada Rabu (8/12) sore terjadi banjir lahar dingin cukup besar di Sungai Putih. Besar kemungkinan gadis tersebut kemarin terseret banjir lahar dingin.

Hadi menuturkan, sekitar pukul 06.30 WIB tadi pagi, saat dirinya hendak melihat tanggul penahan lahar di dekat desanya, dia melihat sesosok tubuh teronggok di atas batu Sungai Putih.

Bersama Giyanto (49), Hadi kemudian mendorong mayat ke tepi sungai kemudian ditutupi dengan daun pisang. Selanjutnya, Hadi melaporkan penemuan tersebut kepada Kepala Desa Mranggen Aziz Zubaidi (47) dan dilanjutkan ke Polsek Srumbung.

Polsek Srumbung dan tim identifikasi dari Polres Magelang datang sekitar pukul 07.15 WIB. Setelah identifikasi dan olah TKP, polisi kemudian mengevakuasi mayat gadis itu ke RSUD Muntilan.

“Kami belum mengetahui identitasnya. Namun, dari kondisinya pasti sudah terseret lahar beberapa kilometer,” kata Kanitreskrim Polsek Srumbung Magelang Aiptu Bagyo http://www.surya.co.id/2010/12/09/gadis-14-tahun-tewas-terseret-lahar-dingin.html

Wednesday, December 8, 2010

Banjir lahar dingin, Jalan Magelang-Yogya Tertimbun Pasir 2 Meter

Banjir lahar dingin kembali menutup Jalan Raya Magelang-Yogyakarta. Banjir kali ini lebih dahsyat karena menutup jalan antara satu hingga dua meter di badan jalan.

Berdasar pantauan Suara Merdeka CyberNews, jalan tertutup pasir dan batu hingga sepanjang 300 meter. Material vulkanik tersebut masih basah sehingga sulit dilewati. Sejumlah relawan dan polisi yang mencoba lewat terjebak pasir hingga setinggi pinggang.

Sebanyak tujuh ruko yang ada di pinggir jalan Magelang-Yogyakarta bahkan tertutup pasir dan batu hingga ketinggian satu meter lebih. Demikian juga Pasar Jumoyo dan Dusun Gempol, Desa Jumoyo yang tertimbun lahar. Belum diketahui apakah ada korban jiwa atau tidak.

“Kami belum berani menjangkau pasar dan Dusun Gempol. Relawan yang bertugas di atas melaporkan akan ada banjir susulan,” kata Edy Hermawan, Koordinator Lapangan SAR Senkom Mitra Polri Kabupaten Magelang, Rabu (8/12).

Menurut dia, banjir pertama kali datang pada pukul 15.30. Saat itu, lahar sudah mulai melimpas sampai jalan raya sehingga jalur utama Yogyakarta menuju Semarang itu ditutup.

Sekitar setengah jam kemudian banjir kembali datang dengan volume lebih besar lagi. “Namun yang terbesar banjir ketiga karena sampai menimbun jalan raya setengah kilometer,” kata dia.

Satlantas Polres Magelang kemudian mengalihkan arus lalu lintas dari Magelang dan Semarang menuju ke Purworejo dan Kecamatan Kali Bawang, Kabupaten Kulonprogo. Polisi memasang barikade berlapis-lapis mulai Kota Muntilan, pertigaan Gulon, depan radio Merapi Indah dan sekitar 500 meter dari lokasi tertimbun lahar.

Semua kendaraan dilarang melewati pembatas sehingga wartawan dan relawan yang ingin menjangkau lokasi lahar harus berjalan kaki. Kondisi jalan gelap gulita karena listrik mati sejak Rabu sore.

Sementara kendaraan dari arah Yogyakarta diberhentikan di dekat jembatan Kali Krasak dan diarahkan menuju Kali Bawang. “Jalan tak bisa dilalui karena tertimbun pasir tinggi. Lalu lintas kami alihkan lewat Kulon Progo,” kata Kasat Lantas Polres Magelang AKP Widianto. http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/12/08/72511/Jalan-Magelang-Yogya-Tertutup-Pasir-2-Meter

Saturday, November 27, 2010

Eks Pengungsi Merapi: makan ampas umbi Ganyong untuk bertahan hidup

Selama 10 hari warga Dusun Tritis, Desa Lencoh, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, terpaksa harus makan ampas umbi Ganyong untuk bertahan hidup. Mereka makan ini sepulangnya dari pengungsian akibat letusan Gunung Merapi.

Menurut Gito Mingan (56), tokoh masyarakat Dusun Tritis, Boyolali, Rabu menjelaskan, warga setempat setelah pulang dari pengungsian terpaksa harus makan ampas umbi Ganyong yang dicampur nasi jagung karena tidak ada persediaan beras.

Warga Tritis yang berjarak sekitar delapan kilometer dari puncak Gunung Merapi, sempat mengungsi ke Taman Nasional Kridanggo, Boyolali saat terjadi letusan.

Namun, warga Tritis sebanyak 141 kepala keluarga tersebut kemudian diizinkan pulang ke rumah masing-masing setelah radius bahaya dipersempit.

“Warga sudah kembali pulang ke rumah masing-masing tanggal 14 November 2010. Kami saat sesampai di rumah, yang tersisa hanya ampas umbi Ganyong dan jagung,” kata Gito.

Menurut Gito, umbi Ganyong yang masih di ladang dipanen dan ditumbuk hingga halus. Setelah itu, sari Ganyong diambil dapat dijual, tetapi ampasnya dimasak, yakni dicampur dengan jagung.

“Buat kami, yang penting perut dapat kenyang dan dapat beraktivitas di kebun,” kata Gito.

Prapto Marjo (55) warga setempat lainnya menjelaskan, sari atau pati umbi Ganyong dapat dijual dengan harga Rp3.000 per kilogram. Sari ganyong ini dapat dibuat kerupuk rambak.

Meskipun warga di dusun terpencil di kaki Gunung Merbabu makan ampas umbi Ganyong, tetapi mereka semuanya dapat bertahan dan dalam kondisi sehat.

Martono, Ketua RT16/RW3 Dusun Tritis membenarkan warganya banyak makan ampas umbi Ganyong karena mereka tidak mempunyai persediaan beras.

Martono mengakui, dusunnya ini memang belum banyak tersentuh bantuan, sehingga warga makan apa adanya yang tersedia di rumah.

Oleh karena itu, pihaknya mengharapkan bantuan dari pemerintah mengenai jatah hidup bagi warga yang sudah diizinkan pulang dari pengungsian.

“Kami harapkan jatah hidup segera disalurkan, karena warga tidak mendapatkan penghasilkan setelah mengungsi dan harus menunggu tiga hingga empat bulan dari hasil panen ladangnya,” katanya

http://www.surya.co.id/2010/11/27/terpaksa-makan-ampas-umbi-ganyong.html


sapi korban merapi hanya dibeli separuh harga

Janji pemerintah untuk membeli hewan ternak korban Merapi tak sesuai dengan harapan. Terbukti hewan ternak mereka hanya dibeli dengan separuh harga. Alhasil, petani banyak yang merugi.

Sebagian besar warga korban letusan Merapi menyayangkan sikap pemerintah yang tak konsisten untuk membeli harga ternak mereka sesuai dengan ketentuannya. Hingga saat ini, pembelian ternak oleh pemerintah sangat mengecewakan warga.

