Friday, March 5, 2010

pengembangan 36 shelter Trans Jogja terbengkalai akibat Diperas Dewan

JOGJA-Fajar jogja- Penyebab terbengkalainya pengembangan 36 shelter Trans Jogja diduga dipengaruhi adanya benturan kepentingan yang didalangi anggota DPRD DIY yang kecewa karena kalah tender pada 2009. Selain itu, menurut Kepala Dinas Dishubkominfo DIY Mulyadi Hadikusumo, anggota Dewan itu juga kerap melakukan tindakan pemerasan.

“Mereka datang ke saya dan minta sejumlah uang. Kalau nggak dikasih, mereka mengancam akan memperpanjang kasus. Saya nggak ngasih, wong saya ga salah,” kata Mulyadi, kepada wartawan Selasa, (2/3). demikian, dirinya enggan menyebutkan siapa anggota Dewan yang melakukan tindakan tidak terpuji itu termasuk nama perusahaan yang kalah dalam tender pengembangan 36 shelter Trans Jogja itu.

Menurut data Harian Jogja, beberapa dugaan pelanggaran yang menjadi penyebab mangkraknya pembangunan shelter di antaranya karena adanya keterlambatan dalam produk- produk perencanaan proyek. Perencanaan itu sebetulnya dimulai pada 2008. Namun, pada April 2009 ditemui kendala dalam menentukan titikt itik lokasi shelter. Diantaranya karena ada resistensi dari warga ataupun para stake holder lainnya yang mengakibatkan mundurnya proses lelang.

Selain itu, muatan kontrak dinilai tidak memuat cidera janji dan penyimpangan yang dilakukan oleh Dishubkominfo DIY karena tidak menganggarkan penyelesaian shelter pada 2010. Diduga dari Demokrat Menyinggung identitas anggota Dewan tersebut, Mulyadi mengatakan berasal dari Fraksi Partai Demokrat dari Komisi A Bidang pemerintahan dan Komisi C Bidang Pembangunan. “Nama nggak perlu. Namun, [mereka] itu dari Fraksi Demokrat di Komisi A dan C,” katanya.

Menanggapi dugaan keterlibatan anggota Dewan itu, Wakil Ketua DPRD DIY Sukedi yang juga anggota Fraksi Demokrat menampik pernyataan Mulyadi tersebut. Menurut dia, pihaknya memang akan membawa permasalahan shelter itu menuju hak angket. Namun, realisasinya bukan karena pertimbangan ada oknum fraksi yang kalah. “Kita ingin memberikan terapi kejut saja kepada SKPD. Tidak ada anggota kami yang melakukan itu [mengikuti tender dan meminta uang]. Itu kan proyek APBD 2009 yang ketika itu menjadi urusan Dewan periode lalu. Tidak benar itu.”

Mulyadi menambahkan dirinya mengaku keheranan mengapa permasalahan tersebut dibesar-besarkan. Anggota Dewan, menurutnya, juga terlalu berlebihan dalam menanggapi persoalan itu. Menurut dia, keterlambatan pembangunan proyek adalah permasalahan biasa dan kerap terjadi di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lainnya. Anggota Dewan, lanjut dia, mestinya dapat memahami hal itu dari berbagai aspek.

Keterlambatan tersebut, dikatakan Mulyadi, di luar prediksi sebelumnya. “Warga banyak yang menolak terhadap titik-titik bangunan shelter. Tentu ini membuat pengerjaan shelter menjadi molor,” ungkap dia. Namun demikian, dirinya mengakui dalam melaksanakan proyek tersebut pihaknya masih jauh dari sempurna. Dishubkominfo, lanjut dia, memang belum mengganggarkan proyek itu dalam APBD 2010 karena rekanan PT Nadya Cipta Karya yang menjalin kerja sama sebelumnya telah berjanji untuk menyelesaikan pembangunan shelter tersebut tepat waktu. “Tapi nyatanya, rekanan memang tak mampu menyelesaikannya,” kata dia.

Sementara itu, Pemprov sebelumnya sempat memberikan instruksi, jika pemeriksaan terhadap Dishubkominfo tidak harus melalui permintaan izin dari Kemendagri. Menurut Inspektur DIY Haryono, proses pemeriksaannya dapat langsung dilakukan. Menanggapi hal itu, Mulyadi menyatakan dirinya siap untuk diperiksa. ”Toh selama ini saya sudah pernah memberikan keterangan itu. Menurut saya juga tidak usah izin. Toh saya tidak salah,” kata dia.

Pada kesempatan terpisah Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X enggan berkomentar tentang adanya dugaan itu. Selain itu, dia menilai tidak relevansinya jika dirinya memberikan penyataan. “Masak perkara juga mesti saya jawab,” kata dia. Dia hanya berpesan agar Inspektorat Daerah dapat segera menuntaskan pemeriksaan terhadap mangkraknya 36 shelter Trans Jogja.

Alasan Itda tidak dapat melakukan pemeriksaan terhadap kepala dinas karena harus izin ke Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) menurutnya tidak dapat jadi patokan. “Nggak usah izin. Pemeriksaan itu kan terhadap permasalahannya bukan pada jabatannya. Ya mestinya Itda dapat mempercepat pemeriksaan,”ujar dia kepada Harian Jogja, di Kompleks Kepatihan, tadi malam.

http://harianjogja.com/web2/beritas/detailberita/12671/diperas-dewanview.html

No comments:

Post a Comment