Wednesday, March 24, 2010

Kyai Cabuli Santri di Bawah Umur

belum diedit

Sungguh biadab perbuatan kyai satu ini. Selama 1,5 tahun M.Shodiqin alias Imbar Mulyono mencabuli santrinya sebut saja, Wulan (11). Siswi MI Miftahul Huda kelas VI ini dicabuli oleh pendiri Ponpes Nurul Hidayah Jalan Gadel Timur I No 9A, Surabaya.

"Dari pengakuannya, Wulan sudah dicabuli sebanyak 11 kali," ujar salah satu tokoh masyarakat, Salim kepada wartawan di rumahnya Jalan Gadel Tengah, Rabu (24/3/2010).

Salim menambahkan, Wulan sudah dicabuli pelaku sejak duduk di kelas V SD. Korban meski sekolah di MI Miftahul Huda, sehari-harinya tidur di ponpes. Korban bersama adiknya dititipkan orangtuanya yang bermukim di Nganjuk, Alfan dan Darsih. Alasan lain penitipan ini dilakukan karena bibinya, Ana juga bertempat tinggal di kompleks tersebut yakni di Jalan Gadel Timur IA No 16.

Kasus tersebut sudah dilaporkan ke Polsek Tandes dan dilimpahkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polwiltabes Surabaya.


Perlakuan cabul yang dilakukan pendiri Ponpes Nurul Hidayah, M. Shodiqin alias Imbar Mulyono (60), polisi menetapkan sebagai tersangka. Pria yang memiliki ponpes di Jalan Gadel Timur I/9A itu dijerat pasal 82 UU Perlindungan Anak. "Sudah kami tetapkan sebagai tersangka," ujar Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), AKP Mirmaningsih, saat dihubungi detiksurabaya.com, Rabu (24/3/2010).

Saat mendengar keterangan dari korban bernama Wulan (11), penyidik langsung menetapkan pelaku sebagai tersangka. Visum memang sudah dilakukan, tetapi tak perlu menunggu hasil visum untuk menetapkan pelaku sebagai tersangka. "Visum memang belum keluar tetapi hasilnya juga saya tak mau menunjukkan," tambah Mirma.

Menurut Mirma, laporan korban kategori anak kecil jarang sekali palsu atau bohong. Visum tersebut justru dilakukan untuk memperkuat bukti yang ada. "Korban melapor jika alat vitalnya digesek-gesek oleh alat vital korban dan diciumi. Pengakuan itu sudah cukup untuk dijerat kasus pencabulan," tandas Mirma.

Kejadian asusila yang dilakukan pendiri Ponpes Nurul Hidayah, M Shodiqin alias Imbar Mulyono tak hanya terjadi kali ini saja. Pada tahun 2006, ponpes yang berlokasi di Jalan Gadel Timur I/9A ini pernah diserbu warga karena Imbar menyetubuhi santrinya.

"Berbeda dengan sekarang, yang disetubuhi Imbar saat itu adalah santri yang sudah dewasa," ujar salah satu tokoh masyarakat, Salim, kepada wartawan di rumahnya, Jalan Gadel Tengah, Rabu (24/3/2010).

Meski begitu warga yang sudah emosi langsung menyerbu ponpes begitu kabar itu merebak. Massa juga sudah melempari komplek ponpes. Beruntung saat itu polisi berhasil meredam emosi warga sehingga tidak merusak dan membakar seluruh isi komplek ponpes. Kasus itu sendiri kemudian ditangani oleh muspika. Dan kasusnya akhirnya tidak berlanjut.

"Saya menyayangkan kasus itu tidak sampai dilaporkan ke polisi," tambah Salim.

Sementara kabar yang beredar di masyarakat menyebutkan jika saat itu semua pejabat yang menangani kasus itu sudah disogok oleh Imbar. Korban sendiri yang diduga dalam tekanan dan akhirnya tidak jadi melaporkan perbuatan Imbar. Namun warga tetap mengingat memori kelam tersebut. Dan akhirnya kembali memuncak saat Imbar melakukan aksi kedua kalinya.