Contohnya yang dialami warga di Desa Batur, Magelang. Mereka mengaku sangat terpukul karena setiap ekor ternak sapi yang dijual menyebabkan rugi hingga Rp 4 juta. Seperti yang disampaikan Sumitro. Jika sebelumnya satu ekor sapi bisa laku Rp 8 juta, setelah terkena dampak letusan Merapi hanya dihargai Rp 4 juta. Kalau pun petani mempertahankan ternak untuk tak dijual, mereka harus beli pakan ternak per unitnya Rp 10 ribu.

Warga berharap, pemerintah mengganti kerugian petani yang sudah terlanjur menjual ternak-ternaknya. Selain itu, pemerintah juga diminta memberikan bantuan modal agar mereka bisa bertahan hidup dengan kondisi yang saat ini tak punya apa-apa lagi.

http://www.surya.co.id/2010/11/27/sapi-korban-merapi-hanya-dibeli-separuh-harga.html

Friday, November 26, 2010

Cabuli Pengungsi, Pemuda Dimassa

Apa yang dilakukan Solichin (18), warga Dusun Srumbung Krajan, Desa Srumbung, Kecamatan Srumbung ini sungguh tak patut ditiru. Ia mencabuli seorang pengungsi yang baru berusia 17 tahun. Kasus pencabulan ini dilakukan di rumah korban Melati Putih di Dusun Gowok, Desa Sewukan, Kecamatan Dukun. Desa ini hanya berjarak kurang dari 10 km dari puncak Merapi sehingga warga harus mengungsi.

Solichin bersama keluarganya mengungsi ke TPS Balai Desa Rambeanak, Kecamatan Mungkid sementara Melati Putih mengungsi ke TPS Lapangan Tembak di Desa Plempungan, Kecamatan Salam.

Hal ini membuat Solichin yang memendam cinta kepada Melati Putih terpisah jarak dan waktu. Untuk membina hubungan Solichin rajin berkirim pesan pendek atau SMS. Karena sudah tak kuat menahan rindu, Solichin mengajak korban untuk bertemu di rumah korban. Solichin datang dengan diantar ASB (17), tetangga korban.

Setelah bertemu, kedua sejoli yang dimabuk asmara ini kemudian mengobrol di teras rumah. Setelah itu, Solichin meminta temannya untuk pergi membeli rokok. Kesempatan ini ia manfaatkan untuk merayu Melati. Keduanya kemudian masuk ke dalam kamar.

Solichin yang sempat "mesum" dengan korban kaget karena tiba-tiba, Sukirman, ayah korban pulang dari pengungsian untuk memberi makan ternak. Sukirman menyeret Solichin keluar kamar dan kemudian menghajarnya di teras rumah. Solichin yang ketakutan berteriak teriak minta tolong. Namun teriakan ini justru membuat belasan warga yang tengah pulang dari pengungsian ikut menghajar pelaku.

Sebelum kejadian buruk berlanjut, Solichin diamankan oleh petugas hansip. Bersama ASB ia kemudian melarikan diri ke Kecamatan Srumbung. Namun ternyata belasan tetangga korban yang marah ikut mengejar sampai Srumbung.

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/11/25/71448/Cabuli-Pengungsi-Pemuda-Dimassa

Thursday, November 25, 2010

Curi Bantuan Merapi, Perangkat Desa Ditangkap


Polres Magelang menangkap seorang perangkat Desa Gulon, Kecamatan Salam karena diduga menggelapkan barang logistik untuk pengungsi. Ia tertangkap tangan setelah dikuntit polisi.

Menurut Kasat Reskrim AKP Slamet Riyadi, tersangka R Heri Soesanto ditangkap Kamis dini hari sekitar pukul 00.30 WIB. Ia ditangkap saat pulang dari Balai Desa Gulon yang menjadi Posko Pengungsian menuju rumahnya di RT 05/RW 01 Gulon.

TPS Balai Desa Gulon selama ini digunakan untuk mengungsi ribuan warga korban letusan Gunung Merapi dari Desa Ngargosoko, Pandanretno, dan Polengan, Kecamatan Srumbung. Penangkapan ini berdasarkan informasi yang diterima petugas di lapangan.

”Kami mendapat laporan ada perangkat yang sering membawa pulang bantuan logistik untuk pengungsi,’’ kata AKP Slamet Riyadi, Kamis (25/11). Informasi dari pengungsi dan warga ini kemudian ditindaklanjuti polisi dengan melakukan penyidikan. Setelah diawasi beberapa hari ternyata tersangka kedapatan membawa barang logistik.

Ia pun tertangkap tangan dengan sejumlah barang bukti seperti minyak goreng tiga jeriken, beberapa karung beras kemasan, dan bawang putih empat kilogram. Barang-barang tersebut dibawa dengan menggunakan mobil Honda Accord berwarna putih bernopol AB 8180 GA. ”Tersangka kami tangkap saat hendak masuk ke rumah. Di dalam mobil kami temukan barang-barang yang dicurigai,” katanya.

Petugas kemudian melakukan penggeledahan di dalam rumah tersangka dan menemukan sejumlah barang bukti, antara lain tiga lembar bad cover, susu bubuk, teh, sikat gigi, dan pasta gigi. Menurut dia, modus yang dilakukan pelaku adalah menunggu relawan dan pengungsi tertidur. Ia melakukan aksinya pada malam hari atau dini hari.

”Berdasarkan pengakuannya, dia baru melakukan aksi tersebut sebanyak tiga kali. Namun kami akan selidiki lebih lanjut,” katanya.

R Heri Soesanto mengaku tak kesulitan untuk membawa pulang barang-barang bantuan itu. Sehari-hari dia memang bertugas membantu dan mengurus kebutuhan pengungsi. ‘’Saya setiap hari memang bertugas membantu pengungsi. Tak ada yang tahu saya mengambil dari gudang,’’ jelas dia.

Dia beralasan barang bantuan tersebut bukan untuk dirinya namun akan dibagikan kembali pada warga desa yang membutuhkan. Menurut dia, tidak hanya pengungsi yang membutuhkan, banyak Desa Gulon juga membutuhkan bantuan, namun tidak ada alokasi bantuan dari pemerintah.

Tak Dapat Bantuan

Ia menyayangkan hanya korban Merapi yang menjadi pengungsi yang mendapat bantuan pemerintah. Sementara warga yang tak mengungsi tidak mendapat bantuan. ‘’Padahal mereka sama-sama korban Merapi dan butuh bantuan,’’ kata dia.

Rencananya, setelah barang-barang itu terkumpul akan dia bagikan pada 40 kepala keluarga di sekitar rumahnya. Namun belum sempat dibagikan aksi R Heri Soesanto terlebih dulu ketahuan polisi, sehingga harus meringkuk di balik jeruji besi.

Tersangka ditahan di Markas Polres Magelang dan akan dijerat pasal 363 tentang pencurian atau 374 tentang penggelapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Mobil pribadi dan barang-barang curian sudah disita untuk barang bukti. ‘’Jika terbukti tersangka terancam hukuman maksimal 4 hingga 5 tahun penjara. Kasus ini akan kami kembangkan agar menjadi pelajaran masyarakat,’’kata dia.

