Monday, March 15, 2010

Gara-gara Monyet, Penjualan Bakso Sepi

Penangkapan pasangan suami istri (pasutri) Samsul Arifin, 46, dan Suhaini, 40, warga Desa Trigonco, Kecamatan Asembagus, Situbondo, karena memburu dan menjual daging monyet kepada pedagang bakso, membuat para pedagang makanan khas ini kelimpungan.

Dampak langsung dirasakan para pedagang bakso di Asembagus dan sekitarnya. Pasalnya, kepada polisi, pasutri pemburu monyet di Hutan Taman Nasional Baluran (HTNB) ini mengaku menjual daging monyet kepada pedagang bakso di Asembagus.

Hadi, 35, pedagang bakso yang mangkal di pasar Asembagus mengatakan, sejak munculnya kabar ditangkapnya pemburu monyet itu, penjualan baksonya mengalami penurunan drastis. “Sejak pagi sampai siang, belum ada yang beli. Padahal, biasanya banyak yang beli,” katanya, Minggu (14/3).

Hadi mengaku, setiap hari menghabiskan 4 kilogram daging sapi untuk keperluan baksonya, dan selalu habis. Namun, berbeda dari biasanya, kemarin sampai menjelang sore jumlah pembeli hanya bisa dihitung dengan jari.“Saya sudah memperkirakan hari ini bakal sepi, karena ada berita penangkapan itu. Padahal, pedagang bakso di pasar Asembagus ini nggak ada yang pakai daging monyet,” kata Hadi.

Hadi mengatakan, keluhan juga ia dengar dari teman-temannya sesama pedagang bakso yang biasa mangkal di Pasar Asembagus. Di pasar ini, sedikitnya terdapat 10 pedagang bakso, baik yang membuka depot maupun yang memakai rombong.

Sementara itu, Polsek Asembagus menyerahkan pemeriksaan lanjutan pasutri pemburu monyet, Samsul Arifin dan Suhaini kepada petugas Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA) Baluran. Meski demikian, polisi tetap menjadi koordinator pengawasan selama proses penyidikan tersebut.“Upaya penangkapan ini sebenarnya sudah yang keempat kalinya, tapi tiga kali pengintaian sebelumnya selalu lolos,” ujar Kapolsek Asembagus AKP Muhammad Munir, Minggu (14/3).

Untuk medapatkan barang bukti yang lain, polisi bersama petugas PHPA kemarin harus menyusuri hutan sejauh 5 kilometer dengan jalan kaki. “Kami berhasil menyita barang bukti berupa tulang dan ekor lutung yang mulai membusuk,” katanya. Sebelumnya, polisi menyita dua senapan angin, 30 kilogram daging monyet siap kirim, serta seekor monyet yang hidup.

Polisi menjerat kedua tersangka dengan Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 100 juta.

Kasatreskrim Polres Situbondo AKP Sunarto menerangkan pihaknya masih terus mendalami kasus ini, karena dicurigai jaringan perdagangan daging monyet sudah sangat luas.

Hukumnya Haram

Pakar hukum Agama Islam dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya Prof A Zahro memaparkan, di kalangan penganut Islam ada anggapan binatang yang memiliki taring, binatang yang dilindungi pemerintah, tidak boleh dimakan, termasuk monyet.

Karena, di dalam Alquran hanya ada empat kriteria barang haram yakni, darah, babi, bangkai, dan binatang yang disembelih untuk sesaji. Di dalam kriteria yang ada dalam Alquran itu, hanya babi yang termasuk binatang. Artinya, selain empat kriteria itu halal, tapi dimaknai makruh. Hal itu menurut madzab Imam Maliki.

Namun, di dalam hadis, Nabi Muhammad SAW pernah menyebutkan, makan binatang yang memiliki taring dan kuku tajam dilarang. Monyet merupakan binatang yang memiliki dua ciri-ciri tersebut.

Menurut Prof Zahro, hadis itu kemudian diperinci oleh Imam Syafii yang kemudian dikenal madzab Imam Syafii. Menurut madzab ini, larangan yang dimaksud Nabi itu hukumnya dimaknai haram. Sehingga, monyet itu kalau dimakan hukumnya haram. ”Masyarakat kita banyak yang menganut madzab Imam Syafii,” katanya, Minggu (14/3) malam.

Prof Zahro mengatakan, madzab ini menyebutkan ada beberapa kriteria daging binatang dikatakan haram. Yakni, binatang bertaring, buas, binatang pemakan kotoran manusia, dilindungi negara, dipelihara serta binatang yang wajib dibunuh.

Monyet yang diburu warga Situbondo, termasuk binatang yang dilindungi pemerintah. ”Jadi, jangankan makan, menangkap saja hukumnya haram,” jelas Zahro.

Mengapa haram? Lanjutnya, setiap umat Islam harus tunduk kepada pemerintah. Sedangkan monyet maupun binatang lain —meski dagingnya halal— kalau dilindungi pemerintah, maka hukumnya haram dimakan.

Hal senada disampaikan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim, Abdushomad Buchori. Namun, ia lebih tegas mengimbau masyarakat agar tindakan seperti itu dihentikan. Sebab, apa yang telah dilakukan itu telah melanggar agama. Apalagi, daging monyet itu juga diperjualbelikan. Itu sama halnya menjual barang haram

http://www.surya.co.id/2010/03/15/gara-gara-monyet-penjualan-bakso-sepi.html
gambar : ilustrasi, ditambahkan

No comments:

Post a Comment