Wednesday, November 24, 2010

Boyolali : warga menghentikan paksa truk logistik

Aksi penghentian truk logistik di sejumlah titik di lereng Merapi mendatangkan rasa trauma mendalam bagi para relawan yang hendak mengirim bantuan. Mereka memilih menurunkan bantuan di posko darurat Desa Samiran, Kecamatan Selo, Boyolali. Mereka tidak berani masuk ke pedalaman, khawatir bantuan tidak sampai sasaran ke tangan korban Merapi. Sementara di Kota Magelang, pengungsi membakar bantuan pakaian bekas . Edy Nirmolo, salah satu relawan dari Kota Boyolali mengatakan, beberapa hari terakhir ini mengirim bantuan sembako dan daging kurban ke ratusan korban Merapi. Seluruh bantuan itu diturunkan di posko darurat di Desa Samiran. Lokasinya berada di dekat kota Kecamatan Selo, sehingga jauh dari aksi perampasan dari warga.

Aksi penghentian paksa truk logistik ini terjadi di sepanjang jalan Desa Jrakah dan Klakah. Sebagian warga menghentikan paksa truk logistik lantaran berdalih tidak memiliki bekal selama pulang dari pengungsian. Pengiriman logistik sejumlah relawan pun tidak bisa menembus daerah sasaran. "Saya turunkan di Samiran. Agar relawan khusus di lereng Merapi yang membagikan rata," kata Edy kemarin (21/11).

Dia mengatakan, warga lereng Merapi mengalami krisis pangan. Hal ini terjadi lantaran ditinggal mengungsi sekitar 20 hari. Warga lereng Merapi ini semula mengungsi di Kota Boyolali, setelah aktivitas Merapi dinilai aman, mereka kembali ke rumah masing-masing.

Setiba di rumah, warga tidak memiliki bekal makanan sama sekali. Ingin bangkit dari keterpurukan ekonomi pun dinilai sangat sulit lantaran perkebunan mereka ludes terkena material vulkanik. "Warga membutuhkan waktu tidak singkat supaya bangkit dari keterpurukan," kata dia.

Haryoko, relawan lain mengatakan, bantuan logistik dari masyarakat diturunkan di Desa Gedangan dan Wonodoyo, Kecamatan Cepogo, bukan ke Selo yang dilaporkan rawan terjadi sabotase di tengah jalan. Mereka memilih menurunkan bantuan di Cepogo lantaran masih banyak warga yang kekurangan. "Kami mendapat laporan warga banyak yang tidak bisa masak karena kehabisan beras," terangnya.

Menyiasati agar tidak terjadi penjarahan di tengah jalan, relawan berkoordinasi terlebih dulu dengan perangkat desa setempat. Misalnya, bantuan logistik tidak untuk warga di pinggir jalan Selo-Magelang, perangkat desa melarang penghentian truk logistik. Hari berikutnya, relawan baru menurunkan logistik ke daerah tersebut.

Sementara itu, kekurangan makan ini diakui Kepala Desa (Kades) Jrakah Tumar. Dia mengatakan, selama di rumah, warga belum tersentuh bantuan logistik dari pemerintah setempat. Warga terpaksa memakan seadanya hasil bumi, seperti ubi jalar, dan jagung. "Sebetulnya sudah mengajukan permohonan ke Pemkab, tapi tidak kunjung disalurkan," katanya.

Penyaluran bantuan logistik di lereng Merapi sebelah atas ini memang belum dilakukan. Sebab, Pemkab berdalih lereng Merapi masih termasuk kawasan rawan bencana (KRB) III bencana Merapi. "Kami akan berikan bantuan jatah hidup bila kondisinya memang sudah normal," terangnya.

Sementara itu, di Kota Magelang dilaporkan terjadi aksi pembakaran pakaian bekas oleh pengungsi, tepatnya di Alun-alun, kemarin sore. Pengungsi dari Dusun Keron, Kronggahan, Sawangan, Kabupaten Magelang merasa tidak butuh lagi pakaian bekas. Karena mereka telah kembali ke rumah dan mempunyai pakaian yang relatif lebih bagus.

"Saat di pengungsian, kami memang butuh baju, karena tidak membawa pakaian. Tapi ketika situasi mulai normal, ternyata masih saja dikirimi baju. Bahkan sampai delapan karung besar. Setelah dibuka, ternyata banyak yang sobek-sobek dan tidak layak pakai. Daripada membikin penuh dan kotor, maka lebih baik kita bakar saja," kata penanggung jawab aksi dari Dusun Keron, Agung Nugroho, kemarin.

Adanya aksi tersebut, warga pengungsi dari Keron ingin meyampaikan pesan agar bantuan yang diberikan bisa lebih bermanfaat dan tepat dengan situasi serta kondisi pengungsi yang kini mulai kembali ke rumah. "Kita butuh bantuan untuk pemulihan dusun dan desa. Juga bantuan agar kami bisa bangkit lagi menatap hari esok," tuturnya.

Keron sendiri masuk jarak sekitar 16 km dari puncak Merapi arah Barat. Di dusun tersebut, ada 108 pengungsi dari Dusun Babatan, Krinjing, Dukun yang notabene hanya berjarak sekitar 8 Km dari puncak.

"Meski kemarin kita sama-sama mengungsi, tetapi kini dusun kami menerima pengungsian. Ini yang juga harus kita perhatikan," ungkap Agung.

Untuk membantu pengungsi dari Babatan dan lainnya, warga Dusun Keron bersama para pengungsi ‘ngamen’ di Alun-Alun Kota Magelang sejak Sabtu (20/11) siang. Mereka bersama Sanggar Seni Saujana pimpinan Sujono menampilkan Jingkrak dan Topeng Ireng. "Aksi ini bukan untuk sekarang, tetapi untuk bantuan para pengungsi setelah kembali ke desa. Karena kalau sekarang, mereka masih bisa kita hidupi," ungkap Sujono.

Uang yang terkumpul dari mengamen akan difokuskan untuk program rekonstruksi. Terutama untuk perbaiakan rumah dan membeli benih, obat-obatan, pupuk serta lainnya, agar pengungsi bisa segera bangkit.

"Pemerintah juga harus peduli dengan persoalan ini," tegas Sujono. Rencananya, aksi tersebut akan terus dilakukan tiap hari Sabtu dan Minggu sampai dianggap cukup. Dalam ngamen yang dilakukan Sabtu lalu, berhasil terkumpul Rp1.040.700. Sedang aksi kemarin sore hanya mendapatkan Rp509.000.

No comments:

Post a Comment