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/11/26/71491/Perangkat-Gelapkan-Logistik-Pengungsi
http://foto.detik.com/readfoto/2010/11/25/161309/1502381/157/1/curi-bantuan-merapi-perangkat-desa-ditangkap

Wednesday, November 24, 2010

Boyolali : warga menghentikan paksa truk logistik

Aksi penghentian truk logistik di sejumlah titik di lereng Merapi mendatangkan rasa trauma mendalam bagi para relawan yang hendak mengirim bantuan. Mereka memilih menurunkan bantuan di posko darurat Desa Samiran, Kecamatan Selo, Boyolali. Mereka tidak berani masuk ke pedalaman, khawatir bantuan tidak sampai sasaran ke tangan korban Merapi. Sementara di Kota Magelang, pengungsi membakar bantuan pakaian bekas . Edy Nirmolo, salah satu relawan dari Kota Boyolali mengatakan, beberapa hari terakhir ini mengirim bantuan sembako dan daging kurban ke ratusan korban Merapi. Seluruh bantuan itu diturunkan di posko darurat di Desa Samiran. Lokasinya berada di dekat kota Kecamatan Selo, sehingga jauh dari aksi perampasan dari warga.

Aksi penghentian paksa truk logistik ini terjadi di sepanjang jalan Desa Jrakah dan Klakah. Sebagian warga menghentikan paksa truk logistik lantaran berdalih tidak memiliki bekal selama pulang dari pengungsian. Pengiriman logistik sejumlah relawan pun tidak bisa menembus daerah sasaran. "Saya turunkan di Samiran. Agar relawan khusus di lereng Merapi yang membagikan rata," kata Edy kemarin (21/11).

Dia mengatakan, warga lereng Merapi mengalami krisis pangan. Hal ini terjadi lantaran ditinggal mengungsi sekitar 20 hari. Warga lereng Merapi ini semula mengungsi di Kota Boyolali, setelah aktivitas Merapi dinilai aman, mereka kembali ke rumah masing-masing.

Setiba di rumah, warga tidak memiliki bekal makanan sama sekali. Ingin bangkit dari keterpurukan ekonomi pun dinilai sangat sulit lantaran perkebunan mereka ludes terkena material vulkanik. "Warga membutuhkan waktu tidak singkat supaya bangkit dari keterpurukan," kata dia.

Haryoko, relawan lain mengatakan, bantuan logistik dari masyarakat diturunkan di Desa Gedangan dan Wonodoyo, Kecamatan Cepogo, bukan ke Selo yang dilaporkan rawan terjadi sabotase di tengah jalan. Mereka memilih menurunkan bantuan di Cepogo lantaran masih banyak warga yang kekurangan. "Kami mendapat laporan warga banyak yang tidak bisa masak karena kehabisan beras," terangnya.

Menyiasati agar tidak terjadi penjarahan di tengah jalan, relawan berkoordinasi terlebih dulu dengan perangkat desa setempat. Misalnya, bantuan logistik tidak untuk warga di pinggir jalan Selo-Magelang, perangkat desa melarang penghentian truk logistik. Hari berikutnya, relawan baru menurunkan logistik ke daerah tersebut.

Sementara itu, kekurangan makan ini diakui Kepala Desa (Kades) Jrakah Tumar. Dia mengatakan, selama di rumah, warga belum tersentuh bantuan logistik dari pemerintah setempat. Warga terpaksa memakan seadanya hasil bumi, seperti ubi jalar, dan jagung. "Sebetulnya sudah mengajukan permohonan ke Pemkab, tapi tidak kunjung disalurkan," katanya.

Penyaluran bantuan logistik di lereng Merapi sebelah atas ini memang belum dilakukan. Sebab, Pemkab berdalih lereng Merapi masih termasuk kawasan rawan bencana (KRB) III bencana Merapi. "Kami akan berikan bantuan jatah hidup bila kondisinya memang sudah normal," terangnya.

Sementara itu, di Kota Magelang dilaporkan terjadi aksi pembakaran pakaian bekas oleh pengungsi, tepatnya di Alun-alun, kemarin sore. Pengungsi dari Dusun Keron, Kronggahan, Sawangan, Kabupaten Magelang merasa tidak butuh lagi pakaian bekas. Karena mereka telah kembali ke rumah dan mempunyai pakaian yang relatif lebih bagus.

"Saat di pengungsian, kami memang butuh baju, karena tidak membawa pakaian. Tapi ketika situasi mulai normal, ternyata masih saja dikirimi baju. Bahkan sampai delapan karung besar. Setelah dibuka, ternyata banyak yang sobek-sobek dan tidak layak pakai. Daripada membikin penuh dan kotor, maka lebih baik kita bakar saja," kata penanggung jawab aksi dari Dusun Keron, Agung Nugroho, kemarin.

Adanya aksi tersebut, warga pengungsi dari Keron ingin meyampaikan pesan agar bantuan yang diberikan bisa lebih bermanfaat dan tepat dengan situasi serta kondisi pengungsi yang kini mulai kembali ke rumah. "Kita butuh bantuan untuk pemulihan dusun dan desa. Juga bantuan agar kami bisa bangkit lagi menatap hari esok," tuturnya.

Keron sendiri masuk jarak sekitar 16 km dari puncak Merapi arah Barat. Di dusun tersebut, ada 108 pengungsi dari Dusun Babatan, Krinjing, Dukun yang notabene hanya berjarak sekitar 8 Km dari puncak.

"Meski kemarin kita sama-sama mengungsi, tetapi kini dusun kami menerima pengungsian. Ini yang juga harus kita perhatikan," ungkap Agung.

Untuk membantu pengungsi dari Babatan dan lainnya, warga Dusun Keron bersama para pengungsi ‘ngamen’ di Alun-Alun Kota Magelang sejak Sabtu (20/11) siang. Mereka bersama Sanggar Seni Saujana pimpinan Sujono menampilkan Jingkrak dan Topeng Ireng. "Aksi ini bukan untuk sekarang, tetapi untuk bantuan para pengungsi setelah kembali ke desa. Karena kalau sekarang, mereka masih bisa kita hidupi," ungkap Sujono.

Uang yang terkumpul dari mengamen akan difokuskan untuk program rekonstruksi. Terutama untuk perbaiakan rumah dan membeli benih, obat-obatan, pupuk serta lainnya, agar pengungsi bisa segera bangkit.

"Pemerintah juga harus peduli dengan persoalan ini," tegas Sujono. Rencananya, aksi tersebut akan terus dilakukan tiap hari Sabtu dan Minggu sampai dianggap cukup. Dalam ngamen yang dilakukan Sabtu lalu, berhasil terkumpul Rp1.040.700. Sedang aksi kemarin sore hanya mendapatkan Rp509.000.

Seniman Bakar Bantuan Pakaian Bekas untuk Pengungsi

Sejumlah seniman dari Dusun Keron, Desa Grogowanan, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Ahad (21/11), membakar bantuan pakaian bekas untuk para korban bencana Gunung Merapi karena tidak layak pakai.

Koordinator aksi Sujono menyatakan berterima kasih dan memberikan apresiasi yang tinggi kepada semua pihak yang mau membantu pengungsi, namun dia menyanyangkan bantuan berupa barang bekas yang tidak layak pakai. Beberapa seniman melakukan pementasan dan membakar pakaian bekas di Alun-Alun Kota Magelang.

"Kami berterima kasih telah dibantu dan kami mohon keikhlasan dengan memberikan sesuatu yang layak kepada kami," katanya.

