Beberapa penangkap cicak sedang menyetorkan hasil tangkapan. Aktivitas perburuan cicak itu kerap dilakukan sejak senja hingga dini hari. Selain cicak, Parlan juga menjadi pengepul hewan lain yang saat ini sulit temui di ladang dan sungai. Seperti ular, belut, tokek dan katak. Bekerja sebagai pengepul, sudah ia lakoni sejak lama. Mulai tahun 1980-an. ''Mulanya sejak tahun 80-an, saat masih jejaka," kata bapak dua anak ini.
Ia bekerja sebagai pengepul hewan sawah ini dikarenakan kegemarannya sobo kali, menjelajahi sungai untuk mencari hewan buruan. Sekali memancing atau mencari hewan-hewan sawah untuk dikonsumsi. Mengenai cicak, ia menuturkan mendapat penawaran dari pengusaha Kediri. "Itu terjadi pada tahun 2003," terangnya. Dari tiap ekor cicak dihargai Rp 150. Pengusaha tersebut berani menerima berapa pun cicak yang disetorkan Suparlan. Lantas, Parlan meladeni permintaan tersebut.
Dalam sebulan, ia memperoleh cicak dari pencarinya hingga 60 kg. Dengan kondisi sekarang, harga per kilo dalam keadaan kering mencapai Rp 31 ribu. Ia biasanya menyetorkan cicaknya ke sebuah pabrik di Kediri, dua kali dalam sebulan. Cicak-cicak itu kabarnya diekspor ke Amerika Serikat untuk dijadikan bahan campuran obat.
Berdasarkan pengalaman Parlan, cicak memang bisa digunakan sebagai obat. "Kalau penyakit sesak napas itu bisa diobati asal rutin memakan cicak," ujarnya. Bagi anak kecil yang sesak malah tambah cepat pengobatan dengan cicak. Bagi perempuan, tambahnya, bisa digunakan untuk pengobatan penyakit kanker. Praktisnya, cicak kering bisa diolah dengan dibuat rempeyek atau digoreng campur tepung. "Biasanya orang-orang yang beli itu orang keturunan untuk obat," jawabnya.
Ia menjelaskan, bahwa cicak yang diterima olehnya mencakup berbagai ukuran. Kecuali dalam kondisi berbau atau sudah mati lama, ia biasanya menolak. Itu dilakukan karena cicak yang diterimanya akan diolah lebih lanjut. "Jadi cicak datang, setelah ditimbang, direndam dengan air selama 10 menit dengan air dingin," tambahnya.
Setelah itu, cicak diatur dalam para-para. Cicak yang telah diatur dalam para-para kemudian dimasukkan ke dalam oven. selama 16 jam. Perlakuan itu dilakukan utnuk memperoleh cicak dalam kondisi kering. Karena jika dilakukan dengan pengeringan dengan sinar matahari memerlukan waktu lebih lama. "Kalau menggunakan sinar matahari, hasil cicaknya berbau busuk," tuturnya.
Dalam melakukan kegiatan perendaman dan pengeringan ia dibantu dua karyawan. Sementara pencari cicak yang menyetor padanya berjumlah sekitar 30 orang. Pada saat memasuki musim tanam, biasanya jumlah cicak yang diterima meningkat. Sedangkan pada musim tebu, agak sepi. Sebab, para pencari cicak beralih pekerjaan jadi buruh tebang.
Berbisnis hewan reptil rumahan ini memang menguntungkan. Pekerjaan ini jarang dilakoni orang. "Sehingga gak ada saingannya," katanya tertawa. Namun kondisi itu tak berarti bisnisnya tanpa kendala. Adanya konversi minyak tanah ke elpiji membuat ia resah. Apalagi semakin lama harga minyak tanah semakin membumbung tinggi. Sebab, untuk oven, dia selama ini menggunakan minyak tanah
http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=129569
No comments:
Post a Comment