"Kabarnya juga Imbar pernah mendirikan ponpes di Banyu Urip, tetapi dibakar warga. Tapi saya tidak tahu kenapa kok ponpes itu dibakar," tandas Salim.

Nafsu pendiri Ponpes Nurul Hidayah M. Shodiqin alias Imbar Mulyono (60) terhadap wanita sepertinya tidak ada habisnya. Padahal pria asli Purworejo itu sebelumnya sudah memiliki 4 istri.

"3 Istrinya sudah cerai. Sekarang pak kyai hidup dengan istrinya yang keempat," ujar salah satu pengurus Ponpes Nurul Hidayah, Sulistyowati, kepada wartawan di Ponpes Nurul Hidayah, Jalan Gadel Timur I/9A, Rabu (24/3/2010).

Sulistyowati menjelaskan istri pertama Imbar yakni Tina asal Jakarta. Dari Tina Imbar memperoleh 1 anak. Istri kedua yakni Nur asal Situbondo yang memberinya 2 anak. Istri ketiga yakni Nanik asal Gresik yang memberinya 2 anak. Dan istri terakhir adalah Nurul Hariyati (27), yang baru saja memberinya seorang anak berusia 4 bulan.

"Pak kyai sekarang tinggal dengan istrinya yang terakhir di rumahnya di Jalan Balongsari Praja," tambah Sulistyowati.

Sementara menurut keterangan Misdi, teman yang kebetulan tempat kerjanya bersebelahan dengan rumah Imbar, mengaku bahwa istri sekarang bernama Nurul dulunya adalah teman anak Imbar yang pertama. Nurul dinikahi karena sudah dihamili duluan oleh Imbar.

"Dulu Nurul sering main ke rumah Imbar. Akhirnya Nurul terbujuk dan hamil-lah dia yang akhirnya dinikahi Imbar," ujar Misdi.

Misdi sendiri tidak mengetahui ilmu apa yang digunakan Imbar untuk mengelabui santrinya. Namun Misdi pernah mendengar jika Imbar sering berkata kepada santrinya bahwa jika ingin menyerap ilmunya, maka keringat mereka pun juga harus bersatu.

Misdi mengaku bahwa semasa muda, dirinya dan Imbar sudah saling kenal. Imbar bertempat tinggal di Simo Sidomulyo, sedangkan dirinya tinggal di Petemon Sidomulyo.

"Dia (Imbar) menggeluti gitar (musik) kalau saya tinju," tambah Misdi.

Imbar sendiri merupakan anggota Dewan Kesenian Surabaya (DKS) dan pernah menjadi wartawan tabloid mingguan Kontroversi. Sebelum bertempat tinggal di Surabaya, kata Misdi, Imbar sempat menetap lama di Jakarta. "Mudanya dulu Imbar memang nakal," tandas Misdi. Pihak Ponpes Nurul Hidayah menyangkal keras jika pendiri ponpes, M. Shodiqin alias Imbar (60) melakukan pencabulan terhadap santrinya. Mereka menganggap itu fitnah dari bapak korban bernama Alfan.

"Sebenarnya ini adalah masalah keluarga Alfan, tetapi disangkutpautkan dengan pondok. Itu hanya fitnah," ujar salah satu pengurus pondok, Sulistyowati (34), kepada wartawan di Ponpes Nurul Hidayah, Jalan Gadel Timur I/9A, Rabu (24/3/2010).

Sulistyowati mengaku semua berawal saat tahun 2009 saat Wulan (11) yang mengalami cacar air dipulangkan oleh pihak ponpes dengan alasan bisa menulari santri lain. Di rumahnya, Wulan mengaku dia senang keluar dari pondok karena bisa bebas. Dari situ Alfan berang karena anaknya dikira dikekang.

"Saat itu Alfan sedang bermasalah dengan istrinya, kami yang jadi pelampiasan. Alfan juga pernah mengancam bahwa ia akan membakar pondok ," tambah Sulistyowati.