Ia mengatakan, lima hari lalu telah mendapat bantuan berupa satu karung beras, dua dus mi instan dan delapan karung pakaian bekas untuk 700 pengungsi di Dusun Karanglo, Keron dan Lulang Desa Grogowanan, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang. Namun, dari delapan karung pakaian bekas tersebut, 80 persen di antaranya sobek di sana-sini dan tidak layak pakai.

Ia mengatakan, bantuan yang diperoleh dengan prosedur berbelit-belit tersebut, untuk pakaian yang tidak layak pakai belum didistribusikan kepada para pengungsi dan masih menumpuk di tempat pengungsian.

Sebelumnya mereka juga melakukan penggalangan dana di seputar Alun-Alun dan sepanjang Jalan A Yani Kota Magelang dengan kesenian Jingkrak Sundang dan Topeng Ireng untuk mencukupi kebutuhan para pengungsi.

"Selama ini kami mandiri untuk mencukupi kebutuhan pengungsi," kata koordinator penggalangan dana, Agung Nugraha.

Ia mengatakan, selama tiga pekan di pengungsian belum menerima bantuan dari posko penanggulangan bencana pemerintah. Selama di pengungsian mereka hanya makan dengan mengandalkan kebun singkong milik warga
http://www.metrotvnews.com/metromain/news/2010/11/21/34616/Seniman-Bakar-Bantuan-Pakaian-Bekas-untuk-Pengungsi

Tuesday, November 23, 2010

Warga Magelang waspadai ancaman banjir lahar dingin

Warga di sekitar alur Kali Senowo dan Lamat, di kawasan barat puncak Merapi, Kabupaten Magelang, Jateng, mewaspadai ancaman banjir lahar dingin susulan, Selasa sore.

“Banjir sore ini agak besar tetapi tidak sebesar Minggu malam,” kata Kepala Dusun Bendo, Desa Mangunsoko, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jateng, Sudiyono, di Magelang, Selasa (23/11/2010).

Hujan deras mengguyur kawasan itu sejak sekitar pukul 16.00 WIB hingga 17.00 WIB, mengakibatkan banjir lahar dingin di alur kali setempat yang airnya berhulu di Merapi.

Kawasan itu terletak di sekitar alur Sungai Senowo yang berjarak sekitar 10 kilometer barat puncak Merapi.

Ia sempat mengumpulkan perempuan, anak-anak, dan orang lanjut usia di salah satu tempat untuk dievakuasi ke lokasi relatif aman sebagai antisipasi jika banjir lahar dingin menerjang dusun tersebut.

“Kami sempat kumpulkan untuk dievakuasi ke tempat aman, tetapi karena air segera surut, evakuasi terhadap mereka kami urungkan,” katanya.

Banjir lahar dingin susulan di alur kali itu berlangsung sekitar pukul 16.00 hingga 16.15 WIB.

Warga setempat terutama laki-laki, berjaga-jaga mengawasi arus air sungai selama banjir lahar dingin susulan. “Suaranya bergemuruh karena batu-batu bertumbukan,” katanya.

Kepala Dusun Tangkil, Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun, sekitar 6,5 kilometer barat puncak Merapi yang wilayahnya berada di kawasan alur Kali Lamat, Ponidi, mengatakan, banjir lahar dingin susulan juga terjadi di sungai itu menyusul hujan cukup deras sejak pukul 16.00 hingga 17.00 WIB.

“Banjir sore ini lebih besar ketimbang Minggu malam, suara gemuruh dari batuan yang bertumbukan terdengar cukup keras dari sungai itu,” katanya.

Ia mengaku bersama seorang warga setempat memantau banjir lahar dingin susulan di sungai yang airnya berhulu di Merapi itu.

Air dan material Merapi, masih bisa melewati salah satu gorong-gorong cek dam Kali Lamat di dusun setempat.

“Empat gorong-gorong lainnya sudah tertutup material akibat banjir beberapa kali sebelumnya, hingga saat ini masih satu gorong-gorong yang bisa dilalui air dan material,” katanya.

Kepala Desa Ngargomulyo, Yatin, mengatakan, pihaknya secara intensif telah mengingatkan masyarakat setempat untuk mewaspadai kemungkinan banjir lahar dingin melalui sejumlah sungai di desa setempat.

Wilayah Desa Ngargomulyo dengan 11 dusun berada di antara alur Kali Lamat dengan Blongkeng.

“Masyarakat harus menjauhi alur sungai hingga radius 300 meter kalau terjadi hujan deras cukup lama dan banjir lahar dingin,” katanya.

http://www.surya.co.id/2010/11/23/warga-magelang-waspada-banjir-lahar-susulan.html

Tuesday, November 16, 2010

Korban Merapi: Pangan Habis, Warga Merapi Makan Ubi

Kondisi warga di luar wilayah pengungsian pasca-erupsi Gunung Merapi cukup memprihatinkan karena tanaman pertanian hancur terkena abu vulkanik. Sementara itu, mereka tidak mendapat bantuan seperti warga yang mengungsi.

Berdasarkan pantauan di Desa Jati, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Selasa (16/11/2010), sebagian warga terpaksa mengganti makanan pokok mereka dari nasi ke ubi atau ketela karena persediaan pangan sudah habis.

"Tidak ada lagi yang bisa dimakan. Hanya ketela yang bisa diambil dari ladang," kata warga Dusun Kadileben, Desa Jati, Kecamatan Sawangan, Winarti (39), yang sudah dua hari beralih makan ubi atau ketela.

Desa Jati bukan termasuk wilayah yang warganya harus mengungsi sehingga tidak mendapatkan jatah logistik dari pemerintah setempat, meski sawah dan ladang mereka hancur terkena abu vulkanik.

Kepala Desa Jati Lilik Sujadi mengatakan, di desanya terdapat 1.184 kepala keluarga yang sebagian besar mengandalkan hasil bumi untuk bertahan hidup.

Desa ini berada di perbatasan lereng Gunung Merapi dan Merbabu atau sekitar 20 km dari puncak Merapi.

Ia mengatakan, hampir semua area perkebunan dan persawahan di daerahnya rusak. Kebanyakan tanaman ambruk karena terguyur abu vulkanik akibat erupsi Gunung Merapi.

"Kami sedang melakukan pendataan kerusakan tersebut," katanya.

Menurut Jati, dia telah mengajukan permohonan bantuan kepada Pemerintah Kabupaten Magelang. Namun, hal itu belum mendapatkan tanggapan.

Sekda Kabupaten Magelang, Utoyo, mengaku belum bisa memberi solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut.

"Sekarang masih dalam tanggap darurat. Yang kami urusi memang baru pengungsi karena peraturannya memang seperti itu," katanya.

Ia mengungkapkan, sekarang juga terjadi kecemburuan antara pengungsi dan warga di luar pengungsian.

Namun, Pemkab Magelang tidak bisa berbuat banyak karena penggunaan dana pemerintah tidak bisa sembarangan.

"Tidak menutup kemungkinan, penyelesaian masalah tersebut akan dibahas saat masa tanggap darurat dicabut," katanya.

http://regional.kompas.com/read/2010/11/16/1928035/Pangan.Habis..Warga.Merapi.Makan.Ubi

Tuesday, November 9, 2010

Minim, Kiriman Bantuan ke Muntilan


Bantuan untuk korban letusan Gunung Merapi yang masuk ke daerah Muntilan, Magelang, dinilai sangat minim, jauh dibanding bantuan yang masuk ke Yogyakarta. Padahal, kerusakan di Muntilan akibat semburan awan panas tidak kalah hebat ketimbang wilayah di selatan Merapi.

