Hari ini, Selasa 14 Desember 2010, sekitar 200 orang berkumpul di trotoar Jalan Jogja-Solo, tepatnya di dekat gapura perbatasan DIY dan Surakarta. Di selatan Candi Prambanan.
Mereka mengadakan acara wilujengan atau doa keselamatan, sekaligus deklarasi keistimewaan Surakarta. Koordinator komunitas pendukung Provinsi Daerah Istimewa Surakarta, Sutardi mengatakan, deklarasi ini dihadiri perwakilan masyarakat tujuh kabupaten.
"Ada Surakarta, Karanganyar, Sukoharjo, Boyolali, Klaten, Wonogiri, dan Sragen," kata dia kepada VIVAnews, Selasa siang.
Kata dia, acara ini untuk mengingatkan semua pihak agar status Daerah Istimewa dikembalikan pada Surakarta.
"Dengan tujuan demi kemakmuran dan kemajuan budaya Jawa karena Surakarta karena sumber budaya Jawa," tambah dia.
Mengapa momentum ini berdekatan dengan RUU Keistimewaan DIY? Jawab Sutardi, "ini kebetulan saja supaya politisi, akademisi, dan masyarakat tahu keistimewaan Surakarta. Mengingatkan sekaligus mendesak supaya dikeluarkan UU Daerah Istimewa Surakarta."
Kata Sutardi, mereka berharap Solo jadi derah istimewa sendiri, di luar Jawa Tengah.
"Keraton sudah bergerak, ada juga yang di DPR, koordinatornya GRAy Koes Moertiyah yang juga ketua pengageng Sasono Wilopo semacam sekretaris negaranya Keraton."
Acara wilujengan juga dihadiri abdi dalem Keraton Surakarta. "Kami puasa sehari semalam sebelum ke acara ini, agar cita-cita tercapai," kata abdi dalem, Rauh Suprianto.
Sebelumnya, Koes Musrtiyah atau akrab disapa Gusti Mung berdalil, Piagam Kedudukan Daerah Istimewa Surakarta dikeluarkan lebih awal daripada Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Yang penting saya ingin meluruskan sejarah bahwa daerah istimewa itu bukan hanya Yogyakarta tetapi juga Surakarta," kata putri almarhum Pakubuwono XII, GRAy Koes Musrtiyah atau akrab disapa Gusti Mung, saat dihubungi VIVAnews, Senin, 13 Desember 2010.
"Selain itu, keluarnya piagam kedudukan keistimewaan dan maklumat Surakarta lebih awal yakni tanggal 1 September 1945, sedangkan Yogyakarta baru dikeluarkan pada tanggal 5 September 1945," ujarnya mengklaim.
Isi surat piagam kedudukan dan maklumat tersebut, dijelaskan dia sama persis dengan Yogyakarta. Hanya saja saat itu kondisi di Surakarta sedang terjadi pemberontakan swapraja. Bolak-balik pejabat patih atau perdana menteri di keraton dibunuh oleh komunis.
http://nasional.vivanews.com/news/read/193676-daerah-istimewa-surakarta-dideklarasikan
Status DIS (Daerah Istimewa Surakarta) dihapus karena para penguasa Solo tidak bisa mengendalikan keadaan yang take over Solo.
ReplyDeleteSaat itu Sunan Pakubuwono XII dan Sri Mangkunagoro VIII masih "BIMBANG mau berpihak pada Republik atau menunggu Belanda datang".
Pada tahun 1940-an seluruh penguasa Kasunanan Solo, Mangkunegaran, Pakualaman dan Kasultanan Yogyakarta adalah raja-raja baru yang terdiri dari anak muda berusia 30-an tahun.
Rupanya Sunan PB XII dan Mangkunegoro VIII tidak memiliki "kejelian politik" seperti Hamengkubuwono IX yang masuk langsung ke dalam struktur pemerintahan RI dan mengendalikan Angkatan Bersenjata serta mengamankan rakyat Yogya dari "Kekacauan-Kekacauan Revolusi".
Solo dari dulu tidak punya ketetapan hati, bahkan pernah ada saat Raja Solo menjilat belanda dengan upah dibuatin Istana.
Sekarang iri hati minta status Istimewa...Cape deh.....