Wednesday, December 8, 2010

Jika Tetapkan Gubernur Utama, Yogya Kembali ke Zaman Belanda

Dalam draf RUU Keistimewaan DIY yang diajukan Kemendagri ke Presiden, disebutkan Sultan dan Paku Alam menempati gubernur utama dan wakil gubernur utama. Bila usulan ini disepakati, Yogyakarta dinilai kembali ke zaman Belanda.

"Kalau menyepakati gubernur utama, kembali ke zaman Belanda sebelum merdeka. Karena ada gubernur jenderal dan gubernur. Argumentasi yang sangat naif," ujar Sekjen Forum Komunikasi Seniman se-DIY, Bondan Nusantara, dalam perbincangan dengan detikcom, Rabu (8/12/2010).

Bondan juga mengomentari poin dalam draf yang menyatakan Sultan dan Paku Alam bisa maju sebagai gubernur dan wagub. Jika hal itu dilakukan, Sultan dan Paku Alam akan dituduh serakah dan haus kekuasaan pada keduanya.

Terkait pihak keluarga Kesultanan maupun Paku Alaman yang tidak dibolehkan maju dalam pilgub, hal itu dinilai tidak demokratis. Hal ini tentunya berseberangan dengan keinginan awal pemerintah yang menginginkan pemerintahan demokratis.

"Ini jadi naif argumennya. Padahal di keraton itu ada mekanisme sendiri yang tidak diketahui," sambung Bondan.

Dia menuturkan, ketika presiden berhalangan hadir, maka yang menjalankan pemerintahan adalah wapres. Jika keduanya berhalangan, maka secara otomatis bisa dijalankan oleh Mendagri, Menlu dan Menhan. Tata cara serupa juga dikenal di keraton.

"Kalau sultan berhalangan, maka akan dijalankan oleh Prabukusumo, Joyokusumo dan Yudaningrat. Nama pangeran mengacu pada tugas dan tanggungjawab," terang Bondan.

Nama Prabukusumo mengacu pada keraton atau urusan internal, nama Joyokusumo mengacu kepada diplomasi dan nama Yudaningrat mengacu pada jenderal perang yang mengurusi pertahanan keamanan. Dijelaskannya, Sultan Hamengku Buwono V naik tahta pada umur 3 tahun. Namun karena belum mampu menjalankan roda pemerintahan, maka dijalankan oleh orang lain yang telah disepakati.

"Saat itu ada Patih Danurejo yang mengurusi masalah dalam negeri, Pangeran Mangkubumi untuk urusan luar negeri dan Pangeran Diponegoro yang seperti semacam panglima perang. Sebelum HB IX ada tim yang khusus merembuk pemerintahan kerajaan," jelas Bondan.

Dia menambahkan, sebelum berargumentasi maupun memasukkan poin-poin dalam aturan, sebaiknya pemerintah bertanya dan survei dulu ke keraton dan masyarakat Yogya. Kalau tidak, maka aturannya menjadi tidak sesuai dengan aturan yang selama ini sudah dilakukan dan dijalankan di keraton.

Selama sekian lama, imbuh Bondan, ketika Sultan HB IX menjadi raja dan gubernur, tidak ada masalah yang muncul. Semua baik-baik saja.

"Kalau nggak tanya ya tidak gathuk (sesuai) dengan paugeran atau hukum di keraton, sehingga jalan keluarnya nggak akan muncul karena cuma sepihak. Ini terlalu kesusu (terburu-buru) dan sembrono, menganggap Yogya hanya daerah kecil sehingga dianggap gampang," ucap Bondan.

Pada siang tadi, Bondan bersama 29 seniman dari 4 kabupaten dan 1 kotamadya di Yogya telah menemui Ketua DPD Partai Demokrat Yogya, Prabukusumo, yang juga adik Sultan HB X. Mereka meminta PD mendukung penetapan bagi gubernur dan wagub DIY.

"Kami juga minta DPRD segera bersidang untuk soal keistimewaan. Kalau diam saja kan juga nggak benar, wong mereka dipilih rakyat," tutup Bondan. http://www.detiknews.com/read/2010/12/08/164832/1511801/10/jika-tetapkan-gubernur-utama-yogya-kembali-ke-zaman-belanda?nd992203605

No comments:

Post a Comment