"Jadi tolong arahkan bantuan ke Muntilan karena jumlah pengungsi juga banyak," kata Goro Hendratmoko, koordinator barak pengungsian di SMA Van Lith Muntilan, ketika ditemui Kompas.com, Selasa (9/11/2010).

Goro mengatakan, di sekitar Van Lith saja setidaknya ada delapan barak pengungsian di sekolah dan masjid, dengan jumlah pengungsi sekitar 5.600 warga. Belum lagi barak-barak yang masuk ke desa-desa. Di Van Lith ada sekitar 1.500 warga dari sekitar enam desa. Mereka menempati ruang-ruang yang ada di sekolah.

Goro mengatakan, saat letusan hebat pada Jumat pekan lalu, bantuan yang masuk sangat minim. Oleh karena itu, ia harus mengontak ke sejumlah pihak di Yogyakarta agar segera mengirimkan bantuan. Adapun bantuan dari pemerintah sangat minim. "Waktu itu kami minta back up ribuan nasi bungkus. Kalau tidak, tiga hari kemudian akan kelaparan," ujarnya.

"Sekarang banyak yang takut masuk wilayah Muntilan karena dibilang zona berbahaya. Di sini seperti kota mati, semua lumpuh," kata dia.

Ditanya tentang keperluan apa yang mendesak, Goro menjawab, "Pakaian, pakaian dalam dan peralatan bayi."

Pantauan Kompas.com di Muntilan, kerusakan terlihat di mana-mana. Pohon-pohon tumbang, rumah hancur, perkebunan warga rusak, dan abu vulkanik di jalanan yang mencapai 5 sentimeter. Padahal, jarak wilayah itu dengan puncak Merapi relatif jauh, yakni sekitar 20 kilometer. http://regional.kompas.com/read/2010/11/09/15301191/Minim..Kiriman.Bantuan.ke.Muntilan

Monday, November 8, 2010

Merapi Muntahkan Harta Rp 10 Trilyun


Hingga hari ke-12, Sabtu (6/11), Gunung Merapi belum menyudahi aktivitasnya dan masih mengeluarkan awan panas (wedhus gembel). Namun, di balik semua bencana itu, Merapi juga bekerja menyiapkan rejeki baru. Ya, Merapi juga telah memuntahkan harta berupa material vulkanik senilai sedikitnya Rp 10 triliun.

Sejak meletus, 26 Oktober, erupsi Merapi telah menewaskan sedikitnya 116 orang, 218 luka, dan memaksa sekitar 198.000 jiwa mengungsi. Namun bencana akibat letusan terdahsyat dalam 140 tahun terakhir itu juga membawa ‘berkah’.

Banjir lahar yang bersumber dari guguran material Merapi menjadi rejeki bagi warga bantaran Kali Code di Kledok Tukangan, Danurejan, Kota Jogjakarta. Haryanto, salah satu warga di kampung itu nekat melakukan aktivitasnya menambang pasir meski ancaman lahar dingin mengancam. Aktivitas menambang pasir juga dilakukan warga sekitar Muntilan di Sungai Pabelan, Magelang.

“Ini rejeki Merapi,” kata Haryanto yang ditemui sedang menambang pasir, Sabtu, (6/11). Selama dua jam dia bekerja secara tradisional menggunakan cangkul dan sekrop, dua gundukan pasir sudah berhasil ditambangnya. Dia mengaku sudah mendapat pesanan dari pengusaha pasir. Menurut Haryanto, pesanan pasir sudah datang karena pengusaha pasir tahu kualitas pasir Merapi setelah meletus sangat bagus. Kualitas satu. Harganya pun mahal.

Sejumlah hasil penelitian menyebut, pasir Merapi atau sering disebut pasir Muntilan mempunyai kadar lumpur hanya 3 persen. Padahal menurut Departemen Pekerjaan Umum pasir sudah disebut baik jika kadar lumpurnya 5 persen. Pasir Merapi memiliki angka kekekalan rata-rata 10 persen, sementara pasir pada umumnya memiliki angka kekekalan di atas 10 persen.

Untuk satu truk pasir, setara enam kubik pasir, Haryanto mendapat bayaran Rp 360.000. “Lumayan untuk menambah biaya hidup,” ujar pedagang di Pasar Beringharjo ini. Satu kubik pasir dihargai Rp 60.000 (di tingkat penambang). Dan sampai ke tangan konsumen, satu kubik pasir Merapi bisa terjual Rp 100.000.

Haryanto mengaku tak khawatir dengan kiriman banjir lahar dingin akan mencelakakan dirinya karena kedatangannya memiliki tanda-tanda. “Kalau pohon-pohon dan batu datang, itu berarti sebentar lagi akan datang kiriman lahar dingin,” kata dia.

Nah, begitu tanda-tanda itu muncul, maka dia langsung naik ke atas. Haryanto mengaku tahu ciri kedatangan banjir lahar dingin, setelah mengalami tiga kali letusan Merapi. “Jadi sudah hafal kedatangannya,” kata dia.

Pasir yang hanyut terbawa air itu, kata Haryanto, tak akan habis selama setahun. “Sebentar lagi warga di sini akan menambang, karena sudah mendapat pesanan,” ujarnya dilansir tempointeraktif.

Haryanto mengaku, petugas Camat sudah menginformasikan warga Kledok Tukangan untuk menjauhi bantaran sungai. Wali Kota Jogjakarta Herry Zudianto dan Gusti Kanjeng Ratu Hemas, istri Sri Sultan Hamengku Buwono X berkali-kali mengimbau agar warga menjauhi bantaran untuk menghindari ancaman banjir lahar dingin yang sewaktu-waktu akan datang. Toh, peringatan itu tak efektif untuk mencegah warga menambang.

Ungkapan Haryanto bahwa Merapi membawa rejeki –selain membawa bencana– juga pernah disampaikan Dr Surono, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM. Menurutnya Merapi sedang bekerja menyiapkan rejeki baru untuk masyarakat.

“Merapi itu sedang membuat rejeki baru untuk masyarakat, nanti ada pasir baru untuk warga sekitar,” kata Surono yang saat ini akrab disapa Mbah Rono, Rabu (3/11).

Karena itu, Mbah Rono meminta masyarakat yang tinggal di lereng Merapi bersabar untuk sementara. Dia juga meminta agar masyarakat tidak hanya terus mengeluh dengan adanya aktivitas Merapi saat ini.

“Merapi kan selama ini lebih banyak memberi daripada meminta, saat ini dibutuhkan kesadaran masyarakat untuk mengerti. Biarkan dulu Merapi membuat rejeki baru,” kata ayah dua putri ini.

Pria yang menyelesaikan doktor geofisikanya di Prancis ini mengatakan, Merapi masih mengeluarkan awan panas yang biasa disebut wedhus gembel. Awan panas itu memiliki suhu di atas 600 derajat celcius yang sangat berbahaya baik bagi manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan.

“Jadi lebih baik jeda dulu sebentar, jangan merasa mengungsi itu seperti diusir dan sebagainya. Ini demi kebaikan bersama,” kata pria 55 tahun ini.

Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Dr R Sukhyar, Sabtu (6/11), memperkirakan jumlah material vulkanik hasil erupsi Gunung Merapi sejak 26 Oktober hingga 5 November telah mencapai sekitar 100 juta meter kubik. Material yang diantaranya berupa debu, pasir, kerikil, dan kerakal itulah yang nantinya terbawa air hujan menuju sedikitnya 13 sungai di sekitar Merapi. Merapi juga mengeluarkan gas dan awan panas (wedhus gembel). Kelak, setelah semua material Merapi sampai ke sungai, dan mulai ditambang, maka menjadi lahan rejeki baru bagi warga.

Dengan hitungan kasar, ada pasokan material baru dari Merapi sebanyak 100 juta meter kubik, maka belasan sungai di lereng Merapi diperkirakan menyimpan material (terutama pasir) senilai Rp 10 triliun. Itu dengan asumsi harga pasir Merapi satu meter kubik senilai Rp 100.000.

Namun, Sukhyar memperingatkan masyarakat sementara ini harus menjauhi bantaran sungai. Karena ancaman Gunung Merapi tidak hanya awan panas, tetapi juga banjir lahar apalagi saat terkena hujan yang cukup lebat di lereng gunung.

Sejumlah alur sungai yang perlu dihindari adalah Kali Woro, Kali Gendol, Kali Kuning, Kali Boyong, Kali Bedog, Kali Krasak, Kali Bebeng, Kali Sat, Kali Lamat, Kali Krasak, Kali Senowo, Kali Trising dan Kali Apu. Berdasarkan pengamatan di lapangan, endapan awan panas bisa mencapai jarak 12 km di Kali Boyong dengan ketebalan hingga 10 meter.

Sukhyar mengatakan, masyarakat agar terus waspada karena aktivitas Gunung Merapi masih tetap tinggi berdasarkan data pengamatan secara instrumental dengan menggunakan seismograf di BPPTK. “Fluktuasi Gunung Merapi masih cukup tinggi sehingga status Merapi masih tetap ‘Awas’ dan daerah terdampak juga masih tetap sama, yaitu radius 20 kilometer (km),” katanya.

Kampung Mati

Sementara itu tim gabungan relawan, TNI, dan SAR, Sabtu (6/11), kembali menyisir kawasan lereng Merapi untuk melakukan evakuasi tahap II pascaletusan, 4 November. Langkah ini diambil setelah beberapa saat menyaksikan aktivitas Merapi relatif tenang. Namun tim evakuasi kembali dikejar awan panas ketika mencoba melakukan evakuasi di kawasan hutan bambu di Desa Glagaharjo, Sleman. Tak ayal, mereka pun lari tunggang langgang.

Jumlah orang yang dilaporkan hilang kepada polisi jaga di ruang forensik RSU dr Sar­djito Jogjakarta, pascaletusan 4 November, mencapai 135 orang. Sementara korban meninggal menurut data unit forensik rumah sakit hingga siang kemarin mencapai 81 orang. Adapun korban luka mencapai 104 orang. Total korban tewas sejak Merapi meletus 26 Oktober menjadi 144 orang.

Dari jumlah korban meninggal pascaletusan 4 November, baru 13 yang berhasil diidentifikasi (termasuk seorang anggota polisi). Jenazah sulit dikenali karena hampir semua gosong dan banyak kulit korban saling menempel satu sama lain.

Di depan ruang forensik rumah sakit masih dibanjiri keluarga korban. Orang-orang yang mengadukan kehilangan anggota keluarganya terus berdatangan. Sukardi, 49, warga Dusun Gadingan, Kelurahan Margomulyo, Kecamatan Cangkringan, hingga kemarin belum menemukan anaknya yang bernama Taufik Arifin, 22. Saat Merapi meletus, Arifin sibuk mengantar keluarga ke pengungsian dengan sepeda.

Polisi melarang warga masuk wilayah perkampungan di kawasan bahaya Merapi. Bagi yang berkepentingan diberikan kesempatan dengan durasi waktu yang dibatasi. Pantauan Tribunnews (grup Surya), lalu lintas radius 20 kilometer dari puncak Merapi dijaga ketat polisi. Warga yang tidak berkepentingan dilarang masuk. Bahkan, banyak pengguna jalan yang membatalkan perjalanan dan kembali ke bawah, atau ke arah Jogjakarta.

Abu vulkanik masih tebal menyelimuti semua perkampungan di kawasan lereng Merapi. Tidak ada aktivitas orang karena hampir semuanya mengungsi. Praktis, perkampungan di lereng Merapi seperti kampung mati.


http://www.surya.co.id/2010/11/07/merapi-muntahkan-harta-rp-10-triliun.html

Saturday, May 8, 2010

Cirebon, Korban Miras Jadi 8 Tewas 25 masuk rumah sakit

Korban yang tewas akibat mengonsumsi minuman keras oplosan di Kecamatan Klangenan, Kabupaten Cirebon, bertambah satu orang, menjadi delapan orang. Sebelumnya, korban tewas sampai Jumat (7/5/2010) siang hanya tujuh orang. Mereka berasal dari desa berbeda.

Korban tewas terakhir adalah Sudrajat (25), warga Desa Selangit. Ia mengembuskan napas terakhir sekitar pukul 17.15 di ruang instalasi gawat darurat RSUD Arjawinangun. Kondisi korban sudah kritis sejak pertama kali datang di rumah sakit, sekitar pukul 10.30. Dia tak sadarkan diri, sering mengigau, dan pernapasannya sudah menggunakan alat bantu.

Herri, Wakil Kepala Ruangan IGD RSUD Arjawinangun, membenarkan, Sudrajat meninggal pada Jumat sore. Meski sudah mendapat perawatan, nyawanya tak bisa diselamatkan. "Jumlah pasien juga bertambah banyak. Total pasien yang masuk ke rumah sakit ada 25 orang," tambah Herri.

Sampai saat ini korban diduga keracunan miras oplosan. Meski tidak mengonsumsi pada hari yang bersamaan dan di tempat yang sama, Kepala Kepolisian Resor Kabupaten Cirebon AKBP Sufyan Syarif mengatakan, korban membeli miras dari tempat yang sama. Dua kios tempat korban membeli miras adalah kios di Desa Selangit dan Jemaras Kidul.

Sufyan mengatakan, Polres Cirebon telah menangkap dan meminta keterangan pemilik kios. Selanjutnya, kasus ini akan diselidiki untuk mencari penyebab sesungguhnya. "Belum tahu apakah miras yang diminum kedaluwarsa, beracun, atau palsu. Harus diuji laboratorium dulu," ujar Sufyan
http://regional.kompas.com/read/2010/05/07/20213030/Korban.Tewas.karena.Miras.Jadi.8.Orang

Tuesday, May 4, 2010

KLATEN : Belum Setahun, SD DAK Rusak

Bangunan SD yang didanai dengan dana alokasi khusus (DAK) bidang pendidikan 2009 ditemukan telah rusak meskipun belum setahun dibangun. Padahal hasil evaluasi dan monitoring dari Dinas Pendidikan juga belum selesai tetapi atap ruang kelas sudah ada yang jebol.

Anggota Komisi IV DPRD Klaten, Marjuki SIP mengatakan dari hasil sidak ke beberapa SD di Kecamatan Kemalang ditemukan kerusakan di beberapa SD. ’’Di SDN Tegalmulyo I ruang kelasnya justru tidak bisa digunakan siswa,’’ jelasnya, akhir pekan lalu.

Di sekolah tersebut atapnya bocor dan ruang kelas kemasukan air hujan sehingga tidak bisa digunakan untuk belajar siswa. Selain itu, eternit di beberapa lokasi sudah banyak yang menjamur sehingga rawan ambrol.

