Dan, pada Selasa (/3) lalu, para anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri telah berhasil menembak mati Dulmatin, 40, di Pamulang, Provinsi Banten, sehingga semestinya Densus berhak mendapatkan hadiah yang dijanjikan Departemen Luar Negeri (Deplu) AS itu.
Tetapi, ketika hal tersebut ditanyakan ke Duta Besar (Dubes) AS untuk Indonesia, Cameron Hume, dia ternyata belum bisa memastikan. Alasannya, hadiah itu diberikan untuk warga biasa yang berhasil membantu pembekukan teroris, dan bukan kepada lembaga keamanan seperti kepolisian.
Padahal, berdasarkan penelusuran informasi yang dilakukan Surya, dalam pengumuman tawaran hadiah itu, Deplu AS tidak membatasi siapa yang berhak mendapatkan hadiah. Artinya, baik perorangan, kelompok, maupun lembaga, bisa mendapatkan hadiah jika berhasil membekuk teroris yang dianggap mengancam warga atau kepentingan Amerika di seluruh dunia.
“Memang ada hadiah yang dijanjikan. Tapi, saya tidak tahu apakah hadiah ini bisa diberikan dalam kasus ini. Hadiah ini kan dijanjikan untuk warga biasa yang memberikan bantuan terhadap penangkapan (teroris). Sangat sulit jika memberikan ini kepada kepolisian yang melakukan penangkapan karena memang itu sudah tugas mereka,” kilah Cameron Hume kepada wartawan usai memberikan kuliah umum bertajuk Democracy and Pluralism: Lesson Learn From The United States of America di Jakarta, Kamis (11/3).
Hume menjelaskan, jika hadiah tersebut diberikan kepada Polri, Hume khawatir tindakan ini akan mengundang banyak pertanyaan.
Bahkan, secara terpisah, Juru Bicara Kedutaan Besar (Kedubes) AS, Paul Belmont mengatakan tidak mengetahui informasi hadiah yang dijanjikan pemerintahnya. “Saya tidak tahu soal itu,” kata Belmont.
Dia juga tidak mau berkomentar, apakah operasi perburuan pelaku terorisme ini berkaitan dengan rencana kedatangan Presiden AS, Barack Obama ke Indonesia. “Saya tidak mau berkomentar,” katanya seperti dikutip tempointeraktif.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri menegaskan, dia dan jajarannya bekerja memberantas jaringan terorisme di Indonesia bukan karena imbalan uang atau dalam bentuk apa pun, termasuk ketika Polri berhasil menewaskan Dulmatin alias Yahya Ibrahim alias Mansyur alias Joko Pitono.
“Tentu kita bekerja bukan berdasarkan ini (uang), tapi hakikat ancaman yang kita hadapi. Jadi tidak ada kaitannya dengan janji mau diberikan apa pun. Ini karena panggilan tugas,” ucap Kapolri, Rabu (10/3).
Untuk diketahui, hadiah yang ditawarkan dalam Program Hadiah untuk Keadilan (Rewards for Justice Program) oleh Deplu AS itu menyediakan duit 10 juta dolar AS (sekitar Rp 100 miliar) untuk kepala Dulmatin serta 1 juta dolar AS (sekitar Rp 10 miliar) untuk kepala Umar Patek, rekan Dulmatin. AS menilai keduanya sebagai pentolan teroris karena diduga terlibat dalam Bom Bali I tahun 2002 dan Bom Bali II tahun 2005.
Pengumuman sayembara terkait Dulmatin dan Umar Patek itu diungkapkan pada 6 Oktober (lima hari setelah Bom Bali II) oleh Juru Bicara Deplu AS, Sean McCormack.
Program pemberian hadiah yang bernama resmi Rewards for Justice Program itu adalah program hadiah yang diberikan pemerintah AS dalam rangka pemberantasan terorisme. Program ini diselenggarakan Biro Keamanan Diplomatik Deplu AS.
Sejak diluncurkan berdasarkan UU Pemberantasan Terorisme Internasional 1984, Program Hadiah untuk Keadilan (Rewards for Justice) ini telah mengeluarkan hadiah senilai lebih 77 juta dolar AS (sekitar Rp 770 miliar).
Untuk mendapatkan hadiah sayembara pemberantasan terorisme ini, pemberi informasi akan dikaji kelayakannya (menerima hadiah) oleh sebuah komite antarlembaga, yang diketuai Direktur Biro Keamanan Diplomatik Deplu. Komite itu lantas memberi rekomendasi ke Menteri Luar Negeri AS nama-nama yang pantas diberi hadiah.
Sejauh ini, janji hadiah terbesar adalah untuk informasi bagi penangkapan dua pentolan Al-Qaeda, yakni, Osama bin Laden dan Ayman al-Zawahiri, masing-masing sebesar 25 juta dolar AS (sekitar Rp 250 miliar).
Sejak diadakan, banyak pihak yang memberi informasi ke Deplu AS tentang keberadaan teroris, namun sebagian terbesar informasi itu tidak akurat. Pernah, misalnya, seseorang memasok foto terbaru Osama bin Laden untuk dikaji. Terbukti kemudian, itu ternyata foto Gaspar Llamazares, seorang politisi Spanyol yang wajahnya memang sangat mirip Osama.
Sementara itu, jenazah Dulmatin diberangkatkan ke kampung halamannya di Desa Kebo Ijo, Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang, Jateng, untuk dimakamkan Jumat (14/3) ini.
Menurut Abu Wildan, sahabat Dulmatin yang telah keluar dari Jemaah Islamiyah (JI), pihak keluarga Dulmatin sudah mengakui, jenazah yang saat ini berada di RS Polri Kramatjati, Jakarta, adalah Dulmatin. Keluarga Dulmatin membawa jenazahnya melalui jalur darat menuju Pemalang.
Ayah tiri Dulmatin, Jazuli Arwan, di Pemalang, mengatakan, Dulmatin akan dikubur di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Loning, Desa Kebo Ijo.
Menurut Ketua RT 07 Dukuh Loning, Desa Kebo Ijo, Trubus, warga tidak keberatan jika Dulmatin dimakamkan di TPU Loning. ”Yang jelas, warga setempat tidak keberatan Dulmatin dimakamkan di TPU Loning karena mereka menilai Joko Pitono merupakan sosok yang baik di lingkungan masyarakat setempat,” katanya. Sementara itu, situasi rumah orangtua Dulmatin di Jalan Garuda Nomor 24, Petarukan, tampak cukup ramai didatangi sejumlah warga yang akan menyampaikan ucapan belasungkawa.
http://www.surya.co.id/2010/03/12/amerika-mbulet-saat-ditagih-hadiah-dulmatin.html
No comments:
Post a Comment