Alasannya rata-rata ingin kembali bekerja agar bisa mendapatkan penghasilan. "Saya buruh tani. Saya harus bekerja untuk mendapatkan uang, untuk bekal anak-anak sekolah," kata Umi, warga Sewukan, Dukun, Magelang, Kamis (25/11).
Saat Merapi erupsi, dia bersama tetangganya mengungsi di wilayah Mertoyudan. Tetapi karena menyadari selama dipengungsian tidak ada pemasukan, ibu dua anak itu nekad pulang ke desanya yang letaknya tinggal delapan kilo meter sampai puncak merapi.
Umi langsung memperoleh pekerjaan dari tetangganya, yakni membersihkan padi dan sayuran yang kotor, akibat disiram hujan abu vulkanik dari Gunung Merapi.
Sartini, menyatakan bosan mengandalkan pemberian petugas di penampungan pengungsi. Ia nekad pulang ke rumahnya di Paten, Dukun, yang letaknya enam kilo meter drai puncak Gunung Merapi.
Perempuan itu mengaku tindakannya dilarang oleh petugas posko, karena Paten termasuk rawan bahaya. Tetapi tekadnya bulat. Karena itu beresiko tidak mendapatkan pemberian bekal logistik saat pulang. "Kabarnya, sisa logistik akan dibagikan setelah masa tanggap darurat berakhir," tuturnya.
Seperti diberitakan kemarin, masa tanggap darurat diperpanjang dua minggu ke depan.
Yang dilakukan Sartini, membersihkan rumahnya. Kemudian menengok kebun cabenya yang rusak parah dan tak bisa dipanen sedikitpun. Akhirnya dia sekeluarga makan seadanya.
Rohani, warga Desa Sengi, Kecamatan Dukun, mengandalkan makan dari pemberian bantuan posko di Dusun Candi Tengah. “Tanaman sayur mayur mati. Tiap hari kami makan mi instan,” katanya.
Sementara itu jumlah warga yang masih bertahan di barak pengungsi, menurut data di Posko Induk Penanggulangan Bencana Kabupaten Magelang, Kamis (25/11), masih 28.074 orang. Sedangkan yang berada di daerah lain, 6.905 orang.
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/11/26/71487/Bosan-di-Pengungsian-Nekad-Pulang
No comments:
Post a Comment