Kualitas kayu dan genteng menurutnya perlu dipertanyakan, sebab mutunya tidak bagus sehingga belum setahun sudah rusak. Selain itu di SDN II Tegalmulyo kondisinya tak jauh berbeda. Namun kondisi paling parah ada di SDN I Tegalmulyo.

Menurutnya, temuan itu bisa menjadi sampel di daerah lain sehingga sangat mungkin SD lain kondisinya tidak jauh berbeda. Untuk itu, DPRD meminta Dinas segera melaporkan hasil evaluasi DAK 2009 dengan total dana Rp 44 miliar.

Sebab dalam beberapa kali rapat hasilnya tak kunjung selesai dan juknis DAK 2010 juga belum dipegang. Dengan kondisi itu, wajar jika DPRD bertanya-tanya. Temuan dugaan penyimpangan di lapangan yang selama ini santer, menurutnya bukan lagi hal main-main karena buktinya sudah ada.
Mutu Jelek Ketua Komisi IV DPRD Klaten, Yoga Hardaya SH menjelaskan temuan genteng bocor memang hanya di satu ruangan. Dengan temuan itu DPRD akan mengecek SD lain, sebab bisa jadi SD lain tidak jauh berbeda kondisinya. ’’Kami sudah meminta Kepala UPTD segera merehab,’’ ungkapnya.

Dikatakannya, bisa jadi genteng bocor akibat tidak satu produsen, sehingga rawan mutunya jelek. DPRD meminta sampel itu dijadikan bahan pencermatan Dinas untuk segera menyusun laporan evaluasi. Apalagi saat ini DAK 2010 sudah mulai masuk tahapan validasi sekolah calon penerima.

Kepala Dinas Pendidikan Pemkab Klaten, Drs Sunardi MM saat dikonfirmasi mengakui adanya temuan itu. Dinas sudah meminta sekolah dan pihak terkait bertanggung jawab. ’’Jika menyalahi spesifikasi kami meminta diganti,’’ tegasnya.

Menurutnya, Dinas tidak mau tahu siapa pun yang bertanggung jawab. Apabila jika dicek nanti ditemukan penyimpangan RAB awal, semua harus diganti.
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/05/03/107924/Belum-Setahun-SD-DAK-Rusak

Oknum Polisi Surakarta Diduga Terima Suap

SOLO- Ada oknum Poltabes Surakarta yang menangani perkara penggelapan tujuh mobil diduga menerima uang suap sekitar Rp 25 juta. Uang suap itu berasal dari Warti (54) selaku pengelola mobil yang diserahkan kepada seorang konsultan bernama Dwiyono. Uang sebanyak itu diyakini mengalir ke polisi yang menangani kasus tersebut.

Adanya uang pelicin untuk mempermudah penanganan kasus itu diungkap seorang yang berinisial Bd, kemarin. Dia tahu persoalan tersebut bermula ada pertemuan di rumah makan di kawasan Manahan, Rabu (28/4) lalu.

''Pada saat pertemuan yang dihadiri Warti, Dwiyono, tiga penyidik serta seorang lawyer, menyinggung soal uang tersebut untuk memudahkan penanganan kasus penggelapan,'' jelas nara sumber yang tinggal di Solo itu. Dalam pertemuan itu, Warti menyebut nilai nominal Rp 25 juta yang sudah di­serahkan ke Dwiyono. Tujuan awal uang itu diberikan ke polisi.

''Hanya saja perwira berpangkat AKP yang turut datang dalam pertemuan itu, meminta uang tambahan Rp 2,5 juta untuk transpor mengurus izin permohonan penyitaan mobil di PN Surakarta,'' jelas sumber yang tidak mau disebutkan.

Namun saat Dwiyono saat dikonfirmasi mengelak kalau uang yang berasal dari Warti diserahkan ke penyidik.
''Uang itu saya gunakan untuk mengurus keperluan di notaris maupun membiayai jasa konsultasi,'' tegas Dwiyono, saat dihubungi Suara Merdeka, kemarin.

Terkait kasus itu, Kasat Reskrim Poltabes Surakarta Kompol Budi Wijayanto membantah anggotanya menerima uang dari Dwiyono. Meski begitu, dugaan penyuapan itu menjadi perhatian Kasat Reskrim. (G11-50)


korupsi Rp 3,8 miliar, Untuk Beli Mobil, Rumah dan Kawin Lagi

CARA pembuktian terbalik yang diterapkan penyidik di Sat Reskrim Polresta Tegal terhadap oknum kasir dan bagian pemasaran kredit PD BKK Tegal Selatan, Jabidin (45), yang diduga korupsi Rp 3,8 miliar, paling tidak cukup ampuh untuk menjerat koruptor.

Sebab, saat aroma tak sedap soal dugaan kasus korupsi itu tercium personel Sat Reskrim, banyak kendala untuk menemukan bukti-buktinya.

Baru setelah bukti dapat dikantongi cukup lengkap, penyidik mulai memberanikan diri untuk menciduknya.

Kali pertama ditangkap, Jabidin mengaku tak bisa memberikan keterangan karena masih sakit stroke. Tersangka kemudian diperiksakan di Unit Dokkes Polresta Tegal dan tersangka dinyatakan cukup mampu untuk dapat memberikan keterangan.

Awalnya tersangka berbelit-belit membeberkan tindak dugaan korupsinya. ”Uangnya untuk beli mobil. Mobilnya Toyota Kijang. Ada tiga. Tapi sudah dijual semua,” katanya.
Penyidik pun tak percaya begitu saja dan terus mengejar dengan pertanyaan lainnya. Antara lain terfokus pada pertanyaan untuk apa saja penggunaan uang sebanyak itu. Akhirnya, bukan saja untuk beli mobil. Tapi beli tanah dan untuk kawin lagi.
Kepentingan Pribadi Tersangka kemudian mengaku menggunakan uang itu untuk biaya berobat anaknya yang mencapai Rp 45 juta. Juga berobat jalan dirinya hingga menghabiskan uang sampai puluhan juta rupiah. Sampai akhirnya mengaku telah membeli tanah dan membangun sejumlah rumah.

Dicecar berbagai pertanyaan penyidik, awalnya tersangka dapat mengakui telah menggunakan uang hingga sebesar Rp 400 juta. Kemudian membengkak menjadi Rp 600 juta.

Sampai akhirnya tersangka mengakui telah menggunakan uang negara itu untuk berbagai kepentingan pribadi hingga sebesar Rp 1,8 miliar. Itu dari Rp 3,8 miliar yang dituduhkannya selama menjabat sebagai kasir dan bagian pemasaran kredit di PD BKK Tegal Selatan.

Kini penyidik pun tengah mengejar keterangan dan bukti lainnya. Sebab muncul dugaan kuat, ada oknum lain yang diduga terlibat. Penyidik sangat berharap tersangka mau berterus terang siapa saja yang diduga membantunya melakukan dugaan tindak pidana korupsi hingga muncul dugaan kerugian uang negara sebesar Rp 3,8 miliar.
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/05/04/108096/Untuk-Beli-Mobil-Rumah-dan-Kawin-Lagi

Perampokan di Nguter Mirip Kasus Grobogan

Sukoharjo, CyberNews. Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Alex Bambang Riatmodjo menyatakan, pelaku perampokan toko emas Hendra di Nguter yang disertai dengan penembakan pada Kanit Intelkam Polsek Nguter Aiptu Supriyono, modus operandinya mirip dengan kasus Grobogan.

