Thursday, May 6, 2010

Kunker DPRD, 90 persen refreshing

Kritikan terhadap kunjungan kerja (kunker) yang dilakukan DPRD di Gunungkidul maupun daerah lainnya di DIY dilontarkan oleh Direktur Lembaga Kajian dan Studi Sosial (LKdS) Gunungkidul, Aminudin Azis. Menurutnya, kunker masih belum ideal, karena kerap tidak disertai eksekutif.

“Seringkali kunker yang dilakukan anggota Dewan, misalnya ke suatu departemen, tidak dilakukan bersama [melibatkan] eksekutif. Itu menjadi tidak berguna, karena eksekutif tak tahu langsung paparan dari departemen, yang sebenarnya bisa dimasukkan dalam rencana kegiatan pemerintah,” ujarnya, Sabtu (24/4).

Dengan kondisi seperti itu, jangan salahkan bila publik masih berpikir bahwa kunker hanya memboroskan uang daerah. Karena masyarakat kerap tidak menikmati langsung hasil kunker itu lewat program-program pembangunan.

”Hasil kunker itu harus sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Biaya yang mencapai ratusan juta rupiah, tetapi hasilnya cuma laporan pertanggungjawaban, ya buat apa. Masalahnya, kunker 90% refreshing, dan 10% studi banding,” ujar Azis.

Terpisah, Wakil Ketua DPRD Sleman, Rohman Agus Sukamta menjelaskan mekanisme kunker, diatur dalam rencana kerja (renja) komisi, yang harus disetujui pimpinan.

Usai kunker, alat kelengkapan yang telah menjalankan tugas harus melaporkan hasilnya dalam paripurna internal.

Adapun, Ketua DPRD DIY, Youke Samawi, menepis anggapan bahwa kunker bukan hal penting. Dia mencontohkan agenda Banggar ke Batam, beberapa minggu lalu, yang ditujukan untuk mempelajari pengelolaan investasi di pulau itu. Dari situ Dewan juga mendapat hasil mengenai pertukaran tenaga pendidikan.

Senada, Ketua DPRD Kota Jogja, Henry Kuncoroyekti, menyatakan, kunker selalu memiliki tujuan jelas, dan diadakan bila ada penyelesaian masalah yang menemui jalan buntu.

Kunker dijadwalkan tiap bulan, sepanjang ada persoalan yang dibahas. Sebelum kunker, kata dia, Dewan terlebih dulu mengadakan rapat dengar pendapat umum.

Parameter kunker, menurut dia, adalah pemecahan masalah yang dibahas Dewan. Dia menepis kritik yang menyebutkan kunker sebenarnya tidak perlu, karena Dewan cukup mengobservasi daerah lain melalui internet. “Tanpa pengamatan visual langsung, proses belajar pada daerah yang lebih maju tidak berjalan optimal,” jelasnya.

Senada, Ketua DPRD Bantul, Tustiani, mengatakan, melalui kunker, anggota Dewan bisa membandingkan pemecahan masalah de ngan daerah lain. Hasil kunker biasanya disampaikan pada rapat paripurna, sehingga masyarakat bisa mendapat gambaran.

Sementara Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Bantul, Abu Dzarin, menyebutkan, kunker penting untuk mendapat informasi kebijakan wilayah lain, seperti, kebijakan perizinan dan tata ruang. Kunker, menurutnya, juga tidak memboroskan anggaran, bila sesuai aturan. Ketua DPRD Kulonprogo, Yuliardi, mengatakan, suatu daerah lain bisa menjadi contoh bagi perkembangan daerah lainnya.

http://harianjogja.com/web2/beritas/detailberita/14376/kunker-90-persen-refreshingview.html

No comments:

Post a Comment