Sunday, March 28, 2010

Kisah Sopir Pengantar Mayat Menolong Korban Celaka Malah Ditangkap Polisi

Menjadi sopir mobil ambulans adalah tugas kemanusiaan yang berat. Nyawa seseorang yang sedang kritis berada di tangan mereka. Namun sayang, tugas mereka kurang dihargai pihak lain.
Endang, sopir mobil jenazah RS PMI Bogor, berbagi pengalamannya. Menurut Endang, sopir ambulans sangat bertanggung jawab dalam pekerjaannya. Mereka sadar betul tugas kemanusiaan yang diembannya. Dalam bekerja mereka tidak pandang bulu. Siapapun harus mereka tolong. Bahkan di saat mereka sedang bebas tugas. "Kalau kita tidak membantu, kita malu dengan logo palang merah di mobil kita. Kalau kita sedang pulang sehabis mengantar jenazah, lalu ada kecelakaan dengan korban luka atau tewas di tempat, kami langsung turun tangan," ujar Endang dalam perbincangan di RS PMI, Bogor, Kamis (25/3/2010). Sayangnya, beberapa kali mereka tidak mendapat pengalaman mengenakkan. Ibarat peribahasa, air susu dibalas air tuba. Niat menolong malah berbuah masalah untuk mereka.

Endang dan temannya Oman Abdurrahman mengisahkan, mereka pernah pulang dari mengantar jenazah ke Yogyakarta pada Agustus 2002. Di Bumiayu, Jawa Tengah, mereka berpapasan dengan truk semen yang oleng karena rem blong. Endang banting setir dan bisa menghindar. Ambulans hanya terserempet, sementara truk semen melaju terus ke arah kerumunan warga di pinggir jalan. Kecelakaan pun tidak terhindarkan. Truk menabrak warga lalu terguling di sebuah kebun. "Saya melihat paling tidak ada 3 orang yang terseret di kolong mobil. Sementara sopir dan keneknya juga luka-luka parah," tutur Endang.

Endang dan Oman langsung terpanggil menolong mereka. Ambulans yang rusak tidak mereka pikirkan lagi. Yang penting, para korban harus selamat. Tiga korban luka langsung dilarikan ke sebuah rumah sakit di Purwokerto. Namun saat hendak meninggalkan rumah sakit, mereka malah ditahan polisi. Mereka disangka bersalah dalam kecelakaan itu."Saya lupa mereka dari polisi mana. Yang saya ingat mereka adalah petugas Polsek setempat," ujar Oman sambil berusaha mengingat-ingat kejadian naas itu.

Oman dan Endang berusaha menjelaskan panjang lebar. Untung para saksi membela mereka. Oman dan Endang boleh pulang, namun ambulans mereka ditahan dengan alasan keperluan penyelidikan. Mereka pun pulang ke Bogor dengan kereta api dan ongkos sendiri.

Tiga hari kemudian, berbekal surat dari RS PMI Bogor, mereka ke Bumiayu untuk mengambil ambulans. Namun, masih ada masalah. Oknum polisi meminta uang pelicin dengan dalih biaya penitipan. "Mereka bahkan meledek, uang dari kami kurang banyak," ungkap Endang.

Pengalaman pahit juga dialami Ujang, juga sopir mobil jenazah RS PMI Bogor. Dia pada 1996, mengantar korban tewas karena kecelakaan kerja dalam proyek di pabrik Semen Cibinong. Korban diantar ke pelosok Sleman, Yogyakarta. Mobil jenazah tiba di rumah duka pukul 04.00 WIB dini hari. Keluarga korban langsung kaget dan histeris.

Namun apa yang terjadi? Mereka menyalahkan Ujang dan rekannya. Mereka tidak percaya korban tewas dalam kecelakaan kerja. Repotnya lagi, saat itu belum ada ponsel. Bahkan rumah korban pun belum dipasang telepon rumah. Surat dari RS PMI Bogor yang dibawa Ujang tidak digubris oleh keluarga korban. Ujang ditahan, tidak boleh pulang. "Akhirnya jam 09.00 WIB pagi, datang telegram dan juga pihak kontraktor. Baru deh mereka percaya. Saya baru boleh pulang ke Bogor," kata Ujang.

Pengalaman pahit ini ternyata dianggap hal yang lumrah oleh para sopir mobil jenazah. Belum lagi pengalaman mistis yang kadang mereka alami saat mengantar jenazah. Mereka sadar, menjadi petugas pelayanan masyarakat terkadang tidak selalu berbuah manis. Namun ada tanggung jawab kemanusiaan yang tinggi di balik itu. Niat mulia itulah yang mereka genggam dalam menjalankan tugas keseharian mereka, mengantar orang luka sampai orang meninggal.
http://www.detiknews.com/read/2010/03/26/161101/1326249/159/menolong-korban-celaka-malah-ditangkap-polisi

No comments:

Post a Comment