"Sampai saat ini masih diselidiki. Yang jelas, modus operandinya mirip dengan kasus perampokan di Grobogan," ujarnya usai menjenguk Aiptu Supriyono di ruang ICU RS Dr Oen Solo Baru.

Dikatakan, sejauh ini pihaknya juga belum mendapatkan laporan dari Laboratorium Forensik (Labfor) Polda Jateng mengenai hasil uji balistik peluru yang digunakan dua pelaku perampokan. Hal tersebut dikarenakan tim Labfor juga sedang menangani kasus kebakaran yang terjadi di Semarang.

Karena itu, belum bisa diidentifikasi apakah peluru yang dimuntahkan dari senjata api perampok berasal dari revolver atau FN. "Belum ada laporan dari Labfor," katanya.

Namun demikian pihaknya tetap akan mendalami kasus tersebut, karena kuat dugaan pelaku berkaitan dengan aksi-aksi perampokan yang terjadi di daerah lain. Berkait dengan penghargaan untuk Aiptu Supriyono, Kapolda menegaskan tetap akan diberikan.

Sementara itu Aitu Supriyono sendiri, sejak kali pertama masuk RS Dr Oen Solo Baru (30/4) lalu hingga saat ini masih berada di ruang ICU.

Hal tersebut dilakukan tim medis agar pengawasan terhadap kondisi pasien terpantau. Meskipun, proyektil peluru yang bersarang di tulang pinggulnya sudah berhasil diangkat.

artikel terkait:

http://kusnadiyono.blogspot.com/2010/04/perbedaan-pistol-dan-revolver.html

sumber;

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/05/03/53607/Perampokan-di-Nguter-Mirip-Kasus-Grobogan

Tuesday, April 27, 2010

Tidak Lulus UN, Siswi Wonogiri Minum Obat Nyamuk

WONOGIRI Salah seorang siswi SMA Pancasila 1 Wonogiri berinisial VE (18), nekad menegak obat serangga di rumahnya Kampung Kedungringin RT-03/XII, Giripurwo, Wonogiri, Jawa Tengah, Senin (26/4). Beruntung, nyawa VE masih bisa terselamatkan, tim dokter RS Marga Husada yang diketuai dr Madiyanto berhasil menyelamatkan jiwa gadis yang selama ini tinggal bersama neneknya tersebut.

Dari informasi yang berhasil dihimpun KRjogja.com, VE ditemukan tak berdaya sekitar pukul 08.00 WIB. Tindakan ini membuat gempar warga sekitar yang kemudian melarikan VE ke rumah sakit.

Di Wonogiri, kendati pengumuman secara resmi hasil UN dilakukan setelah pukul 14.00 WIB, bagi mereka tidak lulus oleh pihak sekolah diberitahu melalui guru yang datang ke rumah orang tua murid sekitar pukul 03.00 WIB dini hari yang intinya tidak usah datang ke sekolah mengambil surat bukti kelulusan.

Kepala SMA Pancasila 1 Wonogiri Dra Retno Widowati yang dikonfirmasi membenarnya VE merupakan satu dari 24 anak yang tahun ini tidak lulus UN, khususnya untuk mapel Bahasa Inggris. Menurut dia, pemberitahuan gagal UN itu dilakukan pihak sekolah melalui salah seorang gurunya Tukijo yang juga masih paman VE sendiri.

“Sebetulnya saat memberitahukan kegagalan UN keponakan saya (gadis VE) itu kami hanya meminta utuk tidak usah datang ke sekolah dan masih perlu mengambil les Bahasa Inggris,” kata Tukijo di kantornya
http://www.krjogja.com/news/detail/30225/Tidak.Lulus.UN..Siswi.Wonogiri.Minum.Obat.Nyamuk.html

Selama 22 Tahun Kodiron Diikat di Ranjang

TERBARING di sebuah tempat tidur berukuran dua kali satu meter, Muhammad Kodiron (22) warga RT 11/RW 01 Dusun Cengis, Desa Simpur, Kecamatan Belik, Kabupaten Pemalang, terus menahan kesakitan. Sudah 22 tahun anak pasangan Tarno (65) dan Maskuri (45) itu terbaring dengan diikat di ranjang. Kodiron diikat karena terus melukai dirinya sendiri. Perjaka yang terlihat selalu gembira itu mengalami penyakit lumpuh dan saraf.

Kedua tangan dan kakinya terus bergerak tak karuan. Kaki kanan yang terus digesek-gesekan pada kaki kiri terpaksa diikat dengan tali pada ranjang. Begitu pula dengan kedua tangannya yang terus bergerak mencakar muka dan badannya. Sebuah kipas angin besar selalu menyala untuk mendinginkan keringat Kodiron yang selalu bercucuran.

Bau menyangat tak dapat dihindari, sebab segala kegiatan Kodiron dilakukan di ranjang yang diletakan di ruang tamu ,berdekatan dengan jendela rumah. Rumah sangat sederhana dengan berdinding anyaman bambu itu melengkapi penderitaan keluarga Tarno.

”Sudah sejak delapan bulan, Kodiron mengalami kejang-kejang. Kaki dan tangannya tidak mau berhenti bergerak. Saya sudah berusaha untuk menyembuhkan penyakit Kodiron, tapi Tuhan belum mengizinkan untuk sembuh,” kata Tarno yang mengaku sudah tidak mampu lagi membiayai anaknya berobat.

Tarno menceritakan, anak ketiga dari tiga bersaudara itu saat dilahirkan kelihatan normal. Namun pada usai delapan bulan, Kodiron mengalami penyakit panas. Kakinya lumpuh dan terus bergerak. Keluarga telah berusaha untuk mengobatkan Kodiron ke dokter. Bahkan, orang pintar (paranormal) sudah didatanginya untuk menyembuhkan penyakit aneh anaknya itu. ”Kalau makan disuapi, dan kegiatan lainnya dilakukan di ranjang,” terang Tarno yang kesehariaanya bekerja sebagai buruh tani.
Hanya Pasrah Keluarga hanya pasrah dengan keadaan Kodiron. Ketidakmampuan keluarga membuat Kodiron hanya diberi makan seadanya. Tapi, keluarga memiliki harapan agar Kodiron bisa normal layaknya pemuda lainnya.

Kodiron yang senang bercanda dengan tetangganya, selalu merasa kesakitan di sekujur tubuhnya. Dia sangat berharap hidupnya kembali normal. Dia ingin cepat sembuh. Harapan terdekatnya, ingin jalan-jalan bersama teman sebayanya. ”Saya ingin jalan-jalan lihat cewek,” katanya dengan tertawa lebar.

Kegembiraan Kodiron menutupi semua kelemahannya. Warga sekitar tak canggung untuk ngobrol dengannya. Bahkan, Kodiron kerap dimintai bantuan untuk menyelesaikan masalah. Sebab, menurut warga sekitar, Kodiron memiliki kelebihan layaknya paranormal.

Kepala Desa Simpur Jaenudin didampingi Kadus 1 Cengis, Tarjuki mengungkapkan, sejauh ini bantuan telah berdatangan untuk meringankan beban Kodiron. Namun, belum ada solusi untuk menyembuhkan penyakitnya
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/04/26/107071/Selama-22-Tahun-Kodiron-Diikat-di-Ranjang