Thursday, April 8, 2010

Harakiri di Jalan, Ibu-ibu Histeris

Entah setan mana yang merasuki jiwa Achmad, 52. Lelaki yang tinggal di Jl KH Abdul Hamid RT 1/RW 1 Kelurahan Jrebeng Lor, Kecamatan Kedopok, Kota Probolinggo itu mencoba bunuh diri di depan ratusan orang di jalan raya dengan cara menggorok leher sendiri, Rabu (7/4) siang.

Beruntung dalam aksi sekitar pukul 13.45 WIB itu tak sampai membawa korban jiwa, meski luka menganga di leher Achmad banyak mengeluarkan darah karena tenggorokannya nyaris putus. Karyawan Rumah Sakit (RS) Dharma Husada ini dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Muhammad Saleh, setelah para petugas Polresta Probolinggo berhasil melumpuhkannya.

Apa yang dilakukan Achmad tak ubahnya seperti harakiri. Hanya bedanya, kalau di Jepang, harakiri merupakan tindakan mengakhiri hidup dengan cara menusukkan pisau/pedang ke perut yang dilakukan orang yang merasa telah kehilangan kehormatan akibat melakukan kejahatan, aib, atau mengalami kegagalan dalam menjalankan kewajiban. Bagi mereka, tidak ada gunanya lagi melanjutkan hidup bila sudah kehilangan kehormatan. Namun secara umum, harakiri dipahami sebagai upaya orang untuk bunuh diri.

Pada peristiwa kemarin itu, drama percobaan bunuh diri Achmad, karyawan bagian cleaning service RS Dharma Husada ini menjadi tontonan ratusan masyarakat dan pengguna jalan. Akibatnya, jalan raya Panglima Sudirman (Kecamatan Mayangan) yang biasa dilewati kendaraan ke arah Banyuwangi maupun Surabaya itu terpaksa ditutup. Kendaraan yang datang dari arah barat (Surabaya) diarahkan melewati jalan Mayjend Soeprapto (sebelah barat Pasar Gotong Royong).

Suasana tegang menyelimuti drama yang berlangsung sekitar 15 menit itu. Penonton beberapa kali dibuat deg-degan, sebagian ibu-ibu menjerit histeris menyaksikan percobaan harakiri tersebut. Betapa tidak, Ahmad yang lehernya sudah luka menganga, masih mencoba menggorok lagi dengan pisau yang dipegangnya.

Sekitar 20 petugas polisi yang datang di TKP dan ratusan warga tidak bisa berbuat apa-apa menyaksikan ulah Achmad. Sebab, ketika para petugas dan warga hendak meringkusnya, Achmad justru menjawabnya dengan mengacung-acungkan pisau yang digenggamnya sambil mendekati orang-orang yang mencoba meringkusnya.

Ulah seperti itu berkali-kali dilakukan Achmad. Maka terpaksa polisi dan warga hanya bisa menunggu, sambil mencari celah kesempatan untuk meringkus dan melumpuhkannya.

Saat mengacung-acungkan pisau, Achmad sesekali menyebut nama seorang wanita, Romlah. “Romlah yang menghabiskan uang saya,” begitu Achmad berkali-kali mengucapkannya dengan suara cukup keras.

Nah, ketika Achmad mendekat ke pinggiran jalan, saat itulah seorang polisi berpakaian preman muncul dari arah belakang kerumunan penonton. Dengan cepat, si polisi yang membawa sebatang kayu itu langsung memukul tangan kanan Achmad yang memegang pisau. Seketika itu pisau lepas dari genggaman tangan Achmad.

Sejurus kemudian beberapa petugas lainnya menyergap tubuh Achmad yang berlumuran darah. Achmad pun dengan mudah diringkus dan kedua tangannya diborgol.

Achmad kemudian dilarikan ke rumah sakit dengan dinaikkan mobil patroli polisi. Sebelum dibawa ke rumah sakit, Achmad nyaris menjadi sasaran kemarahan warga yang sekitar seperempat jam dibuat geregetan oleh ulahnya. Warga juga mengira Achmad stres. Beruntung petugas sigap mengamankannya.

Masalah Anak Angkat

Beberapa warga mengaku tidak tahu mengapa lelaki berperawakan tinggi itu berbuat nekat. “Nggak tahu, tiba-tiba ia menggorok lehernya setelah menerima telepon dari seseorang dengan ponselnya. Saya nggak tahu siapa yang menelepon dia,” kata Achmad Khotib, seorang karyawan toko pertanian Delima yang menyaksikan ‘drama’ tersebut sejak awal, karena kejadian itu berlangsung di depan toko tersebut.

Dalam kerumunan penonton itu kemudian muncul Ningsih, 49, istri Achmad. Ningsih mengaku selama ini tak ada masalah dalam rumah tangganya.

Ningsih datang ke lokasi tersebut setelah diberitahu Sugiono, anak menantunya. Setelah di TKP, Ningsih sempat menelepon Romlah, nama perempuan yang disebut Achmad saat mencoba bunuh diri. “Saya ngomong ke dia (Romlah), ‘awas kalau ada apa-apa dengan suami saya, kamu yang tanggung jawab’. Romlah mengatakan katanya tidak tahu apa-apa,” ucap Ningsih saat menunggu suaminya di rumah sakit.

Menurut beberapa sumber di TKP, Romlah merupakan anak angkat Achmad. Romlah yang usianya sekitar 25 tahun itu dulunya juga bekerja di RS Dharma Husada seperti Achmad, namun di bagian laboratorium, dan kini sudah keluar.

Ditambahkan Ningsih, sekitar pukul 07.00 WIB, Rabu (7/4), Romlah datang ke rumah Ningsih mengendarai sepeda motor menjemput suaminya, Achmad. Saat bepergian itu, Achmad tak berpamitan kepada Ningsih.

Romlah dan Achmad kemudaian berboncengan motor milik Romlah, entah ke mana. Selang dua jam kemudian, Achmad pulang tetapi bukan dengan Romlah. Ia berboncengan sepeda motor bersama lelaki yang tak dikenal Ningsih. Hanya pulang sebentar, Achmad dan lelaki itu pergi lagi bersepeda motor meninggalkan Ningsih di rumah.

“Katanya, sebelum kejadian itu, suami saya sempat berbicara dengan Bakar, mantan suami Romlah. Mereka katanya bicara di toko pertanian, tempat Bakar bekerja. Enggak tahu apa yang mereka omongkan,” kata Ningsih dengan wajah sedih.

Kapolsek Mayangan AKP Noer Choiri belum bisa memastikan penyebab mengapa Achmad berbuat senekat itu. Pihaknya mengaku masih terus mendalami dan melakukan penyelidikan terhadap kasus yang menggemparkan warga Kota Probolinggo tersebut. “Kami belum tahu penyebabnya. Kami masih melakukan penyelidikan

http://www.surya.co.id/2010/04/08/harakiri-di-jalan-ibu-ibu-histeris.html

No comments:

Post a Comment