Dia menambahkan, Alfan adalah orang yang tak tahu terima kasih. Anaknya sudah dirawat dan disekolahkan, namun Alfan malah menebar fitnah. Sulistyowati juga mengaku bahwa Wulan adalah anak yang suka berbohong.

"Waktu datang ke sini Wulan mengatakan kalau dia kelas IV, padahal dia masih duduk di kelas III," lanjut Sulistyowati.

Karena itu saat dimasukkan ke kelas IV, nilai Wulan sangat jelek. Dan itu terus berlanjut sampai kelas VI sekarang. "Nilainya selalu di bawah 50," tutur Sulis.
Korban pencabulan yang dilakukan pendiri Ponpes Nurul Hidayah M. Shodiqin alias Imbar Mulyono tak hanya Wulan (11) saja. Berdasarkan cerita korban, salah satu teman ponpesnya yang masih berusia 9 tahun berinisial AH, juga menjadi pelampiasan nafsu pelaku yang akrab dipanggil Mbah Kakung.

"Wulan juga menyebut jika AH juga digituin sama Imbar," ujar guru sekolah Wulan, Adib, kepada wartawan di rumahnya, Jalan Gadel Sari Timur, Rabu (24/3/2010).

Pelaku memang melakukan semua perbuatan itu tidak di ponpesnya. Namun dilakukan di rumahnya Jalan Gadel Balongsari yang letaknya sekitar 300 meter dari ponpes. Bahkan korban mengaku bahwa pengurus pondok yang sudah senior juga sudah disetubuhi pelaku.

"Wulan berani mengatakan itu karena dia sendiri pernah melihat Imbar begituan dengan seniornya. Tetapi seniornya tidak pernah melihat santri kecil dicabuli Imbar," tambah Adib.
Kasus dugaan pencabulan yang dilakukan pendiri Ponpes Nurul Hidayah Jalan Gadel Timur, M. Shodiqin alias Imbar Mulyono (60) terbongkar karena korban, Wulan (11) melapor ke guru MI Miftahul Huda, Adib. Adib pun melapor ke bapak korban, Alfan.

"Awalnya korban cerita ke temannya. Temannya kemudian cerita ke saya. Lalu saya bertanya sendiri ke korban," ujar Adib kepada wartawan di rumahnya Jalan Gadel Sari Timur, Rabu (24/3/2010).

Saat bercerita, kata Adib, korban terlihat tertekan. Meski begitu korban bisa lancar menceritakan kasus yang dialami. Korban mengaku kejadian itu berawal saat dirinya dipanggil oleh pelaku ke sebuah rumahnya di Jalan Gadel Praja. Setelah itu korban diajak masuk ke kamar.

Di dalam kamar, korban disuruh tidur dan melepaskan celananya serta disuruh berbaring. Korban kemudian diciumi dan disetubuhi. "Kulo dikelamuti dan ditumpaki (Saya dijilati dan ditindih)," ujar Adib menirukan omongan Wulan yang saat bercerita sambil menangis.

Bahkan secara detail korban mengaku bahwa saat disetubuhi pertama kali tidak terlalu sakit pada bagian kemaluannya. Namun pada kejadian yang kelima korban mengaku sakit karena 'barangnya' sudah masuk semua. Korban juga terkadang disuruh duduk di atas dan tidur di bawah.

Korban mengaku jika sudah disetubuhi berkali-kali. Persetubuhan pertama dilakukan saat akan naik ke kelas VI. Biasanya persetubuhan itu dilakukan menjelang maghrib usai korban pulang sekolah dan selepas shubuh serta korban sebelum tidur.

"Seminggu biasanya Imbar meminta jatah hingga 3 kali," tambah Adib.

Sebenarnya, kata Adib, korban ingin berontak namun hanya disimpan dalam hati saja. Korban takut dengan kyainya tersebut


http://surabaya.detik.com/read/2010/03/24/182257/1324692/466/pelaku-ditetapkan-sebagai-tersangka

No comments:

Post a Comment