Monday, March 15, 2010

Missing Link P2SEM

Bisa jadi P2SEM akhir-akhir ini semakin bikin sebagian pejabat Pemprov dan anggota DPRD Jatim periode lalu kembali tidak bisa tidur.

BIni gara-gara mantan ketua DPRD Jatim Fathorrasjid menyebut 99 dari 100 anggota dewan periode lalu terlibat P2SEM, termasuk keterlibatan Gubernur Jatim dan Kepala Bapemas. Lebih gelisah lagi karena kejaksaan negeri di sejumlah kota kembali mengusut P2SEM, sejumlah tersangka baru bermunculan, bahkan salah satunya mantan ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Jatim Lambertus Wayong.

Drama pengusutan P2SEM pasti akan terus berlanjut. Sebab, ada 1.628 lembaga penerima yang belum semuanya diteliti kejaksaan. Ada Rp 202 miliar uang rakyat digerojok, padahal baru sebagian kecil yang kembali dalam bentuk pertanggungjawaban.

Pekan lalu Fathor ‘mencokot’ semua pejabat. Mungkin sebagian pejabat, anggota dewan, bahkan pejabat kejaksaan mencibir kesaksian Fathor. Politisi tanpa dukungan politik yang dianggapnya ‘mencari teman’, pembelaannya tidak relevan dengan pokok perkara.

Saya yang rajin mengikuti persidangan semua kasus P2SEM merasakan ada yang putus dari persoalan ini. Fathor, termasuk juga puluhan terdakwa, P2SEM se-Jatim bisa jadi bersalah, karena tidak melaksanakan pekerjaan sesuai proposal. Memotong anggaran, mark up, hingga pekerjaan fiktif. Ini mungkin yang dimaksud Gubernur Soekarwo sebagai kesalahan pada pelaksanaan, bukan kebijakan.

Tetapi, apakah pemprov menjalankan kebijakan itu? Saya melihat sejumlah kegiatan tidak relevan dengan ide P2SEM, yaitu untuk pemberdayaan, toh diloloskan oleh pemprov. Seperti rekom mantan anggota dewan berinisial AR tentang pembangunan gedung rawat inap sebuah RS di Gresik Rp 500 juta, pembangunan gedung bedah rapat inap RS di Madiun Rp 500 juta. Gedung pusat kesehatan wanita Rp 500 juta, pembangunan gedung akademi kebidanan di Sidoarjo Rp 500 juta. Bantuan ambulans untuk polisi Rp 570 juta. Proyek fisik ini harusnya dicoret, apalagi tanpa tender alias penunjukan langsung.

Belum lagi nilai yang tidak realistis seperti Rp 500 juta untuk pelatihan manajemen pemerintahan dusun di Sampang. Ada pula Rp 500 juta untuk proyek serupa di sebuah dusun di Sumenep.

Ketika P2SEM itu ternyata fiktif atau dipotong saat di lapangan, hanya pelaksana saja yang terseret, sementara pemprov yang membuat akta perjanjian hibah sebagai pihak pertama justru dibela gubernur. Padahal, dengan tanpa menjalankan fungsi verifikasi dan evaluasi, sejatinya kebijakan itulah yang membuat celah korupsi.nhttp://www.surya.co.id/2010/03/15/missing-link-p2sem.html

No comments:

Post a Comment