Setidaknya itu yang dialami Harian Jogja saat mencari lokasi tinggal Sosro Warsito. Nenurut Sosro, kesulitan tersebut tidak menghalangi dirinya dalam mendapatkan pelanggan. Sembari melihat data produksi blangkon yang terpajang di dinding rumah, dia menyebutkan angka produksi blangkonnya mulai naik pada 1999. Pada tahun itu, Sosro mampu memproduksi 350 blangkon dalam setahun.
“Sebelum 1999 produksi blangkon tidak pernah menyentuh angka 300-an. Setelah 1999 itu, 2009 menjadi tahun tertinggi angka produksi blangkon. Dengan tenaga empat orang bisa memproduksi 995 blangkon dalam setahun,” ungkap bapak tiga anak itu. Dari 995 blangkon Sosro mengakui yang paling banyak dipesan adalah blangkon gaya mataraman meski Blangkon Mataraman Pak Sosro juga mampu membuat blangkon bergaya Solo dan Jawa Timur-an.
Tidak ada rasa lelah yang terlihat dari raut muka Sosro meski sehari sebelumnya, bersama tiga orang tenaga yang membantunya, merampungkan tiga buah blangkon sebagai bagian dari 21 blangkon yang dipesan grup campursari dari Jakarta. Sosro tetap semangat saat ditanya membuat blangkon, dengan menunjukkan cara-cara membuat nya. Menurut warga Dusun Clorot RT05/RW47, Semanu, itu, niatnya dalam nguri-nguri budaya Jawa mampu menghilangkan rasa lelahnya.
“Kalaupun lelah, saya beristirahat sambil memainkan gender,” ungkapnya sembari menunjuk sebuah gender yang diletakkan Sosro di dekat meja tempat dirinya memajang blangkon sebelum diambil pemesan. Dengan dibantu Sugiyono, 35, yang tak lain adalah tetangganya, Sosro menunjukkan tahap-tahap pembuatan blangkon. Dari mulai dari cara mengukur besar blangkon yang mesti dibuatnya sampai tahap finishing.
Menurut pembuat blangkon satu-satunya di Gunungkidul itu, Sosro sekarang mengandalkan Sugiyono sebagai penerusnya setelah dua anaknya memilih untuk bekerja di Bandung, Jawa Barat. “Memang ada kesulitan regenerasi karena anak muda sekarang tidak berminat pada blangkon. Sekarang saya menaruh harapan pada dia [Sugiyono] untuk bisa meneruskan pekerjaan sebagai pembuat blangkon,” ungkapnya sembari menunjuk Sugiyono.
Tanpa ada perlawanan pada kalimat yang dinyatakan Sosro, Sugiyono lantas bertekad untuk bisa meneruskan kiprah Sosro. “Seperti bapak, saya ingin nguringuri budaya Jawa,” ungkapnya tegas sembari menjahit kain ikat bermotif Modang.
http://harianjogja.com/web2/beritas/detailberita/12892/blangkon-mataraman-butuh-regenerasiview.html
No comments:
Post a Comment