Wednesday, November 10, 2010

Korupsi bantuan bencana alam, hukum mati !!


Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah menyatakan, lembaganya memantau penggunaan dana bantuan pada tahap tanggap darurat bencana alam.

Sesuai peraturan, pada tahap tanggap darurat diperbolehkan penunjukkan langsung pengadaan barang dan jasa. meski begitu, tidak serta merta penggunaan dana bantuan tanpa pertangungjawaban. Hal yang harus dihindari yakni penggelembungan harga (mark-up) dan proposel proyek fiktif.

Jika larangan itu dilakukan, pelaku bisa diganjar dengan hukuman maksimal, yakni hukuman mati. Pada saat penggelontoran dana bencana, dua modus korupsi tersebut rentan terjadi. “Kalau fiktif dan terjadi mark-up, ancamannya hukuman mati berdasarkan pasal 2 ayat (2) UU No 31 Tahun 1999,” kata Chandra di Graha Niaga, Jakarta, Selasa, (9/11/2010).

Karena itu, Chandra mengingatkan kepada seluruh instansi yang terlibat penggunaan dana bantuan bencana untuk menjalankaan petunjuk teknis pelaksanaan pengadaan barang dan jasa.

Pemerintah menggelontorkan dana yang terbilang besar untuk tiga daerah yang terkena bencana, baik banjir bandang Wasior, tsunami Mentawai, maupun letusan Gunung Merapi. Setidaknya untuk bencana Gunung Merapi, pemerintah menyiapkan dana sebesar Rp 150 miliar dan tsunami Mentawai sebesar Rp 200 miliar.

Menurut Chandra, Undang-undang Pemberantasan Korupsi berlaku normal pasca-tahap tanggap darurat bencana. Dengan keterbatasan sumber daya, Chandra akui, KPK tidak bisa mengawasi penggunaan dana bantuan tidak bisa dilakukan secara penuh.

Hal yang harus dilakukan, lanjut Chandra, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit terhadap penggunaan dana bantuan bencana tersebut. “Kalau ada temuan baru ditindaklanjuti oleh KPK,” tandasnya.

http://www.surya.co.id/2010/11/09/hukum-mati-pelaku-korupsi-bantuan-bencana.html


No comments:

Post a Comment